Pages

Jumat, 28 Januari 2011

Aku dan Gadis Berumur Tujuh Tahun di Arena Permainan

... Lihatlah wajah berseri itu hari ini dan lihatlah bagaimana wajah itu beberapa tahun ke depan... ...Semuanya berawal dari hari ini dan akan tergantung pada hari ini...

Angin semilir menerpa wajahku ketika aku duduk dengan manis di pinggir arena permainan yang baru saja aku buat. Di area permainan Lia, gadis kecil berumur tujuh tahun, sedang meloncat-loncat dengan riang. Lia adalah gadis kecil berumur tujuh tahun yang akhir-akhir ini selalu datang ke rumahku untuk bermain denganku.

Tiba-tiba, kaki Lia menyentuh batas arena permainan dan itu artinya Lia harus berhenti bermain dan aku akan mendapat giliran bermain. Tapi, sepertinya Lia tidak rela.

“Satu kali lagi yah,yang tadi gak sah, ya yuk, yah..” aku hanya bisa tersenyum tipis ketika Lia kembali membujukku. Matanya yg membulat dan bersinar-sinar akhirnya bisa membuat aku tak berkutik. Aku mengalah pada anak kecil berumur tujuh tahun yang mengajakku bermain itu. Aku kembali duduk diluar arena permainan dan melihat gadis kecil itu kembali melompat-lompat dengan lincah sampai ku lihat kakinya kembali melanggar batas arena permainan.

“Wah, kaki Lia menginjak garis tuh..” Lia tercenung sesaat dan akhirnya dengan sedikit berteriak dia membantahnya, “Wee, enggak tuh ayuk tuh yang salah lihat..” Aku menghelakan napas dan kemudian hanya bisa kembali tersenyum. Entah ini sudah yang keberapa kali Lia menyangkal kesalahannya, dan entah juga yang keberapa kali dia bisa dikatakan curang. Menggeserkan buah permainan, mengeserkan kaki yang tidak sengaja menginjak garis, meminta permainan diulang bila dia melakukan kesalahan, sampai dia membuat peraturan permainan sendiri, Lia benar-benar sudah banyak melakukan kecurangan.

“Ah lia kan masih anak kecil” salah satu bisikan lembut dihatiku kembali terdengar tapi bagian lain di nuraniku terasa digelitik keras.

“Anak sekecil lia saja sudah belajar curang, bagaimana nantinya? Mungkinkah dia akan tumbuh jadi seseorang yang egois dan terbiasa berbuat curang? Semuanya kan berawal dari masa kecil, apa yg dia dapat di masa kecil akan membekas dan membentuk dirinya di masa depan.”

Aku kembali terdiam, entah apa yang Lia pelajari selama ini. Bagaimana awalanya dia belajar curang? Mungkinkah orang-orang di sekitarnya yang mengajarkannya berbuat curang? Lalu bagaimana Lia nantinya? Aku kembali menatapi Lia yang masih asik melompat-lompat di arena permainan.

Tiba-tiba di mataku Lia berubah menjadi dewasa, mengenakan pakaian resmi di ruang sidang DPR. Lia sibuk berdebat, sibuk menyalahkan dan sibuk mengungkit-ungkit peraturan undang-undang yang bahkan dia tidak tahu isinya. Lia yang tersenyum penuh kemenangan ketika berhasil mengelabuhi banyak orang dengan gaya sok pintarnya, Lia yang tiba-tiba tertawa ketika menaiki mobil mewah yang entah didapat dari mana.

Ayuk, kok diem aja? ayo main..” Aku tersadar dari lamunanku ketika Lia menarik-narik pergelangan tanganku.

“Enggak lia, ayuk gak mau main” Lia sedikit terkejut, ditatapnya aku dengan tatapan tak percaya.

“Kenapa?” dia bertanya sambil membulatkan matanya.

Ayuk gak ngerti permainan Lia. Ayuk gak ngerti peraturan mainnya.” Aku menjawab sebiasa mungkin dan mencoba tak menyakiti hatinya. Dia terdiam sesaat, menatapku dan kemudian menatap arena permainan di mana dia sudah menang jauh dariku karena beberapa kecurangan kecil yang dia lakukan. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran anak kecil seperti Lia, tapi aku harap dia akan mengerti sesuatu dengan perkataanku itu.

Lia melangkahkan kakinya ke arena permainan dan mengambil buah permainan lalu mengembalikannya ke titik awal.

“Kita mulai baru aja permainannya..” kata Lia sambil tersenyum manis dan tatapan berbinarnya. Lia, gadis berumur tujuh tahu tersebut sepertinya mengerti bahwa aku tak nyaman dengan gaya bermainnya, mungkin perlahan dia mengerti bahwa aku tak ingin dia berbuat curang. Aku hanya bisa tersenyum lega, “Ok, tapi Lia janji yah gak curang dan buat peraturan sendiri hanya untuk menang? Kali ini kita bermain dengan jujur dan begitu pula untuk permainan-permainan lainnya, janji?”

“Iya, janji..” Lia berteriak senang dan mantap.

Hm, aku mempersilahkan Lia mengambil giliran pertama karena dia menang dalam usit untuk memulai permaianan. Aku melakukan semua ini bukan agar aku menang dari Lia, hanya saja aku ingin Lia belajar untuk tidak bermain curang lagi.. meski hanya di arena permainan, dia tak boleh belajar curang. Karena, apa jadinya Lia di masa depan adalah buah dari apa yang diajarkan padanya sekarang. Dan aku bertanggung jawab untuk saat sekarang, di sini.. di arena permaianan ini. Semoga dia belajar sesuatu dari permaianan ini, dan membawanya tumbuh bersamanya hingga dia dewasa dan menjadi Lia yang lebih baik kelak.

“Seandainya ketika besar Lia benar menjadi anggota DPR, aku harap dia bisa menjadi anggota Dewan yang jujur, yang memihak kepada rakyat, yang menegakkan Undang-Undang, dan anti kecurangan dan korupsi... Amin..” aku tersenyum ketika Lia menghentikan permainannya ketika gilirannya berakhir kali ini.

****__****

# Ayuk : Panggilan untuk kakak perempuan.

# Usit : permaianan untuk menentukan menang atau kalah dengan mengadu jari tangan.

***__***


HIKMAH :

Cerita ini sebenarnya diambil dari kisah nyata sehari-hari, betapa banyak kita lihat anak kecil belajar bermain curang dalam permaianan sederhana. Hal ini bisa membuat anak kecil itu terbiasa berbuat curang, dari mulai melakukan kebohongan kecil tentang uang jajan dan akan meluas hingga berbuat curang dalam ujian di sekolah.

Saya tidak ingin mecoba menyalahkan siapa-siapa lewat cerita ini, hanya saja saya ingin memberikan gagasan bahwa kadang yang perlu kita lakukan adalah merubahnya dengan usaha kita sebagai orang terdekat anak kecil tersebut agar kita dapat mengajarkan dan memberikan contoh yang baik pada generasi yang akan datang.

Karena bagaimana generasi penerus bangsa ini, sebenarnya ditentukan bagaimana dia diajari dan diberikan contoh sejak masih kecil. Jadi, mari kita mengajarkan dan memberikan contoh yang baik demi masa depan bersama yang lebih baik.


hikmah yang saya coba sampaikan di cerita ini :

1. kejujuran harus di tanamkan sejak kecil (jangan membiarkan dan membiasakan anak kecil berbuat curang )

2. kita harus mengajarkan dan memberi contoh yang baik kepada anak kecil

3. masa depan bergantung pada bagaimana masa kecil, jadi,.. pentingnya pendidikan dan pembentukan sikap sejak dini agar menjadikan pribadi yang baik di masa yang akan datang.


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp.

2 komentar:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.C.B
    Artikel anda akan segera di catat
    Salam hangat dari Markas New BlogCamp di Surabaya

    BalasHapus
  2. sama-sama pakde... senang bisa dipaksa update blog dengan cerita hikmah... hihihi
    semoga sukses yah pakde K.U.C.B-nya :)

    BalasHapus