Pages

Jumat, 10 Desember 2010

another story of promise

Angin terasa lembut melewati wajahku dari sebuah celah jendela mobil, aku masih diam menatap lurus ke depan tanpa peduli dengan apa apapun, tidak pada desiran angin, tidak pada kebisingan kendaraan lain, tidak pada udara yang menyesakkan. Aku hanya diam, menikmati waktu dan perjalanan tak berarah ini. Ah tidak, ini bukan tak berarah... ini hanya menyusuri kembali jalan yang surah lama aku tinggalkan.



***

“Pergilah...” hanya kata-kata itu yang keluar dari bibirnya. Terdengar begitu pasrah dan begitu berat. Ah, mengapa ini begitu sulit. Mengapa kamu tak mau mengerti.

“Tapi...”

“Kalau kamu memang mau pergi, maka pergilah.. tapi jangan coba mengingatku kembali, jangan coba mencariku lagi, karna itu akan sangat menyakitkan. Maka, pilihlah jalanmu.. karna sekarang aku tak akan memaksamu untuk terus bersamaku.”

Aku terdiam, bagaimana mungkin dia berkata seperti itu. Hei, aku hanya pergi untuk sementara.. dan mungkin aku akan kembali untuk bersama, lalu apa kau tak akan menerimaku lagi kelak? Apa kau tak ingin bersama lagi nanti?

“Lalu...janji kita? Apa harus dibuang begitu saja?”

“Bila kau pergi maka tak ada lagi janji itu, pilihlah sesuka hatimu..”

Sekarang aku tak bisa berkata apapun, ah ini benar-benar sulit. Mengapa kamu begitu melankolis, mengapa kamu begitu korelis. Ini seperti kamu memaksaku, tapi dengan cara yang begitu lembut dan tak mengenakkan khas melankolis. Lalu aku harus bagaimana? Merelakan mimpiku? Mimpi yang sekarang hanya tinggal satu langkah lagi untuk digapai? Ah... mengapa kali ini kamu tak ada untuk mendukungku dan malah berada di sisi yang bersebrangangan denganku.

Kamu berdiri, dan mulai pergi meninggalkan aku yang hanya bisa terdiam menatap punggungmu. Ah, apa benar harus berakhir seperti ini?

***

“Aku pergi...” aku menatap matamu penuh penyesalan ketika akhirnya aku memilih untuk pergi. kamu hanya diam, tanpa kata dan tanpa ekspresi... mungkinkah kamu sudah tahu pilihanku? Atau mungkinkah kamu sudah mulai mengerti?

“Maafkan aku. Tapi... aku janji aku akan segera kembali.” Aku berjanji dengan semua tekat dalam hatiku, aku benar-benar tidak ingin meninggalkanmu... tapi mengertilah, ini mimpiku dan aku rasa jika aku berhasil mewujudkannya kamu pun akan senang, bukankah kamu lah yang pernah berkata bahwa kebahagian salah satu dari kita adalah kebahagian kita berdua?.

Tak ada jawaban, hanya semilir angin yang kemudian melewati kita. Yah, hanya angin yang kemudian membawa aku pergi dan kemudian meninggalkanmu sendiri. Tapi ku mohon mengertilah dan tetaplah menungguku, karna aku berjanji bahwa ini bukan untuk selamanya.. aku akan kembali, untuk janji kita.

***

Ini adalah hari ulang tahunmu, maka dengan uang tabunganku yang tak begitu banyak aku coba untuk membelikanmu sesuatu. Yah, meski hanya sebuah kalung berbentuk setengah hati, aku harap kamu bisa menerimanya dan mengerti kalau kamu adalah setengah hatiku yang tidak akan pernah bisa aku tinggalkan, meski berpisah tapi tak berarti aku meninggalkanmu.. aku selalu ada untukmu dan untuk kita.

“Selamat ulang tahun Rasha..”

Aku sengaja tak menuliskan banyak hal dalam kartu ucapan itu, aku tahu kamu bisa mengerti kata-kataku meski tak ku katakan, aku rasa kamu bisa mendengarkanku meski aku tak bicara, dan aku rasa kamu bisa merasakan kehangatan meski aku tak bersamamu.

Aku ingin sekali melihat senyummu hari ini, hari dimana kamu bertambah dewasa dan mungkin sudah bisa memaafkanku. Tapi maafkan aku ketika ini ternyata lebih sulit dari yang aku bayangkan untuk menyelesaikan semuanya dengan cepat, kamu tahu kan ini butuh perjuangan untuk menggapai semuanya? Ku harap di sana kamu tetap bahagia meski kita tak bersama, tetap ceria seperti Rasha yang ku kenal.

***

Ah.. ini ternyata sangat sulit menyelesaikan semuanya, semua ini rasanya sudah ingin membunuhku. Aku lelah dengan semuanya, tanpa kamu disini ini terasa berjuta kali lebih sulit. Belajar di pagi hari lalu bekerja di malam hari, ah rasanya ini benar-benar akan membunuhku.

Aku membayangkan seandainya kamu ada di sini, tersenyum padaku..yah begitu saja, mungkin semuanya akan terasa lebih baik. Aku mengambil jaketku, keluar dari kost dan kemudian menuju telpon umum.. aku ingin mendengar suaramu, aku sudah tak tahan lagi. Maka ku mohon angkat telponku.

“hallo... rasha?”

Meski telpon sudah kamu terima tapi mengapa kamu tak menjawabku? Apa kamu masih marah padaku. Ayolah ras, ini sudah hampir empat tahun kamu tak bertemu denganku.. tapi kenapa kau bersikap seperti ini, tak membalas semua suratku dan tak mau berbicara denganku di telpon.

“Ras, maaf... ku mohon maafkan aku. Do’akan agar aku bisa cepat kembali untuk menemuimu.. ras, aku kangen kamu..”

Ah rasanya percuma aku terus berbicara padamu jika kamu hanya tetap diam, tapi aku tak menyerah. Meski kamu diam, aku yakin kamu mendengarkan kata-kataku.

“Ras, jaga kesehatan yah.. jangan juga terlalu memaksakan diri untuk melakukan banyak hal, jangan lupa untuk menjaga pola makanmu nanti maagmu bisa kumat kapanpun. Jaga diri yah Ras...”

Aku menutup telpon itu, ah lagi-lagi tetap tak ada satu kata pun. Kalau begitu aku harus lebih semangat agar aku bisa cepat kembali dan menemuimu.. aku akan menemuimu dan lalu mengacak-acak rambutmu nanti dan kamu tak akan bisa hanya diam seperti ini. Ah, rasanya membayangkannya saja aku sudah sangat senang. Yah, kalau begitu aku akan segera menyelesaikannya. Aku akan segera lulus.. yah menggapai impianku dan aku akan membuat keadaan menjadi lebih baik lagi.

***

Air mataku mengalir begitu saja ketika akhirnya aku dinyatakan lulus, aku bersujud syukur atas semua anugerah ini akhirnya aku bisa menggapai mimpiku. tapi ini belum selesai, harus menunggu beberapa waktu lagi, melangkah setengah langkah lagi untuk menyempurnakannya. yah, lalu aku akan pulang sebagi seseorang yang baru.. seseorang yang berbeda, seseorang yang telah menggapai mimpinya, semoga kamu bisa mengerti. Sebentar saja, sebentar lagi saja.. maka aku akan kembali.

***

Hm, akhirnya aku selesai mengurus mutasiku. Akhirnya aku bisa kembali... ras, akhirnya setelah sekian lama, setelah bertahun-tahun yang menyiksa tanpa bersamamu, akhirnya aku bisa pulang, menemuimu dan kali ini bisa bersamamu untuk selamanya, seperti janji kita.

“Sampai jumpa dok.” Aku mengangguk dan menjabat tangan dokter Ronny yang menjadi atasanku. Dengan senyum yang melekat di wajahku akhirnya aku keluar dari ruangan dokter Ronny dan akhirnya melangkahkan kaki meninggalkan rumah sakit ini, lalu perlahan tapi pasti aku meninggalkan halaman rumah sakit dan melaju meninggalkan kota ini.

“Ras, tunggulah.. aku kembali...maaf membuatmu menunggu sangat lama, maaf.”

***

Roda – roda mobil berputar semakin cepat dan deru mesin terdenagr lebih keras, aku baru saja menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Yah, aku sudah tak sabar untuk kembali ke sana, kembali ke rumah. Rasanya bersama angin aku ingin terbang saja langsung menuju rumah, menujumu.

Setalah berkilo- kilometer yang berhasil aku lalui, akhirnya gapura putih itu tampak juga di depan pelupuk mataku. Ah akhirnya aku kembali bisa membaca ucapan “Selamat Datang” di gapura itu lagi, yah, selamat datang untukku, selamat datang kembali ke rumah. Aku tersenyum sendiri, kali ini sedikit lebih lebar, yah.. akhirnya.

Aku perlahan menginjak pedal rem ketika aku sudah melihat pagar putih yang sangat aku kenal, ah belum berubah.. sama sekali belum berubah. Aku membuka pintu mobil dan sedikit merapikan pakaian dan rambutku, aku harus terlihat sempurna di hadapanmu.. dengan perlahan akhirnya aku memasuki halaman itu dan sekarang aku berharap kau akan menyambutku dengan gembira. Seseorang akhirnya berdiri di depan pintu menyambutku.

***

Aku berdiri beberapa detik di hadapan seseorang itu, seseorang yang sudah sangat lama tidak aku temui lalu kemudian dengan segala hormat dan rasa sayang yang memuncak aku mengecup tangan kurusnya yang sekarang sudah bertambah tua. Ah ibu... bagaimana bisa waktu begitu cepat mengubahmu.

“Akhirnya Fif, akhirnya kamu pulang...” kata ibu dengan kedua pipi yang basah. Aku lalau memeluk ibu dengan semua rasa rindu yang semakin menyiksa, ah aku benar-benar merindukan kehangatan ini.

“Iya bu, akhirnya Afif bisa meraih mimpi afif bu..” ibu menepuk pundak sambil menatapku bangga. Aku lalu masuk bersama ibu, beberapa anak-anak di halaman dan di dalam rumah terlihat menatap ke arahku, aku hanya tersenyum tulus. Di sinilah dulu aku tumbuh besar bersama rasha, yah sejak masih kecil seperti mereka.

“Bu, dimana rasha...” akhirnya aku bertanya karena mataku tak menemukan sosok yang selalu aku rindukan itu. Ibu terdiam sesaat lalu tersenyum tipis, “minumlah dulu.. kau pasti lelah fif, nanti kita temui rasha.” Aku mengangguk, lalu menyeruput kopi yang sudah disediakan untukku. Mungkin rasha masih marah dan tak mau menemuiku.

***

Aku terdiam ketika ibu membawaku ke kamar rasha, tak ada rasha di sana. Tapi aroma kamar itu.. ah ini benar-benar kamar rasha, untuk sesaat aku merasakan keberadaan rasha.

“Bu, apa rahsa sedang ke luar? Apa dia sedang di taman?” aku mencoba bertanya pada ibu, karena meski sudah mencarinya hingga ke kamar tapi kami tak menemukan rasha sama sekali. Ibu hanya diam dan mengambil sesuatu dari laci meja belajar rasha.

“Fif... maafkan rasha karna dia tak pernah mengirimkan balasan suratmu. Tapi sebenarnya dia membalas semua suratmu. Ini adalah semua balasan untuk semua suratmu, tapi dia tak pernah mengirmimkannya.”

Aku diam dan mengambil tumpukan surat yang diberikan ibu, ini begitu banyak.. ini semua balasan atas semua suratku selama berberapa tahun ini. Ah, rasha kenapa kamu tak mengirimkannya.

“Tapi dimana rasha sekarang bu?” aku kembali bertanya.

“Dan ini surat yang dia terakhir tulis untukmu.” Ibu tak menjawabku, beliau malah memberikan kepadaku sebuah surat lain. Ah ada apa ini? Apa rasha berniat tidak ingin menemuiku dan hanya membiarkan aku membaca surah ini saja, ayolah... aku pulang untuk melihat rasha bukan untuk membaca suratnya.

“Bacalah..” ibu berkata sebelum akhirnya beranjak meninggalkan aku sendiri di kamar rasha dengan sura-surat ini.

Aku diam, ada sebuah perasaan yang akhirnya menggelikit hatiku. Sebaiknya aku mulai membaca surat ini, mungkin didalam surat ini rasha mengatakan dimana dia sekarang. Aku mulai membuka surat-surat rasha secara acak, aku juga ingin tahu apa yang sebenarnya dia rasakan selama bertahun-tahun berpisah denganku.



Terimakasih fif sudah mengingat ulang tahunku, dan kalung hati ini... aku rasa kamu ingin mengatakan kalau aku masih ada di hatimu dan tak akan pernah kamu tinggalkan meski sekarang kita berpisah.

Terima kasih fif.. ini mungkin sedikit menghiburku walau satu-satunya yang bisa membuat aku bahagia adalah ketika kamu ada disini, merayakan ulang tahunku seperti tahun-tahun sebelumnya..

Tapi kamu sudah memilih, dan mungkin tahun-tahun berikutnya pun kamu tak akan ada untuk merayakan ulang tahunku..

Semoga di sana kamu baik-baik saja.. fif, aku selalu ingin kamu segera pulang... cepat selesaikan semuanya atau aku tak akan pernah memaafkanmu karena sudah meninggalkanku.

Semangat fif!



Rasha, meski nyatanya aku sedikit terlambat tapi aku sudah kembali, lalu apa sekarang kamu memaafkanku? Aku kembali membaca surat rasha secara acak..



Hei, afif.. jangan berkata semua itu seakan mau membunuhmu. Begitu saja kamu sudah ingin menyerah? Huh.. lalu apa artinya kamu sudah meninggalkan aku selama empat tahun? Sedikit lagi.. berjuang sedikit lagi saja maka kamu bisa menggapai mimpimu dan segera kembali.

Maaf tak menjawab telponmu, mendengar suaramu saja aku sudah sangat bahagia, aku bahkan menangis.. lalu apa kamu mau mendengar suaraku yang sedang menangis? Kamu nanti tak akan tahan dan akan berlari pulang, maka semuanya akan sia-sia.. jadi aku memilih diam, mecoba mendengarkan semua pesanmu untuk selalu menjaga kesehatan dan menjaga diri... ini terdengar seperti kamu sedang mengkhawatirkan aku. Terima kasih fif.. dan aku akan terus menunggumu, yah sepertinya aku masih menantikan janji kita.

Afif berjuang yah agar impian afif tercapai, afif harus jadi dokter yang baik, dokter yang akan menyelamatkan banyak orang.. dokter yang hebat.. Berjuang!



Kamu benar-benar aneh ras, tega sekali tak membiarkan aku mendengarkan suaramu bahkan tega sekali membiarkan aku tak tahu kamu sedang menangis tanpa aku bisa menghiburmu. Kali ini aku sudah tak sabar untuk membaca surat terakhir yang kamu tulis, mungkin sekarang kamu akan mengatakan dimana kamu sebenarnya, agar aku bisa berlari menujumu.



Afif... ini sudah beberapa tahun setelah semuanya berlalu. Kamu sudah lulus kedokteran kan? ah dokter afif, akhirnya kamu bisa menggapainya. Yah hanya tinggal beberapa waktu dan kamu akan menjadi dokter yang sebenarnya.

Aku ingat ketika dulu kita pernah mengatakan mimpi kita masing-masing.. dan mimpi kamu adalah menjadi dokter. Dan mimpiku... apa kamu mengingatnya?

Mimpiku hanya sederhana fif, aku hanya bermimpi untuk tak kehilangan siapapun lagi dalam hidupku. Tidak kehilangan selamanya lagi seperti aku sudah kehilangan ayah dan ibuku..

Kamu ingat apa yang kamu katakan waktu itu fif?

Kamu diam sesaat.. lalu kamu berjanji, kamu tidak akan pernah membuat aku merasakan kehilangan lagi . Lalu kita berjanji untuk selalu bersama selamanya. Dan tahukah kamu fif, aku sangat percaya kata-katamu sampai kamu memilih untuk meninggalkanku meski untuk sementara.

Maaf bila aku marah berlebihan, tapi aku pikir kamu akan mengerti kalau kamu mengingat semuanya.. aku sudah kehilangan orang-orang yang paling aku cintai, dan aku hanya punya kamu dan ibu.. meski aku juga punya adik-adik yang senasib dengan kita.. tapi aku paling takut kehilangan kamu dan ibu.

Fif, aku mengerti bahwa kamu tak bermaksud meninggalkan aku selamanya, nyatanya juga kamu selalu mengirimi aku surat meski aku tak pernah membalasnya, kamu selalu mengirim kado untuk ulang tahunku, bahkan kamu selalu menelponku ketika rasa kangenku sudah memuncak.. maaf bila aku egois dan memaksamu untuk selalu ada di sisiku.. tapi terpisah seperti ini membuat aku semakin khawatir aku akan kehilanganmu....



Aku lelah menunggumu, menunggu kamu menepati janji untuk pulang dan kembali bersamaku untuk selamanya, karna sepertinya aku tak sanggup lagi menunggumu..

Maaf fif, sepertinya aku tak sanggup lagi menunggumu di sini.. Maaf..

Terima kasih sudah menjadi seseorang yang selalu setia bersamaku, terima kasih sudah tak meninggalkanku meski akhirnya kita tetap berpisah.. terima kasih sudah membuat aku tak pernah merasa sendiri setelah semua kehilangan itu. Terima kasih fif..

Tapi maaf, aku pergi...



Aku terkejut membaca surat terakhir dari rasha apa maksudnya semua ini, kenapa dia pergi begitu saja? Kenapa dia tak menungguku?

Aku berlari keluar dari kamar rasha dan kemudian menemukan ibu tengah menangis di ambang pintu, ada apa ini.. kenapa ibu menangis?

“ibu kenapa?” aku mencoba memeluk orang paling mulia dalam hidupku dan rasha, seseorang yang menyelamatkan hidupku dan hidup rasha, membuat kami merasa memiliki rumah dan keluarga.. ibu yang merawat kami. Ibu yang menyayangi kami seperti anak kandungnya sendiri. Aku mengerti bila sekarang beliau sedih, ibu pasti ingat rasha.. rasha yang pergi begitu saja tanpa menungguku.

“rasha.... kemana bu?” aku menggenggam tangan ibu yang gemetar karena dia masih menangis tersedu-sedu, meski sudah reda tapi getaran di tubuhnya masih ada.

“dia pergi,..” dengat sangat lembut ibu membuka suara,

“dia pergi... dia tak bisa menunggumu lebih lama lagi...” air mata ibu kembali mengalir, ada sesuata yang menusuk jantungku ketika ibu mengatakan semua itu. Mengapa dia tak bisa menungguku sedikit lagi saja, sampai hari ini.. sampai aku kembali dan membuktikan aku akan menepati janjiku dan membuat dia tak akan pernah merasakan kehilangan lagi.

“maafkan rasha fif...”

“tapi bu, rasha kemana? Mungkin afif bisa menyusulnya dan kemudian membawanya kembali ke sini bu, bu.... afif benar-benar ingin menemui rasha, afif yang harus minta maaf pada rasha karena afif terlambat datang..” aku mempererat genggaman tanganku, mencoba menyalurkan lebih banyak kehangatan pada ibu agar beliau bisa mengatakan kemana rasha sebenarnya pergi.

“Dia pergi ke tempat ayah dan ibunya...” kata-kata itu tiba-tiba saja membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat. Ini tidak mungkin... rasha....

“Dia sakit semenjak kamu pergi fif, dan entah bagaimana dia malah memilih menyerah sebelum kamu pulang... dia bilang dia lelah dan ingin menemui ibu dan ayahnya.....” ibu tak sanggup lagi berkata-kata tubuhnya semakin terguncang hebat, meski aku memeluknya aku sendiri tak bisa memberikan ketenangan padanya.. karena aku sendiri hancur, aku merasa dihempaskan ke tengah samudra dan sekarang aku merasa tak memiliki tubuhku lagi, tak memiliki jiwaku lagi.. karena separuh hatiku meninggalkanku untuk selamanya...



***

“fif, kamu punya mimpi?” rasha yang sedang bermain ayunan disampingku tiba-tiba saja bertanya serius kepadaku. Pipinya yang merah karena tadi aku cubit membuat aku semakin gemas.

“iya, afif punya mimpi... afif ingin jadi dokter, afif ingin tak ada lagi yang meninggalkan afif hanya karena penyakit bodoh yang tak bisa di sembuhkan..” bola mata rasha membulat ketika aku mengatakan itu, ah dia mungkin terlalu kecil untuk mencerna kata-kataku. Yah, anak perempuan berumur delapan tahun yang lucu seperti rasha, mungkin tak mengerti kata-kataku, anak berumur sepuluh tahun yang sudah kehilangan semua keluarganya karena penyakit bodoh yang tak pernah bisa aku mengerti.

“rasha juga punya mimpi... rasha tak ingin merasakan kehilangan lagi, tak ingin kehilangan ibu.. tak ingin kehilangan afif..”

Aku terdiam, rasha... aku lupa rasha juga pernah merasakan kehilangan yang mengerikan, kehilangan ayah dan ibu.. rasha ditinggalkan ayah dan ibu dan tak punya saudara sama sekali...

“afif janji afif gak akan pernah meninggalkan rasha, selalu bersama rasha dan selalu ada untuk rasha...” mata rasha semakin membulat, wajahnya mencerah dan senyumnya mengembang, rasha berlari-lari di taman, lalu tersenyum dari tempat yang indah dan jauh itu.



Sekarang rasha tak akan merasakan kehilangan lagi, karena afif ada di sini... meski terpisah afif akan selalu ada di sini... dan rasha harus janji untuk menunggu afif datang ke taman yang indah itu untuk kembali bersama, dan nanti untuk selamanya...



***the end***

kehilangan, perpisahan, dan ketidakbersamaan... asalkan hati masih saling terkait, maka tak perlu khawatir.... karena akan ada pertemuan yang abadi nanti.. yah, semoga akan ada pertemuan abadi di taman terindah yang kekal selamanya...



maka hanya perlu membuat diri pantas untuk masuk ketaman itu dan tak akan ada lagi kehilangan dan perpisahan...



***

Yuliana Indriani, 11 desember 2010, 09.09

Kamis, 02 Desember 2010

satu menit...

suara-suara berisik ini benar-benar mengangguku, bagaimana aku bisa berfikir tenang dalam keadaan seperti ini?
tubuhku terpaku didepan seorang wanita yang terbaring tak berdaya bersimba darah di samping sebuah sepeda motor yang sudah tak berbentuk, tubuhku kemudian bergetar hebat dan air mata mengalir deras di kedua pipiku,.
--

aku menangis sendirian, berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan ditengah hujan deras...

aku terus menangis dan berteriak meski nyatanya tak ada tanda-tanda sama sekali akan ada yang mendengarkanku tapi aku tak peduli.. harus ada seseorang yang menolong kami, harus ada! karena aku tak mau kehilangan kakakku.

'siapapun tolong selamatkan kakakku!'
aku kembali berteriak sambil menangis memeluk kakakku yang terbaring lemah dengan bersimba darah.. aku tak mau kehilangan kakakku! tak pernah mau!..
--
'siapa pun tolong selamatkan wanita ini!' tanpa sadar aku berteriak sekeras-kerasnya membuat kerumunan orang yang sibuk sendiri itu terdiam sesaat.
'paman, tolong telepon rumah sakit dan minta ambulan secepatnya..' aku menunjuk seorang paman yang berada paling dekat denganku. namun paman itu tetap terdiam, aku sempat kesal dengan sikapnya tapi mungkin dia masih terkejut.
'yah paman.. mohon bantuannya.' paman itu akhirnya mengerti dan segera mengambil handphone yang terletak di pinggangnya dan segera menghubungi rumah sakit.

aku menahan napasku sejenak, mencoba menenangkan diri, satu menit saja.. aku butuh satu menit saja untuk meyakinkan diriku.

aku kembali mendekatkan diri kearah wanita yang malang ini, dia tetap tak berdaya, ku raba denyut nadinya dan ku pastikan napasnya.

dia.. dia sudah tidak bernapas.

tidak mungkin! tadi ku lihat dia masih setengah sadar dan juga nadinya masih berdenyut meski lemah.

mungkinkah aku terlambat satu menit?

ku coba melakukan bantuan pernapasan, mencoba melakukan pertolongan pertama pada wanita ini.

'hai! apa yang kau lakukan? apa kau dokter?' salah seorang dari kerumunan itu bertanya padaku, tapi aku tak menghiraukannya aku tak punya waktu untuk menjelaskan apapun..

--
'apa kau dokter?' aku bertanya pada seseorang yang sekarang berusaha menolong kakakku, entah bagaimana dia adalah satu-satunya orang yang mendengar teriakanku dan akhirnya bersedia membantu.

'kau punya pisau dan pipet atau pena?' dia malah bertanya kepadaku.
--
'aku hanya berusaha menyelamatkanya.. maka tolong percaya padaku. tolong berikan pisau dan pipet!'

--
'tapi... apa kau yakin?' aku mencoba meyakinkan bahwa dia tidak akan salah bertindak. dia menatapku, 'percayalah, aku hanya ingin menyelamatkannya'
--
dengan hati-hati aku membuat sebuah sayatan kecil di lehernya setelah sebelumnya memastikan bahwa itu adalah tempat yang tepat, lalu dengan hati-hati ku masukan pipet itu ke sayatan yang ada di leher itu lalu perlahan ku alirkan pernapasan bantuan dari pipet itu.. 'dia harus bernapas, dia harus mendapatkan oksigen dan aku tak boleh terlambat satu menit pun'.. aku berdo'a dalam hati agar semua yang aku lakukan ini bisa menyelamatkan wanita ini.

beberapa saat, akhirnya bisa ku rasakan dia mulai bernapas.. yah dia bernapas.. dia selamat.

--
'kau menyelamatkan kakak ku.' aku duduk di samping seseorang yang ku anggap pahlawan. dia menatapku sekilas lalu tersenyum.
'aku hanya mencoba melakukan yang terbaik, tapi semuanya adalah kuasa Allah.' dia kemudian berdiri, dan mulai beranjak.
'terima kasih sudah melakukan yang terbaik..!' aku setengah berteriak berterima kasih kepadanya, dia membalikkan tubuhnya dan kembali tersenyum. 'terimakasih sudah mempercayaiku.'

--
'terima kasih sudah menyelamatkan ku.' wanita itu tersenyum ketika aku menjenguknya sore itu.

'aku hanya mencoba melakukan yang terbaik.' aku mencoba tersenyum padanya.

'hm.. yah, terima kasih sudah melakukan yang terbaik, andai kau terlambat menolongku satu menit saja maka aku tidak akan ada di sini.' dia menatapku tulus, ah dia benar-benar mengingatkanku pada seseorang, pada diriku.

'semuanya karena kuasa Allah.. dia yang telah mengatur semuanya.'

'tapi bolehkah aku bertanya bagaimana kau bisa yakin untuk menyelamatkanku dan yakin untuk melakukan pertolongan seperti itu.. apa kau dokter?'
--
'tapi apa yang membuatmu yakin untuk melakukan hal itu pada kakakku?' aku mencoba menahannya dengan pertanyaanku.

dia mengalihkan pandangannya padaku, 'aku tak boleh terlambat satu menitpun untuk menolong kakakmu bernapas... ah kau terlalu kecil untuk mengerti, maka bila kau ingin mengerti belajarlah menjadi dokter dan lakukanlah yang terbaik untuk membantu orang-orang.. dan aku pun sedang belajar.' dia mengusap kepalaku dan akhirnya benar-benar pergi.
--
'apa kau dokter?'.. dia mengulangi pertanyaanya padaku, aku tersenyum kepada wanita itu, 'aku sedang belajar.. dan aku rasa aku harus siap suatu saat nanti..'

'... yah aku harus siap, tanpa perlu menangis tanpa harus menunda satu menit pun aku harus siap melakukan yang terbaik...'

..yang diajarkan seorang teman kepada ku..

lengan kekarmu perlahan menggapai tiang halte itu,perlahan tetapi pasti kau melangkah menaiki satu persatu tangga,yah pelan..amat perlahan kau akhirnya hampir mencapai pintu halte itu. tapi kemudian deru bis terdengar lebih kencang dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan dirimu yang melambai-lambaikan tangan.

'hey! apa yang salah?ada apa ini? tidak kah kau lihat kakek tadi juga ingin menumpang? apa kau buta!' ingin sekali aku berteriak pada kondektur dan supir bis ini,walau kata-kata itu nyatanya tak keluar sama sekali dari bibirku. aku hanya diam dan tetap menatap kasihan kakek yang tertinggal di halte tadi.

pikiranku melayang pada sebuah artikel yang kubaca beberapa waktu yang lalu. sebuah sindiran tentang ketidakpedulian orang-orang jaman sekarang, disampaikan lewat kisah seorang kakek yg salah naik bis dan tak punya uang lebih. aku kembali merenungi kisah itu dan juga kejadian tadi.
ah, ini mengesalkan ketika aku harus mengakui bahwa mungkin aku mulai keracunan pola pikir orang jaman sekarang yang punya ketidakpedulian tingkat tinggi khususnya pada orang2 sekitar yang tak berdaya dan tak dikenal.

hm, artikel itu bilang harusnya kita merenung.. bagaimana kalau kakek itu adalah kakek kita? bagaimana kalau orang yg tak dipedulikan siapa pun itu adalah keluarga kita?

tapi aku tak punya..

bis berhenti di halte berikutnya, kulangkahkan kakiku keluar dari bis itu. perlahan aku berjalan menyusuri jalan setapak yang pernah aku lewati bersama sahabatku.

langkahku berhenti di depan sebuah pohon besar tempat aku pertama kali bertemu dengan sahabatku itu.

'kenapa kau sendiri disini?' aku diam ketika pertama kali dia menegur aku yg duduk sendirian.
'kau tak sedang kabur dari rumah kan? kau terlihat berantakan.' dia tanpa peduli bagaimana aku tak mengacuhkannya tetap saja menanyaiku banyak hal dan terlihat begitu peduli padaku.. aku rasa mulai saat itulah kami menjadi sahabat.

'kau harus pulang. kau punya keluarga..'
itu adalah kata-kata terakhirnya setelah mendengarkan semua ceritaku. yah..seorang berambut putih itu yg tak pernah aku kenal itu yang berhasil membuat aku pulang ke rumahku yg kacau itu.

dia.. dia bukan kakekku dan aku bahkan tak mengenalnya, tapi dia peduli padaku yg hancur saat itu.

aku mempercepat langkahku, dari kejauhan ku lihat seorang kakek terlihat letih menunggu di halte.

yah mungkin aku tak punya kakek untuk bisa membuat aku peduli,. tapi aku pernah belajar dari seorang sahabat tentang apa itu peduli..

mimpi...

aku masih menatap punggungmu, masih tidak percaya semuanya harus terjadi. kamu.. kamu tanpa menoleh sekarang sudah pergi..

entah bagaimana aku bertemu denganmu, semuanya terasa begitu mendadak. aku memang sedang memikirkanmu, tapi.. entah bagaimana kamu bisa ada dihadapanku.

tubuhku terpaku beberapa saat, mungkin terkejut atau mungkin juga aku hanya tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, bagiku ini benar-benar sulit dipercaya ketika kamu ada dihadapanku. kamu hanya diam, sedikit menunduk tanpa menatapku. untuk beberapa saat, tak ada yang terjadi.. mungkin kita bicara lewat bahasa yang lain atau mungkin kita benar-benar hanya diam.

beberapa saat berlalu dan kamu tetap dalam diam, sedangkan aku tetap bingung dengan semua ini..

semua keadaan ini membuat aku jengah, kamu hanya berdiri dihadapanku dengan kepala menunduk, dalam diam.. begitu saja. dan aku.. aku diam menatapmu yang seperti itu, ini mengesalkan! tak bisakah kamu bicara satu kata pun? setidaknya katakan lewat matamu, lewat raut wajahmu.. tapi kamu tak mengizinkan aku tahu apapun.

aku rasa ini saatnya aku pergi, meninggalkanmu dalam diam. meski ini lebih menyesakkan tapi setidaknya aku mencoba melakukan sesuatu untuk keluar dari keadaan ini.

'kita sudahi saja semuanya.. semua ini... rasanya lebih baik kalau tak seperti ini. aku pergi..'

kamu, bisa-bisanya kamu berkata seperti itu ketika langkahku melewatimu. aku berbalik, ingin rasanya mendengar kata-kata itu sambil melihatmu, mendengar semua itu sambil menatap mata itu.. karena aku tak percaya ini harus terjadi!

setidaknya izinkan aku mencari penjelasan apa maksud semua ini, kenapa harus pergi ketika masih bisa bersama?

tapi kamu.. kamu sudah pergi. dan aku hanya bisa menatap punggungmu dalam diam..

perlahan aku merasa tubuhku melayang, aku merasa ringan.. tanpa beban. apakah ini akhirnya? aku pergi ketika kamu tak ada disampingku..

cahaya putih itu tiba-tiba begitu menyilaukan. perlahan aku membuka mataku,apa ini artinya aku sudah di surga?

mataku menatap semua gambar tempat ini, langit-langit yg berwarna pink, dinding putih dengan hiasan bunga-bunga.. ini kamarku.

apa ini artinya semua yang terjadi tadi hanya mimpi? lalu apa ini pertanda kamu memang akan meninggalkan ku?

secepat kilat tanganku mencari-cari handphone, mencoba menghubungimu.. tapi kamu tak ada, kamu sudah pergi, tanpa kata.

air mataku tak terbendung, mimpi itu.. kamu.. mengapa tak katakan sesuatupun untukku?
dan semuanya berubah gelap.

Jumat, 26 November 2010

my newest hobby...

hm, ketularan nia nih,... jadi sekarang punya hobby baru deh...

ngedit foto!
masih belajar sih, karena yah,... namanya juga hobby baru. so, check it out... my first photo...


konsepnya sih gak tau kayaknya persahabatan dalam foto jaman dulu... tapi kayaknya masih hancur banget hasilnya. gak papalah namanya juga belajar ^_^

oh iya di foto ini cuma ada aku, nisa sama nia... bukan karena apa-apa sih, tapi emang cuma kita bertiga yang kemarin2 sering foto di leppy. ntar deh edit fotonya yang bareng2 sama yang lain, dan semoga nanti hasilnya bisa lebih baik.. :DD

*diedit pake photoscape... catatan: menurut aku photoscape, not bad sih.. walau masih banyak keterbatasan..

Rabu, 24 November 2010

cameo.... why not???

....bila hidup adalah sebuah episode film ataupun sepenggal kisah novel.....

selalu bermimpi untuk mejadi pemeran utama? aku kira itu hal yang wajar. lagi pula ini kehidupan ku, jadi sangat wajar kalau aku ingin menjadi pemeran utama.

yah, pemeran utama dimana semua kisah, semua kejadian dan semua hal yang terjadi hanya berfokus pada ku... ah seperti benar-benar hidup dalam sebuah dongeng, dimana aku berperan sebagai putri yang baik hati, lemah-lembut lagi cantik rupawan. tak ada cacat...! putri yang mendapatkan semua hal terbaik, semua hal yang diinginkan.. tapi bukankah itu seperti sandiwara?

bisakah aku terus membohongi diri seperti ini? apa benar aku pemeran utama?
apa benar aku sesempurna itu untu jadi pemeran utama dalam episode kehidupan yang aku jalani?

aku merenungi ini.. entah sudah berapa lama, tapi yang pasti rasanya kemarin aku sudah sampai ke titik untuk menghelakan napas dan menekan semua kekerasankepala-ku untuk mengaku sebagai pemeran utama.. sepertinya aku hanya cameo.

yah hanya cameo... sepertinya karakterku lebih cocok untuk jadi cameo. aku mencoba membandingkan diriku dengan beberapa cameo di film atau juga cerita di novel dan sepertinya cocok.

* aku selalu bermimpi mendapatkan semua hal yang didapat oleh pemeran utama, bersikap seperti pemeran utama eski terkadang cendrun memaksakan diri. (cameo banget!! karena pemeran utama tak pernah bermimpi seperti ini, dia mendapatkannya begitu saja dengan sikap dan prilakunya tanpa dibuat2..)
* aku bersikap keras kepala menganggap semua yang kulakukan itu benar dan harus menjadi yang terbaik dalam segala hal, bahkan terkadang ingin mengenyampingkan orang lain. (cameo yang cenderung antagonis! pemeran utama biasanya tidak pernah seperti ini... dia rendah hati dan tetap bersinar tanpa harus mengesampingkan siapa pun..)
* meski berusaha dan memimpikan semua yang menjadi milik pemeran utama, namun nyatanya aku tak selalu mendapatkannya, (nasib cameo banget... --__--)

yah.... sepertinya aku memang cameo...

tapi, hey.. apa yang salah dengan menjadi cameo???
sepertinya jadi seorang cameo tidak terlalu buruk. cameo.... tanpa cameo, bukankah tidak akan ada pemeran utama!? tak ada cerita yang bagus!
yah... cameo juga penting dalam cerita... dalam setiap episode film... dalam setiap penggalan kisah di dalam novel.. dalam setiap kejadian dalam kehidupan.

Tak ada salahnya menjadi cameo, bukan? bukankah banyak cameo yang baik? bukankah masih banyak cameo yang mendapatkan banyak hal terbaik dalam kisahnya...? jadi, cameo... why not?

tak mungkin semua orang menjadi pemeran utama.. karena itu artinya tak pernah ada pemeran utama. mengambil peran menjadi cameo yang baik, cameo yang membantu peran utama.. cameo yang melakukan peran kecil yang berkesan... sepertinya terdengar cukup baik. ^_^, dan mungkin terdengar lebih realistis untukku.

cameo... yah, menjadi cameo yang terbaik mungkin adalah salah satu pilihan yang tidak buruk ketimbang terus menerus memaksa menjadi pemeran utama... lagi pula cameo mungkin akan menjadi pemeran utama suatu saat, tapi tak perlu memaksakan diri, jalani saja peran ini. dan mungkin peran utamalah yang akan menemukan cameo untuk memerankannya.

bukankah sebenarnya kita memang memiliki peran masing-masing... entah menjadi cameo atau pemeran utama... tapi yang pasti melakukan hal yang terbaiklah yang paling penting. tak perlu menjadi pemeran utama bila bisa menjadi cameo terbaik.. karena memaksa menjadi pemeran utama itu sangat menyedihkan, seperti menjadi cameo terburuk yang mengambil peran antagonis..!

hm,... cameo??? why not!

asalkan menjadi cameo yang terbaik, aku rasa pilihan hidup menjadi cameo bukanlah sesuatu yang buruk ^_^

ok.... ready???

Cameo... Action!!!

Rabu, 17 November 2010

episode air panas. ^_^.

semua bermula dari perasaan menyesal karena baru pulang ke rumah sore hari, padahal kerjaan menjelang hari idul adha itu beneran menumpuk dan terpaksa harus dikerjakan oleh mama seorang. Melihat mama yang sibuk dan terlihat letih aku sedikit menyesali diri kenapa harus pergi kuliah pagi harinya., tapi bukannya marah, mama malah menyuruh aku makan telebih dahulu... thats why i always thanks Allah coz give me super mom like her ^_^.

hm.. setelah selesai makan, niatnya sih mau bantui beres-beres rumah, nyuciin semua peralatan dapur yang kotor setelah adegan masak -memasak yang sudah dilakukan oleh mama semenjak pagi hari. dengan smangat 45 aku membawa semua peralatan kotor itu termasuk satu panci penuh air panas yang baru saja selesai digunakan untuk merebus pempek.. *makanan khas palembang.

entah ada yang salah dengan indra perabaku atau aku saja yang sedang tidak konsentrasi tapi untuk sesaat aku bingung karena rasanya ada yang tidak beres dikakiku, ada perasaan tidak enak dan... akhirnya terasa sangat mengganggu. ketika aku dengan sengaja melihat ke arah kakiku... aku menjerit!! ternyata itu kaki ku dari tadi kena air panas!!!

aku panik dan langsung mecari air dingin untuk menyiram kakiku yang sudah terlihat mulai memerah , mama yang mendegar teriakan ku juga panik, mama langsung bilang agar aku harus segera menyiram kakiku dengan minyat tanah... dan Oh My.... itu sungguh menyakitkan, kakiku rasanya seperti terbakar dan aku hanya bisa menangis keras...

karena aku terus menangis dan kakiku terasa semakin panas dan pedih aku memaksakan diri masuk ke rumah dan mengambil posisi di depan kipas angin.... ah, niat mau membantu tapi malah membuat kekacauan.. --__--

tapi, semua ini mengajarkan aku banyak hal. dulu mama pernah juga terkena air panas bahkan sampai sebagian kulitnya melepuh... tapi waktu itu aku masih kecil dan sama sekali tidak mengerti apa yang mama rasakan, namun sekarang aku pun merasakanya. yah aku merasakan betapa tak enaknya rasa sakit itu, aku bahkan menangis keras padahal hanya bagian jari-jari kakiku saja yng terkena air panas.

aku masih memikirkan rasa sakit itu, betapa sesuatu hal yang sungguh aku jarang memikirkannya. aku selalu hidup tenang, tanpa banyak masalah dengan rasa sakit itu... maka kadang aku miris kalau aku tak bisa ikut merasakan rasa sakit orang-orang yang ditimpa musibah. hatiku seakan hanya diam melihat semua yang terjadi, melihat berita korban kebakaran, melihat berita TKI yang disiksa majikannya, melihat berita korban banjir dan korban gempa.. terkadang aku meraba dadaku... mengapa detaknya tak berubah, apa aku termasuk manusia yang berdarah dingin hingga tak bisa ikut merasakan kesedihan mereka? merasakan sedikit saja sakit yang mereka derita. bahkan dihari idul adha kadang aku tak bisa merasakan semangat berkurban yang berdasarka rasa simpati dan kasih sayang pada saudara yang lebih membutuhkan dan memiliki lebih banyak rasa sakit dalam hidupnya.

yah, meski orang melihat aku seperti orang yang lembut... tapi kadang hatiku tak selembut itu, aku bahkan tak tahu bagaimana perasaan simpati itu sebenarnya, perasaan untuk memeluk seseorang ketika mereka mendapat masalah, perasaan ikut bersedih dan menangis, perasaan ingin meringankan beban orang lain.. entah sudah berapa lama aku tidak memiliki perasaan seperti itu. mungkinkah seft-minded telah mengubah hatiku menjadi demikian dingin terhadap perasaan orang lain?

ah... apa mungkin hidupku yang membosankan inilah yang menyebabkan semua itu.. aku hidup terlalu bahagia sepertinya, hidup dengan keluarga yang utuh dan penuh kasih sayang, meski mamaku sudah lebih dahulu ke surga tapi disisiku masih ada mama yang selalu menjaga dan menyayangiku, aku juga tak pernah ditimpa musibah yang besar, atau juga pengalaman traumatis yang menyakitkan.. lingkunganku terjaga, teman-temanku semuanya baik-baik, dan yang paling penting.... hidupku mungkin terlalu sempurna.

entah, apa aku ini berlebihan atau tidak, tapi aku pernah bermimpi menghabiskan sisa hidupku dirumah sakit. jujur bukan hanya karena aku tak pandai bersyukur, atau aku terlalu sombong karena hidupku yang sempurna ini.. aku hanya ingin merasakan hal-hal yang tak pernah aku rasakan. merasakan bagaimana rasa sakit itu, merasakan bagaimana rasa simpati itu, bagaimana cinta orang-orang yang takut kehilangan kita... ah, mungkin ini sangat kekanak-kanakan tapi aku masih tetap bermimpi seperti itu.

tapi mungkin lagi-lagi aku melupakan satu hal yang lebih penting dari semua itu, yah... ku melupakan banyak sekali nikmat Allah yang telah dianugerahkannya padaku hinga hidupku bisa sedemikian mudah, Allah lah yang maha tahu tentang diriku. Jika ku pikirkan lagi semuanya, aku bahkan mangis keras hanya untuk rasa sakit yang sedikit. Bagaimana Allah akan megujiku dengan rasa sakit yang lebih besar? Allah lebih mengetahui kemampuanku, dan... Allah maha bijaksana. maka mungkin sebaiknya aku tak mengeluh lagi tentan hidupku yang mudah dan sempurna ini..

akhirnya, aku memandangi kakiku yang masih memerah.. dan sekarang malah sedikit bergelembung-gelembung lucu... hm, betapa ini adalah nikmat yang dianugerahkan Allah kepadaku agar aku bisa merenungi diri seperti kali ini,...

terimakasih untuk air panas yang menyentuh kakiku dan juga menyetuh pikiranku ^_^

Happy Idul Adha... semoga lebih semangat berkurban agar hatiku menjadi lebih hangat dan mungkin lebih bisa merasakan.. ^_^

Sabtu, 13 November 2010

Mianhae (my first 2nd POV)

SuntingMianhae (mencoba menulis second point of view)oleh Yuliana Indriani pada 13 November 2010 jam 21:20

Suara detak jantungmu yang berdetak tak karuan itu terasa membahana di seluruh ruangan ini, entah apa wanita itu mendengarnya atau tidak tapi suara detak jantung itu semakin kencang, sepertinya hatimu benar-benar tidak tenang.



Berkali-kali kamu mencoba mlirik ke arahnya, mencoba memastikan keadaan agar kamu bisa merasa sedikit nyaman dengan semua yang terjadi. Tapi, semakin kamu mencoba bagimu keadaan menjadi lebih sulit.



Dia sedang berbicara di telephone dan kamu jelas sekali mendengar setiap kata yang dia bicarakan, hatimu sepertinya semakin tak karuan, andai waktu bisa kamu kendalikan mungkin kamu sudah memutar ulang waktu ke masa dimana semua ini belum terjadi, tapi kamu tetap harus sadar kalau semua itu tidaklah mungkin.



Kali ini detak jam yang menganggumu, suasana yang terlalu senyap ini terasa sedikit memperesuit keadaan. Kamu mecoba mengacak-acak rambutmu seakan keadaan akan membaik hanya karena rambutmu berantakan atau sekedar bisa membuatnya mengalihkan perhatiannya padamu agar kamu bisa bicara.



Kamu berharap bibirmu bisa bicara, walau satu kata saja kamu ingin kamu punya kekuatan untuk megatakannya.


"Mengapa mengatakan satu kata ini begitu sulit, bahkan aku tak bisa memaksa diriku untuk sekedar membuka bibirku.." kamu terlihat putus asa, terlihat frustasi dengan keadaan yang semakin jengah.


Matamu menatap diam-diam kembali perempuan yang masih duduk diam di tempatnya itu, "hm.. kamu benar-benar keras kepala dan hanya ingin aku yang memperbaiki keadaan.Tapi tahukan kamu kalau ini begitu sulit." kamu mencoba menyampaikan apa yang ada di hatimu tanpa membuka bibirmu dan mengeluarkan suara sama sekali, bagaimana bisa perempuan itu mendengarnya?


Satu kata, bukankah harusnya itu sangat mudah bagimu untuk melakukannya. "Ayolah, tidak sampai beberapa detik, tidak sampai satu menit.. lakukanlah, seprti seseorang yang berjiwa besar." kamu mecoba berbisik pada hatimu sendiri, mencoba meyakinkan pikiranmu bahwa ini tidaklah sulit. Tapi nyatanya kamu hanya bisa tertunduk lemah menyesali dirimu.




Detik demi detik yang meningalkanmu semakin membuat hatimu resah, berkali-kali kamu mencoba menggerakan hatimu untuk berani, tapi berkali-kali juga kamu akan mundur satu langkah. Betapa kamu semakin menyesali dirimu sendiri dengan rasa takut yang selalu membuatmu lemah.



"ku hidup dengan siapa... ku tak tahu kau siapa..." dia bernyanyi, kamu paham benar apa maksud nyanyian itu, apa maksud sikap itu. Kamu bahkan benar-benar mengerti bahwa kamu hanya punya satu cara untuk membuat semuanya menjadi lebih baik, tapi rasa takutmu itu membelenggumu.

Kamu menoba mengalihan perhatian dengan cara yang unik, mencoba mencari sesuatu yang kamu tidak tahu itu, tapi nyatanya hatimu menuntunmu.. sebuah lirik lagu yang kamu cari sebagai pengalih perhatian itu bahkan menjawab dengan jelas sesuatu yang amat sulit kamu ungkapkan itu.



"Mianhae..." lirik laguyang kamu sukai itu jusru memiliki arti lebih bagi dirimu saat ini, walau berbeda bahasa tapi artinya tetap sama. Kali ini, hatimu memaksamu, benar-benar memaksa untuk mengatakannya, sau kata saja.. kata ini saja.

Tapi keadaan semakin sulit ketika kamu melihat dia tetap baik-baik saja tanpa perlu kamu mengatakan kata itu. Dia tetap bisa tertawa, tetap bisa berbicara tanpa kamu perlu mengungkapkannya.. tapi hatimu berkata lain, mungkinkah dia hanya menunggu kamu mengataknnya.



Langkahmu terlihat ragu, namun akhirnya kamu sampai di hadapannya. Kamu menatap matanya yang terlihat sendu, tapi dia masih berbicara, soalah kamu tak ada disana.. kamu menghelakan napas, mencoba mengatur emosi yang mugkin akan mempengaruhi semuaya, mempengaruhi sikap dan keadaan nantinya,tapi entahlah... kamu tetap sulit untuk mengatakan satu kata itu meski kamu mencoba.



"Mianhae" kata itu akhirnya keluar dari bibirmu, meski dengan sagat samar, meski dengan sangat lemah tapi kamu berhasil mengatakan satu kata itu. Tapi seseorang dihadapanmu itu menatapmu tak mengerti, kamu menyesali diri karena berharap dia bisa mengerti arti kata itu begitu saja tanpa petunjuk apapun. Kamu berhenti bertengkar dengan dirimu sendiri tentang satu kata yang lebih sederhana ini, hanya kata sederhana yang begitu sulit untuk dikatakan bila egomu masih brtengkar dengan hatimu.Tapi inilah saatnya... berhenti memperburuk keadaan, kamu harus menyelesaikannya, kamu harus memperbaiki segalanya. Maka untuk itulah kamu disini, menatap tulus ke arah dua bola mata dihadapanmu, mencoa mencari arti dari tatapan itu, mencoba mengatakan kalau kamu tuluskali ini..



"Maaf" dan kata sederhana itu akhirnya dengan mulus keluar dengan suara lembut dari kedua bibirmu. Sebuah kata yang bisa membuat hatimu menjadi lega hingga ribuan ton rasa bahagia bisa memasuiya. Yah, hanya satu kata itu yang kemudan membuat keadaamu lebih baik. Jadi berhentilah berhayal dan lakukanlah, kamu hanya perlu mengatakannya sebuah kata maaf, dan kamu akan mnyadari bahwa benar semuanya segera membaik dan kembali seperti biasa dan hatimu menjadi bersih dan tenang, dan hatinya pun menjadi tenang.. hatimu dan sahabatmu terbaikmu.

"Mianhae..."

Rabu, 10 November 2010

ada dan selamanya (sahabat)



Ada dan selamanya..



..”tak ada sahabat selamanya...”...

Aku masih menenggelamkan wajahku dalam, mencoba menekan semua perasaan sedih dan kecewa yang mulai menyiksaku. Pipiku basah, napasku tak teratur, tapi yang lebih parah adalah aku merasakan ada yang sakit didiriku. Yah, hatiku sakit. Ada gemuruh besar yang mengguncang semua pertahananku dan entah bagaimana mengatakannya, ini benar-benar menyakitkan..

Bulir-bulir air mata itu masih mengalir membetuk aliran yang semakin deras di kedua pipiku, ini benar-benar tak pernah aku harapkan, kali ini mataku semakin pedih. Aku ingin mengakhiri rasa yang menyakitkan ini, tapi sakit di hati ini benar-benar membuat aku tidak berdaya. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Bagaimana bisa aku kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupku? Dan bagaimana bisa aku bertahan?

“huh... lagi-lagi ada yang menangis di sini? Apa tak ada tempat yang benar-benar damai di bumi ini?..” kata-kata yang terdengar penuh ejekan itu tiba-tiba saja mengagetkanku.

Aku menoleh ke arah suara itu, masih dengan mata yang merah dan aliran air mata yang belum sempat aku hapus. Aku pikir tak kan ada orang di tempat ini.. tapi, dia..

“sudah menangisnya anak kecil? Aku yakin ini pasti hanya masalah sepele. Aku heran kenapa orang mudah sekali menangis hanya karena hal sepele..” kali ini kata-katanya itu terdengar seperti pertanyaan sinis.

Aku diam, memandang tajam ke arah seseorang yang menyebalkan ini. Dia benar-benar menyebalkan, dalam keadaan bagaimanapun harusnya orang akan prihatin atau bahkan merasa iba kalau ada yang menangis, paling jahat juga cuma akan pura-pura tidak peduli. Tapi dia... huh!

“kau memang anak kecil, sudah hapus air matamu dan pergi dari sini. Menatapku seperti itu? Huh, kau kira aku akan kasihan padamu? Pergilah, aku benci orang menangis dihadapanku.” Kata-katanya itu membuat aku benar-benar tak bisa menahan emosiku. Dia menganggu singa yang sedang terluka, itu kesalahan besar!

“Hey! Kau kira kau siapa? Orang dewasa? Kau sendiri hanya seorang bocah laki-laki sok dewasa yang menyebalkan!!” aku berteriak dihadapannya , menatap tajam matanya dengan penuh kemarahan.

“hh... terserah kau saja, aku tak suka berdebat dengan anak perempuan kecil yang cengeng dan menyebalkan. Kalau kau masih mau di sini, terserah. Aku sudah malas, kau bisa si sini sampai kapanpun.” Dia beranjak pergi dari taman ini, dengan caranya yang angkuh dan menyebalkan. Aku benci dia.

***

Aku sedang berjalan dengan lemas menuju rumahku, perlahan ku alihkan pandanganku ke sebuah rumah yang ada persis di hadapanku, aku tak tahu apa itu tapi yang pasti hatiku rasanya dihujam dengan sebuah paku besar yang benar-benar membuat aku tak mampu bertahan lebih lama untuk berdiri. Aku berlari sekuat yang ku bisa meski ku tahu aku tak bisa mengubah semuanya dengan hanya berlari masuk ke rumahku.. karena ku tahu setelah ini aku hanya akan sendirian.

“kamu?...” aku baru saja mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah ketika aku menemukan dirinya sedang duduk di ruang tamu. Dia hanya tersenyum kepadaku.

“iya, maaf yah yang kemarin. Gak seharusnya aku berkata kasar ke kamu.” Dia masih tersenyum kepadaku. Bagaimana bisa dia melakukan semua ini?

“aku tahu kamu masih marah, tapi maaf aku tetap tak bisa mengubah semuanya. Maaf, aku tetap harus pergi. Aku harap kamu gak marah lagi, karena bagiku kamu adalah teman terbaik.. sahabat selamanya.” Kali ini aku merasa senyumnya itu tak berarti apa-apa. Aku tak mau mendengar lebih banyak lagi tentang semua ini, maka aku hanya bisa berlari menuju kamarku dan mengunci diri di sana.

“ kamu.. bagaimana bisa kamu bilang kalau kamu gak akan selamanya bersamaku? Bagaimana bisa kamu pergi begitu saja? Kamu bilang kita sahabat.. tapi bagaimana bisa kamu seperti itu? Kamu gak mau berteman denganku lagi.. kamu cape dengan semua persahabatan kita. Dan sekarang, kamu bilang kamu harus pergi. Sahabat macam apa itu?”

Aku menangis sejadi-jadinya, aku tetap tak pernah bisa menerima semua ini terjadi. Ares menginggalkanku begitu saja? Aku tidak bisa percaya. Dia yang selalu bersamaku semenjak kelas 1 SMP, sekarang dia mau pergi begitu saja ketika baru saja lulus SMP, oh ini begitu menyakitkan. Mimpi kita masih panjang, kita bermimpi untuk selalu bersama sampai kapanpun, SMA di sekolah yang sama lalu lulus dan kuliah juga di fakultas serta universitas yang sama. Bahkan bekerja nanti pun kita tetap ingin bersama. Lalu kenapa sekarang dia memilih pergi?

“cha.., dengerin aku dulu..” ares bicara dari balik pintu kamarku, suaranya seperti menyesal. Tapi percuma kalau dia masih berniat pergi.

“cha, kamu harus ngerti. Kadang kita memang tak bisa selalu bersama. Dan kali ini, mungkin memang kita harus berpisah.. tapi kamu tetap sahabatku selamanya.” Kali ini ku dengar suaranya sedikit melemah, entah karena dia juga merasa sedih atau memang dia sudah akan pergi.

“kamu sendiri yang bilang res, kalau sahabat gak akan ninggalin sahabatnya. Kamu pembohong!” aku hanya bisa melampiaskan semua yang aku rasakan hanya dengan cara ini berteriak sekuat yang ku bisa. aku benar-benar benci merasakannya, kecewa, sedih, marah.. aku benci ares!

“cha... mengertilah. Maafin aku. Aku harus pergi, jaga diri yah cha. Jangan nangis lagi, semoga nanti aku bisa main ke sini lagi. Maaf cha..” ares sepertinya sudah menyerah sekarang, yah dia menyerah dan meninggalkanku. Tapi jika benar harus berpisah, apa harus berakhir seperti ini? Aku berlari menuju pintu, membuka kunci pintu kamarku dan berlari keluar untuk menemui ares, setidaknya aku ingin ada salam perpisahan yang dapat aku kenang.

“cha, maaf...” aku hanya diam menatap ares, walau aku ingin sekali bicara banyak hal tapi kali ini aku ingin diam, aku hanya ingin melihatnya lebih lama.. mencoba menyimpan semua kenangan dan juga gambar dirinya dalam hatiku sebagai sahabat terbaikku.

Dan dia pergi, yah pergi begitu saja meninggalkan aku.. sahabatnya. Mungkin ini saatnya aku percaya bahwa tak ada sahabat selamanya yang akan selalu bersamaku.

***

Aku berjalan perlahan menuju belakang sekolahku, yah ini sekolah baruku. Sebuah SMA dimana aku tinggal sendiri... tanpa Ares. Kaki ku terus melangkah, tadi aku sempat melihat halaman belakang sekolah dari jendela kelas, halaman yang sepi dan tenang. Aku rasa ini akan menjadi tempat yang menyenangkan, terutama jika aku hanya ingin sendiri menatap awan. Aku duduk di rumput, dibawah sebuah pohon yang cukup rindang, mataku memandang lurus ke arah awan yang terlihat indah itu, sesaat aku merasa ares masih ada di sampingku mencoba mengangguku dan melakukan banyak ke konyolan dihadapanku.

“mau nangis lagi anak kecil?” suara itu... aku mengarahkan pandanganku ke arah belakangku, seseorang yang menyebalkan itu ternyata sedang duduk dengan santai bersender ke pohon yang juga jadi tempat aku berteduh. Sejak kapan dia ada di situ?

“lagi-lagi menatapku seperti itu. Dasar anak kecil..” dia terlihat acuh dan kemudian sibuk dengan ipone-nya.

“hhuh!.” Aku tidak habis pikir ada orang seperti ini di dunia. Dia harusnya ada di planet lain.. dasar Alien!

“hey, kalau kau hanya mau menatapku seperti itu lebih baik kau pergi dari sini. Itu sungguh mengangguku. Tadinya ku kira anak kecil sepertimu hanya mau menangis sendirian lagi di sini, tapi kalau kau sudah mengangguku seperti ini lebih baik kau pergi..” dia, berkata dengan sangat cuek bahkan tanpa menatapku seperti itu, dia pikir dia siapa?!

“kamu pikir dirimu siapa? Pemilik tempat ini? Seenaknya saja mengusir orang!!” aku sedikit berteriak kepadanya, gayanya yang seenaknya dan seperti orang gila mengayun-ayunkan tangan sambil menikmati musik dari iponenya itu sungguh membuatku kesal.

“hah? Apa aku butuh alasan untuk mengusirmu? Kau sendiri yang harusnya tahu diri. Aku sudah dari tadi ada di sini, dan kau tiba-tiba datang mengusik pemandanganku serta menatapku seperti itu. Sekarang kau bilang aku tak berhak mengusirmu? Dasar anak kecil!.”

“berhenti memanggilku anak kecil, aku punya nama!”

“oh ya?? Siapa? Anak kecil....” dengan penekanan di kata ‘anak kecil’, aku merasa dia benar-benar orang yang menyebalkan. Aku rasanya ingin menyumpal mulutnya dengan daun-daun kering ini.

Aku diam, lalu dengan keyakinan melangkahkan kakiku melewatinya. Aku pergi dari tempat itu, percuma memperpanjang masalah dengan orang yang menyebalkan ini. Kalau aku bertahan lebih lama, mungkin dia yang akan pergi dan menertawakan aku seperti kemarin sebagai anak kecil. Aku tak ingin dia menganggapku seperti anak kecil.

***

“elang? Jadi namanya elang? Hm.. senior yang paling terkenal karena sikapnya yang seenaknya dan juga karena nilainya yang benar-benar hancur.” Aku bergumam dalam hati ketika teman-temanku, sesama anak baru di SMA ini, sibuk membicarkan anak laki-laki menyebalkan yang sedang di hukum di lapangan upacara itu karena ketahuan membolos. Aku heran dengan teman-temanku ini, padahal mereka tahu elang bukan anak yang baik, rajin membolos, seenaknya dan juga tak punya rekor bagus di pelajaran, tapi masih saja mereka membicarakan dengan heboh orang seperti itu. Mereka bilang dia itu keren? Huh! Apanya yang keren? Tunggu sampai mereka melihat ares, aku yakin mereka tak bisa berhenti bicara sedetik pun.

Aku kembali duduk berteduh di bawah pohon di halaman belakang sekolah, mencoba untuk menenangkan diri. Yah.. aku merindukan ares. Apa yang sedang dia lakukan di sana yah? kenapa dia belum mengabariku? Terakhir minggu lalu dia menelponku semalaman untuk mengeluhkan sekolahnya dan teman-teman barunya. Tapi semenjak itu tak ada lagi kabar, apa sekarang dia sudah punya sahabat yang lain?

“eh anak kecil, sudah nongkrong aja di sini. Kali ini beneran gak niat nangis kan?” lagi-lagi suara itu... apa yang dia lakukan? Bukankah beberapa saat yang lalu dia masih di hukum?

“hey, sudah berapa kali ku bilang jangan menatapku seperti itu! Ini tempatku, sudah satu tahun aku selalu ke sini, jadi jangan harap aku akan merelakan tempat ini jadi tempatmu, apa lagi kalau hanya digunakan untuk menangis.” Dia tersenyum mengejek kepadaku, sungguh benar-benar gila kalau aku masih bisa bertahan di sini.

“baguslah kalau kau berniat pergi. tempat ini akan kembali tenang tanpa kehadiranmu di sini.” Mendengarkannya telingaku rasanya sakit, tidak bisakah dia diam saja. Tapi dibilang seperti itu entah mengapa aku tak rela, lagi pula harus ada yang menghentikan dia berbuat seenaknya seperti ini. Maka aku kembali duduk di tempatku. Anehnya dia diam sekarang, mungkin sudah kehabisan kata-kata untuk mengejekku. Yah dia sudah tidak punya alasan.

Aku kembali menatap awan, dan entah apa yang dikerjakan elang yang menyebalkan itu yang pasti sekarang suasananya tenang. Bel tanda istirahat terdengar dari kejauhan, ini saatnya kembali ke kelas, aku membersihkan seragamku dari rumput dan dedaunan kering. Aku baru saja berniat melangkah menuju kelasku ketika ku dapati sosok yang menyebalkan itu sedang tertidur dengan damai, hm.. kalau dia diam seperti ini dia jadi terlihat berbeda. Ide jahilku muncul seketika, entah karena aku masih kesal atau malah sedikit merasa nyaman karena melihatnya yang begitu berbeda aku langsung mengambil setumpuk daun kering lalu dengan tiba-tiba ku jatuhkan di wajahnya

“bangun!! Masuk kelas woyyy!” lalu secepat kilat aku kabur, ku lihat di belakang dia sedang marah-marah sendiri membersihkan rambut dan seragamnya dari daun-daun kering yang tadi aku jatuhkan.. rasakan!

***

Aku sedang di kamarku dengan handphone di telingaku, yah... ini ares, dia sedang menelponku dan menceritakan sekolah barunya yang menyebalkan dengan segala tugas yang menyebabkan dia tak punya banyak waktu luang, tapi demi mendengar ceritaku... dia menelpon, ares masih yang terbaik.

“jadi gimana cha di sekolah barumu yang baru? Seru yah..?”

“gak asik.” Aku hanya menjawab pendek, yah memang kenyataanya kesan yang aku dapat dari sekolah baruku hanya itu, ‘gak asik’.

“loh kok gitu, yah.. harusnya kamu ke sini aja kalau di sana gak asik.”

“heh, mana punya uang aku nyusulin kamu ke amerika!”

“yah...” ares terdegar sangat kecewa. Yah aku juga kecewa dengan hal ini, hanya karena keluarga kita berbeda kita jadi terpisah begini. Ayah ares benar-benar ingin ares mendapatkan pendidikan terbaik untuk mempersiapkannya sebagai pewaris perusahaannya, dan aku.. yah aku cukup kuliah di sini saja agar tak terlalu memberatkan orang tuaku. Dan jadilah aku hanya bisa mengutuki perbedaan yang memaksa kami terpisah.

“eh, tapi di sini ada yang lebih nyebelin dari pada kamu res. Bener-bener bikin aku kesel setengah mampus deh tuh orang, masa iya dia selalu manggil aku ‘anak kecil’, apaan coba?.. trus..”

“wait... tunggu dulu cha, aku nyebelin??” dia terdengar sangat tidak yakin dengan apa yang dia dengar. Hey, kau kira dirimu bergitu sempurna?? Dasar ares!

“hehehe, dikit res.. tapi yang ini suer deh aku rasanya bisa gila kalau tersu-terusan ketemu dia.”

“lah, masa dia berani sama cha-cha yang ban hitam?”

“yeay.. mana dia tahu aku ban hitam, masa iya aku pake tulisan ‘awas ban hitam’ dijidat sih res? Ada-ada aja, dikira herder ntar.”

“hahhahaha beneran jadi kangen kamu deh cha.”

“halah... bisanya cuma ngomong doang. Kalau kangen yah pulang dong ke sini!”

“belum bisa, maaf cha.... Eh, lanjut lagi tuh cerita orang nyebelin yang lebih nyebelin dari aku itu..” aku diam sejenak, ternyata kita memang terpisah jauh, dan entah kapan kamu baru akan pulang ke sini.

“cha...”

“oh iya res, namanya itu elang.. dia itu senior yang gak banget. Kerjaannya bolos mulu, seenaknya aja ngomong dan bersikap dan aku dengar sih dia hampir aja gak naik tahun lalu.”

“elang? Kamu sekolah di SMA yang waktu itu kita janjian daftar bareng kan?”

“he.. eh. Kenapa res?”

“oh, gak. Cuma sepertinya aku tahu dia.”

“serius res? Kok bisa sih kamu kenal sama orang yang kayak gitu?”

Dan akhirnya aku tahu semua tentang elang.. hm, ternyata dia berbeda. Yah berbeda.. dan aku rasa ares benar, dia mungkin tidak seburuk yang aku kira. Dari cerita ares sih, elang memang punya sesuatu yang spesial..

***

Bel istrirahat baru saja berbunyi beberapa saat yang lalu, aku kembali melangkahkan kakiku menuju halaman belakang sekolah. Entah kenapa walau disana mungkin akan ada elang lagi, aku tetap ingin ke sana. Hanya di sana aku bisa kembali merasa tenang dan bisa melihat awan.

“hm.. anak kecil sudah datang. Yah.. mari kita saksikan dia akan menatap awan dan dengan matanya yang bersinar-sinar itu mungkin kali ini dia akan menangis lagi di sini.” Elang ternyata sudah duduk dengan nyaman di bawah pohon itu ketika aku mengambil tempat jauh di depannya. Sepertinya dia masih kesal karena kejadian kemarin.

“huh.. yah setidaknya aku masih lebih baik ketimbang elang yang justru selalu takut ruang sempit.” Dia terlihat kaget mendengar kata-kataku, aku berhasil kali ini! Thanks ares!

“dari mana kau tahu tentang hal itu?” tanya elang yang sepertinya tak bisa menebak dari mana aku tahu hal ini. Yah ares sendiri bilang, kalau elang adalah tipe orang yang tertutup, tak banyak yang orang tahu tentang dirinya.

“hm.. apa yang tidak aku tahu? Kau pasti terkejut anak kecil ini ternyata tahu banyak hal.” Kali ini aku ingin membalas semua keangkuhannnya yang menyebalkan itu.

“anak kecil, sejak kapan kau belajar lebih berani.. bukankah biasanya kau hanya bisa menangis?” elang.. kau salah besar jika meremehkanku kali ini.

“hahaha, masih mengira aku anak kecil biasa. Dasar elang, BIG MAN, aku bahkan tahu kalau kau takut ketinggian! Pantas saja kau tak bisa memanjat pagar sekolah ini untuk kabur jika membolos.”

Kali ini ku lihat wajahnya merah padam, dia pasti benar-benar tidak menyangka aku tahu phobia-phobia yang tak terlihat dari sikapnya yang cuek itu, tapi inilah kenyataannya.. aku tahu semua itu.

“anak kecil....” sepertinya dia geram dengan sikapku, harusnya dia mengerti betapa tidak enaknya diperlakukan seperti itu.

“aku bukan anak kecil, jadi berhentilah memanggilku anak kecil. Aku punya naman, cha-cha.. dan kau harus berhenti memanggilku seenaknya seerti itu.”

Dia menatapku begitu saja, lalu pergi.. yah aku kira elang sudah mengetahui kalau aku bukan anak kecil biasa seperti yang dia kira, dan semoga dia berhenti memanggilku anak kecil.

***

Awan sedang terlihat indah hari ini, aku kembali duduk di tempat biasa, di bawah pohon, di halaman belakang sekolah.. elang? Hah dia pemalas sekali, siang-siang begini dia bisa dengan santainya tidur di sini. Bagaimana kalau guru menemukannya, dasar bodoh. Dia pasti akan kena hukum lagi.

“hey PRSPT! Bangun... kau tak bisa lihat awan seindah itu? Kau malah memilih tidur!”

Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, mungkin sedikit kaget dengan teriakanku. Lalu beberapa detik kemudian dia mengacak-acak rambutnya dan duduk di sampingku.

“hey anak kecil! Apa maksudmu PRSTUV itu tadi.. kau belajar mengeja?” orang ini.. baru saja bangun tidur sudah membuat kesal, kalau tak ingat kata-kata ares mungkin sudah ku bantai.

“PRSPT!”

“iya apalah itu.. kau mencoba mengeja namaku? Namaku itu E.L.A.N.G!”

“garing dodol! P.R.S.P.T itu... Penakut Ruang Sempit Penakut keTingian.” Lalu ku julurkan lidahku padanya. Dia mengacak-acak rambutnya, mungkin dia kira aku sudah melupakan semua yang aku tahu.. huh mana mungkin!

“berhenti mengumumkan pada dunia tentang phobiaku! Dasar anak kecil.!” Dia terlihat kesal, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur tahu semuanya.

“fine, asal kau juga berhenti memanggilku ‘anak kecil’. Ok?” dia terlihat ragu. Tapi kemudian,

“okay cha-cha..” aku tersenyum puas.

Dan begitulah... kami kemudian menjadi teman, yah ares benar dia tak seburuk yang aku kira.. dia spesial.

***

Elang sedang duduk di sampingku, masih menikmati alunan musik dari iponenya. Ku lirik dia sekilas, dia masih terlalu asik dengan dunianya sendiri. Ku tarik salah satu earphonenya.

“hei.. ada apaan sih cha? Lagi chorus-nya nih..”

“aku mau nanya lang, kenapa sih kamu selalu seenaknya? Sekolah kamu gak kamu urusin sama sekali, kamu Cuma malsa-malasan gini, belum lagi sikap kamu ke orang-orang. Kenapa sih? Gak mungkin kan gak ada sebabnya.” Dia masih terlihat cuek.

“elang!!” aku sedikit berteriak di sampingnya.

“iye.. apaan sih nanya gituan. Gak penting banget.”

“serius itu kenapa? Padahal kata kamu kamu tuh gak bodoh.” Aku sengaja mengingatkannya pada kata-katanya sendiri tentang dirinya bahwa nilai jebloknya itu bukan karena dia bodoh.

“karena aku gak suka, itu aja.”

“hah? Kok bisa? Kalau kamu gak suka, ngapain kamu masih sekoalh disini lang?” aku tetap tak percaya, walau sudah tahu semua ceritanya dari ares aku tetap tak percaya elang benar-benar melakukannya hanya karena dia gak suka.

“bukan tempatnya yang disini yang gak aku suka, tapi aku gak suka ada di kelas seperti di sini, kau tahu.. aku lebih tertarik pada seni, pada alam dan pada kebebasa. Tapi sekolah disini benar-benar membosankan, semuanya diatur.. disiplin, nilai-nilai, aku lelah dengan semua hal yang menurutku tidak terlalu penting ini. Nilai bukan hanya soal kemampuan kau menjawab soal cha, tapi nilai harusnya ketika kau berhasil menyelesaikan sebuah persoalan.”

“hah?” aku sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran elang yang aneh ini. Dia menundukkan kepalanya, sepertinya sedikit menyesali diri.

“makanya aku gak mau cerita sama anak kecil.. kau belum ngerti apa-apa, nak.” Sedetik kemudian elang berdiri dari tempat duduknya.

“mau kemana lang, ih main tinggal.. katanya temenan?”

“mau ke kelas... ada kelas kesenian.” Dia tersenyum ke arahku.. yah hanya dengan kelas kesenian dia bisa begitu senang dan bersemangat masuk ke kelas.

...Aku gak tahu apa ini benar... tapi rasanya ares benar, kamu berbeda tidak sebeuruk yang aku kira pertama kali dan berteman denganmu mungkin menyenangkan...

***

Aku datang ke halaman belakang dengan wajah yang di tekuk-tekuk. Yah aku sedang kesal kali ini, gosip itu benar-benar mengangguku. Bagaimana mungkin aku dan elang... dasar anak-anak kurang kerjaan!

“woy cha.. itu muka kenapa? Kusut amat, mau disetrika?” bagaimana bisa dia masih becanda seperti ini. Dasar elang, yah aku lupa dia cuek setengah mati. Mana peduli dia hal beginian.

“gosip tentang kita, gak kesel?”

“hah? Kau ini.. katanya bukan anak kecil lagi, tapi hal sepele gitu aja udah dibikin pusing. Dasar cha-cha.” dia terlihat santai dan dengan santai menyuruhku duduk di sampingnya.

“iya tapi kan, tetep aja ganggu. Annoying banget sih. Bahkan temen-temen deketku pada ngeselin semua. Mereka malah bilang yang macem-macem tentang aku. padahal mereka teman, bisa-bisanya teman seperti itu.”

“hey, jangan nangis gara-gara ginian. Gak mutu banget deh cha.” Dia terlihat memperhatikan ekspresi wajahku yang masih terlihat sangat kesal.

“siapa juga yang mau nangis? Cuma... ah, aku cuma kecewa aja sama semuanya, mereka sekarang sudah tak seperti teman. Lalu harus gimana?”

“cuekin aja.”

“yey! Situ sih enak bisa cuek. Lah aku... mana bisa.”

“denegrin aku deh cha, kalau memang mereka begitu yah udah gak usah peduliin mereka dan hapus semua ingatan tentang yang mereka omongin tentang kamu.”

Aku diam sesaat, yah mau bagaimana lagi. Elang benar, percuma juga aku bersih keras kesal dan marah-marah sendiri, mending juga dicuekin.

“yah udah.. aku ada kerjaan, dah cha-cha..”

Dia pergi. yah sepertinya ada yang sedang dia kerjakan entah apa itu.. semoga saja sesuatu yang baik, sesuatu yang bisa membuat dia bahagia menjalaninya.

***

Aku lihat di pengumuman... ada kabar gembira. Elang juara! Yah dia.. walau bukan juara kelas, dia hebat! dia juara lomba menulis lagu. Dan itu tingkat nasional!

Aku mencoba menemuinya di halaman belakang sekolah, tapi dia tidak ada.. aku bingung kemana lagi dia kalau bukan di sini?.. hm, kelas seni.

Aku melangkahkan kakiku menuju ruang seni, ku lihat banyak siswa sedang menyalami elang karena keberhasilannya. Aku hanya melihatnya dari jauh... yah mungkin ini masih saatnya dia bersama yang lain karena keberhasilannya atas sesuatu yang memang bisa membuat dia bahagia, sesuatu yang dia sukai.

Aku kembali ke halaman belakang, menunggunya.. yah mengunggu hanya untuk menyampaikan selamat padanya, tapi kenyataannya dia tak pernah datang. Bahkan sampai selanjutnya.

“entah apa salahku.. dia pergi begitu saja. Lagi-lagi aku kehilangan orang yang paling dekat denganku.. tapi kali ini lebih menyakitkan, tanpa kata..”

***

Aku bukan tak berusaha mencarinya, aku bertanya pada teman-temannya, pada guru-guru tapi yang aku dapat hanya keterangan dia sudah pindah sekolah.

Ini menyakitkan, kau tahu... ini benar-benar menyakitkan. Ketika aku sudah mulai percaya bahwa akan ada sahabat yang selamanya akan bersamaku dan sekarang dia pergi. Lebih menyakitkan lagi kali ini, karena aku pernah menceritakan semua yang aku rasakan termasuk aku benci ketika ditinggalkan.. terutama oleh orang yang paling dekat denganku, sahabatku. Tapi kenyataanya dia sendiri yang melakukannya, aku tidak percaya!

Ares menghubungiku ketika sudah beberapa kali aku menghubunginya tetapi tak pernah bisa, aku menceritakan semua yang terjadi. Dia diam.. mungkin kaget, tapi harusnya dia tahu lebih banyak hal dibandingkan aku.. karena elang adalah kakaknya.

“Cha..” suara itu. Itu elang... jadi dia ke amerika juga? Oh hebat sekali dua orang kakak beradik ini. Aku baru saja ingin menutup telpon itu ketika elang tiba-tiba teriak.

“Berhenti jadi anak kecil cha..!” air mataku jatuh tiba-tiba. Dia... bisa-bisanya dia masih bicara seperti itu kepadaku.

“cha, maaf aku salah karena pergi tiba-tiba. Tapi ini juga bukan karena kemauanku. Aku mungkin memang pemberontak, tapi kali ini tak bisa... kau harus tahu, ini tanggung jawabku. Aku tak bisa mementingkan diriku sendiri sekarang.”

“cha, maaf.. aku tahu kau kecewa. Tapi kau sendiri yang pernah bilang kalau aku tak boleh terus menerus menjadi pemberontak. Kau sendiri yang bilang bahwa aku harus bahagia, atau setidaknya membawa kebahagiaan untuk orang lain.”

“hm.. kau tahu cha, kau bukan anak kecil biasa.. ares sudah menceritakan semuanya. Kau sangat luar biasa, teman terbaik yang pernah kami miliki. Maaf cha... tap kau tetap harus mengerti satu hal..” dia seperti menarik napas sejenak, lalu ku dengar suara itu menjadi dua... yah ada dua suara yang selanjutnya bicara padaku.

“sahabat ada selamanya, meski tak bersama bukan berarti selesai. Kau sahabat kerbaik cha, sahabat kami selamanya..”

Air mata itu masih mengalir deras dan semakin deras, bagaimana bisa aku kehilangan dua orang sahabat terbaikku. Bagaimana bisa? tak bisa..

“cha, ku mohon jangan menangis hanya karena ini. Nanti setelah semuanya selesai aku rasa kita pasti bisa kembali ke sana. Untuk terus bersamamu,..”

“okay anak kecil, dewasalah! Karena kau harus belajar menghadapi persoalan bukan hanya menghadapi soal-soal. Karen hidup tak selamanya sama dengan yang kita inginkan.”

Yah aku harus merelakan keduanya.. kedua sahabatku itu, mereka punya kehidupan sendiri yang harus mereka jalani. Aku tak mungkin memaksa mereka mejadi pemberontak dan membuat orang tua mereka sedih, sahabat yang baik tidak seperti itu.. sahabat yang baik adalah yang selalu mendukung sahabatnya.

“Ok, PRSPT dan ares.... awas aja yah ntar gak balik-balik.. aku susulin ke amerika ntar!”

Terdengar dari jauh ares bertanya pada kakaknya apa itu PRSPT dan elang malah balik marah ke ares ketika menyadari pasti adiknya itu yang sudah membocorkan rahasia hidupnya kepadaku..

... sahabat ada selamanya... meski tak bersama, tapi akan selalu ada...

*** the end***



Teruntuk sahabat-sahabatku... thanks all

Love you guys.

*buat cha-cha.. pinjem nama yah.. habis keinget kamu dan elang ketika nulis ini. Hehhe gak papa yah. maaf kalau gak suka, tapi dari pada elangnya sama yang lain?? Hehehe :D



Yuliana indirani

9/11/2010 23:19

Sabtu, 06 November 2010

...ketulusan...

ajarkan aku satu hal yang bisa membuat aku tersentuh.
aku tak tahu apa itu,
tapi aku bisa rasakan..
ketika aku bisa merasakan hangatnya sinar mentari,
ketika aku merasakan damainya malam,

ini tentang hal yang membuat hidup terasa indah,
jauh lebih indah ketika menatap awan yang berarak,
bahkan lebih mempesona dari pelangi diujung langit

ajarkan aku tentang satu hal yang membuat aku melayang
hingga aku bisa merasakan desiran angin yang terasa lembut membelai wajahku
hingga aku bisa terbuai dalam indahnya terbang bersama kupu-kupu

ku mohon... ini hanya tentang satu hal itu.
satu hal yang membuat hidup terasa berbeda..
satu hal yang membuat hidup bahagia.

yah... ku mohon ajarkan padaku tentang ketulusan..

Kamis, 04 November 2010

il ji mae.. (my fav korean drama)

hm... saya lagi keranjingan nonton drama korea nih, dan ini salah satu drama korea terbaik menurut saya, ini memang bukan film baru sih, karena nyatanya saya memang ketinggalan. tapi... seriun ini cerita beneran seru deh, saya bahkan berniat menontonnya lagi bila masih mau ditanyang ulang di LBS.. :DD. saya akan mencoba untuk membuat sinopsisnya.. hope you like it. enjoy!

il ji mae



il ji mae, sebuah drama seri drama korea dengan genre history. film ini mengangkat cerita tentang kerajaan dimana terjadi banyak sekali kelaliman yang dilakukan rajanya yang bahkan rela membunuh adik dan anaknya sendiri demi mempertahankan tahtanya.

il ji mae adalah seorang pencuri yang selalu menyembunyikan identitasnya dengan sebuat topeng, il ji mae melakukn pencurian di keluarga bangsawan dan kerajaan demi mengambil hak-hak rakyat dan juga demi misi pribadinya untuk membalas dendam pada orang yang membunuh ayahnya.

yong, alias gyum, adalah seorang anak dari seorang bangsawan. ayahnya dibunuh di depan matanya oleh anggota kelompok rahasia, keluarganya lalau diperlakukan tidak hormat dan bahkan dikeluarkan dari kerajaan.

gyum kecil akhirnya terpisah dari ibu dan kakaknya, dia lalu diasuh oleh seseorang yang sebenarnya dulu adalah budak di kerajaan itu yang kemudian memberinya nama 'yong'. yong tidak suka sekolahnya, dia sering dierlakukan tidak adil oleh teman-temannya yang anak-anak bangsawan, sedang yong sendiri hanya seorang anak pembuat kunci.

suatu saat yong pernah diincar oleh dua kelompok, kelompok pertama adalah orang yang ingin membunuhnya dan kelompok yang lain adalah oang yang berpihak kepada ayahnya gyum. tapi sayang yong sama sekali tidak mengingat masa lalunya.
yong bertemu dengan bong sun yang pernah menipunya, sebenarnya bong sun sudah pernah bertemu dengan gyum ketika mereka kecil. bong sun memiliki seorang ayah angkat yang akhirnya nanti akan mengajari yong ilmu bela diri.

suatu ketika ayah angkat yong terpaksa harus di hukum karena ulah yong, yong berusaha untuk membebaskan ayah yang sangat dia sayangi, dia memohon bahkan juga bersedia menaruhkan hidupnya untuk menyelamatkan ayahnya namun sayang yong harus kehilangan ayahnya yang di huku mati.

yong kemudian berhasil mengingat masa lalunya, dia ingat tentang ayah kadungnya yang juga sudah tiada karena dibunuh. yong berniat untuk membalas dendam.
yong pada dasarnya memang berhati lembut, walau dia terlihat seperti pemuda yang bandel dan cuek, dia sangat memikirkan orang lain. yong akhirnya menjelma sebagai seorang il ji mae yang adalah seorang pencuri bertopeng.

dia mencuri untuk rakyat dan juga berusaha mencari tahu siapa yang sebenarnya membunuh ayahnya.

suatu saat il ji mae sempat terluka ketika dia mencuri di kerajaan, tapi dia akhirnya di selamatkan oleh eun chae. che eun dan gyum sebenarnya pernah saling mengenal, gyum bahkan adalah cinta pertamanya eun chae. mereka akhirnya saling jatuh cinta.
gyum (yong) , eun cheon
gyum kecil, eun cheon kecil

eun chae memiliki seorang kakak laki-laki yang payah, dia adalah anak bangsawan yang dahulu selalu menindas yong namun pada akhirnya karena yong pernah menyelamatkannya kakak eun chae menganggapnya sahabat, walau sebenarnya ketika menjadi il ji mae kakak eun chae selalu dipermainkan oleh yong. selain kakak kandung che eun memiliki seseorang yang dia anggap sebagai kakak, dia adalah shi hoo, sebenarnya shi hoo ini adalah anak dari ayahnya gyum dengan ibu angkatnya yong.. jadi shi hoo adalah kakaknya yong tapi mereka baru mengetahuinya di akhir cerita.

shi hoo sangat mencintai eun chae, dia cemburu dan marah pada il ji mae dan berniat untuk menangkap bahkan membunuhnya. tapi setiap mereka bertemu il ji mae selalu selamat, bahkan il ji mae hampir menang dan tinggal mengayunkan pedang tapi kemudian dia melepaskan pedang itu karena il ji mae tidak memegang pedang untuk membunuh orang.

cerita mencapai puncak ketika eun chae ditangkap karen dianggap sebagai kekasih il ji mae, shi hoo berusaha melindungi eun chae dari gurunya bahkan dia mengorbankan jari kelingkingnya untuk meyakinkan gurunya bahwa dia sendiri yang telah memotong jari eun chae untuk diberikan kepada il ji mae sebagai bukti bahwa eun chae ada di tangan mereka.

bong son sudah mengatakan bahwa dia mencintai yong, tetapi yong tidak bisa meninggalkan eun chae, bagi yong eun chae adalah hatinya. tapi dia juga menyayangi bong sun, mungkin sebagai adiknya. ketika yong ingin menyelamatkan eun chae, bong sun marah, namun akhirnya dia tetap mengizinkan yong pergi asal dia berjanji untuk kembali dan kemudian mengajaknya pergi.

ketika il ji mae tersudut, dan eun chae hampir terbunuh, shi hoo berbalik berpihak pada il ji mae untuk menyelamatkan eun chae. ayah bong sun juga membantu il ji mae, ketika il ji mae menyelamatkan eun chae.. bongsun mengambil baju il ji mae dan menyamar menjadi il ji mae untuk mengelabui semua orang dan akhirnya bersama ayahnya terjun untuk membuktikan bahwa il ji mae sudah mati. bong sun rela melakukan apa saja untuk yong termasuk jika dia harus mati, tapi mereka selamat.

il ji mae akhirnya menyusun rencana terakhirnya untuk membebaskan temannya yang di tahan sebagai wajib militer, mengambil harta dan bahan makanan dari kerajaan dan juga untuk mengetahui siapa yang membunuh ayahnya.
dan inilah episode paling seru di film ini, episode 20..

il ji mae kali ini dibantu beberapa sahabatnya dan bahkan didukung oleh semua rakyat. sebelum masuk istana il ji mae sempat melihat ibunya yang ternyata juga masih mengenalinya, dia berharap nanti setelah semuanya selesai dia bisa menemui ibunya. il ji mae akhirnya berhasil menyelamatkan temannya dan juga membawa keluar harta dan bahan makanan kerajaan dengan kecerdikannya, dan akhirnya dengan dibantu shi hoo yang sudah menyadari kalau dia adalah kakaknya il ji mae dan ayahnya bong sun. il ji mae berhasil membawa raja yang sebenarnya adalah pembunuh dari ayahnya. il ji mae membawa raja ke rumahnya yang dulu, ke tempat ayahnya di bunuh, dia mengatakan bahwa raja harus meminta maaf kepada ayahnya yang sebenarnya adalah adiknya sendiri dan juga kepada semua orang yang sudah dia korbankan demi kekuasaannya.

il ji mae benar-benar tidak habis pikir raja bisa berbuat demikian. dan raja hanya mengatakan, " semuanya karena kesalahanmu gyum, kau lah yang seharusnya mati." ternyata raja percaya kepada ramalan yang mengatakan kalau dia akan hancur kalau ada dua matahari di dalam kerajaan itu, dia sangat takut kehilangan tahtahnya hingga dia sampai hati membunuh adiknya bahkan juga anak kandungnya sendiri.

meski sudah menemukan siapa pembunuh ayahnya, nyatanya yong tidak mampu membunuh raja tersebut, dia hanya meminta raja turun tahtah. kata-kata yong yang paling menyentuh adalah saat dia menyesali dirinya karena tidak bisa membalas dendam. " aku memiliki dua orang ayah, satu ayah yang mengajarkan tentang mana yang benar dan mana yang salah dan satu ayah yang selalu berusaha melindungi dan menyayangiku hingga dia meninggal, tapi kau.. raja macam apa kau, ayah macam apa kau.. hingga tega membunuh anak kandungmu dan juga adik kandungmu sendiri." dan sambil menangis yong menyesali dirinya ketika sudah melepaskan raja " tapi ayah.. aku tak sanggup membunuhnya, apakah ini benar ayah?" seketika itu juga seseorang yang adalah pengawal setia raja menyerangnya. lagi-lagi il ji mae menang dan dia tak bisa membunuh cheon yang adalah pengawal setia dan juga guru shi hoo hingga akhirnya cheon mengibaskan pedang ketika yong berbalik.

cheon akhirnya dibunuh oleh shi hoo. "kau yang mengajarkan padaku bahwa ksatria tak perlu berhati hangat, aku juga adalah anak woon hoo."

yah endingnya sedikit membuah saya kesal karen il ji mae digambarkan meninggal, tapi sebenarnya belum pasti apakan ilji mae benar-benar meninggal atau tidak karena 4 tahun kemudian di lukiskan bahwa il ji mae kembali beraksi.

"tidak ada barang yang tidak bisa kucuri, karna aku.. il ji mae.. "


film ini keren banget, berbeda... keren lah. alurnya yang bolak balik, penokohannya yang kuat juga tentang konflik yang seru membuat film ini asik untuk diikuti. maaf bila sinopsisnya kurang baik, sebeanrnya saya kepingin banget menceritakan semuanya dengan lebih menditail dan lebih baik tapi karena kemampuan saya masih terbatas jadi maaf kalau kurang puas.

tapi serius ini film wajib ditonton... romantis, mengharukan, action bahkan comedy semuanya lengkap terangkum apik dalam cerita ini. hope you like it...

i love il ji mae... ^_^ i love korean drama... :)

Jumat, 29 Oktober 2010

Beauty class...

beuty class...
yeay.. awalnya ini cuma iseng-iseng aja, tapi akhirnya kejadian beneran..
dan jeng-jeng-jeng,...
kita yang sangat-sangat buta makeup akhirnya ikut beauty class bareng wardah...
dan jadilah ini kita bertiga ketika ikut beuty class..
pokoknya seru deh, banyak ketawanya.. menertawakan kepolosan dalam dunia perdandanan. hehehe

*nisa, nia, yuli... in beauty class 29/10/2010

Kamis, 28 Oktober 2010

... aku dan selfminded ...

aku menundukkan kepalaku, menghelakan napasku mencoba mencari refleksi diriku dalam tiap helaan napas yang aku rasa berat. Sekilas ku lirik kalender digital yang ada di ujung desktop notebook ku,.. ku picingkan mata pada layar laptop yang masih menampilkan halaman yang paling sering aku lihat. Saat itu juga aku merasa jenuh dengan semua yang telah aku lakukan selama ini... aku merasa bersalah... aku merasa berdosa...

hari ini... 28 oktober, sebuah tanggal paling bersejarah bagi pemuda dan pemudi Indonesia... tapi bagiku, sebelum aku melirik kalender dan menyadari semuanya ini... tanggal itu hanya tanggal yang tak berarti apa-apa...

aku... seorang yang apatis... selfminded..

ketika kemarin bencana melanda negriku, aku masih asik dengan duniaku.. masih asik dengan semua kesia-siaan yang aku kerjakan untuk diriku sendiri.

ketika saudara-saudaraku panik ketika harus mengungsi dari rumah mereka karena letusan merapi, aku memilih tidur dengan pulas di kost ku tanpa rasa beban

ketika saudara-saudaraku menangis kehilangan saudaranya, kehilangan semua harta benda, kehilangan kebahagiaan karena bencana alam yang tak pernah mereka minta.. aku malah memohon agar aku jatuh sakit, hanya karena ingin diperhatikan..

oh... betapa aku bukan sosok yang sempurna.. tak usah ku bandingkan diriku dengan kepedulian terhadap saudara-saudaraku di tempat yang jauh.

aku melihat diriku sendiri sebagai seorang yang egois diantara sahabat-sahabatku yang tulus kepadaku.

aku tak menyempatkan diriku menjenguk sahabatku, phia, yang sakit... padahal ketika aku sakit dia bersama sahabat-sahabatku rela menjengukku hingga mereka terpaksa pulang kesorean dari kampus..

aku tak menyempatkan diriku ikut berpartisipasi pada penggalangan dana untuk saudara-saudaraku yang membutuhkan. Padahal ajakan teman-teman sudah ada, tempatnya pun tak jauh dari kost ku.. tapi lagi-lagi aku egois.
aku kira aku akan sakit, aku tak sanggup berpanas-panas ria di jalan untuk menggalang dana di masyarakat.

ah.... aku memang selfminded.

aku selalu memikirkan diriku sendiri,. di dalam pikiranku hanya ada aku.

lalu... mengapa sekarang aku tak berani mengangkat wajahku?

hatiku yang memaksanya...

hatiku malu, sangat malu..

bagaimana aku bisa bangga mengaku sebagai muslimah di hadapan Allah... lalu bagaimana aku bisa bangga mengaku sebagai pemudi Indonesia di hadapan semua saudara-saudaraku??

aku kembali menundukkan kepalaku.. menyesali setiap titik kesalahan yang telah aku buat, yang mungkin terlalu banyak..

aku dan selfminded....
ku harap aku tak seperti ini lagi kelak.
aku adalah muslimah dan pemudi Indonesia..

maka harusnya tak adalagi aku dan seftminded....
yang harus ada hanyalah....

aku dan semuanya..

*28 oktober 2010..
refleksi diri di hari Sumpah pemuda..

Percayakah Kau Bahwa Kegelapan dan Cahaya Akan Pernah Bersama?

... percayakah kau bahwa kegelapan dan cahaya tak akan pernah bersama?...
jika memang begitu mengapa tak kau coba menjadi cahaya?

tidak, aku kegelapan dan akan selalu menjadi kegelapan...
lalu aku?
mestikah aku menjadi kegelapan agar bisa bersama?

tidak... aku tak pernah ingin kau melakukannya. berjanjilah kau takkan pernah melakukannya... jangan mencoba menjadi kegelapan, ku mohon..

bila tak dapat membuat kita bersama, untuk apa menjadi cahaya?

dengarkan aku... cahaya dan kegelapan akan selalu ada., itulah takdir...

tapi..

tetaplah menjadi cahaya.. tetaplah bersinar... karena dengan begitu kegelapan akan terus dinanti, akan terus ada dan menenangkan...

lalu, kita?

tak perlu menjadi sama untuk bersama.. karena perbedaanlah yang akan membuat semuanya indah...

percayakah kau kegelapan dan cahaya akan bersama?..

aku percaya,. dan lihatlah langit malam ini, kegelapan dan cahaya bersama....

ribuan bintang menghiasi malam ini.. indah..




dan begitulah seharusnya kita....
perbedaan tak harus memisahkan..

Rabu, 27 Oktober 2010

Goodluck for Sonia Novita,,,,

hm, minggu ini ada lomba MTQ tingkat universitas, dan alhamdulillah salah satu dari sahabat terbaikku bisa ambil bagian dalam acara ini. Sonia novita, -Nia- , memang dianugerahi bersuara emas dan juga bakat dalam bidang MTQ, dia sudah beberapa kali memang ikut dalam lomba MTQ seperti ini. tahun lalu alhamdulillah Nia dapet juara 2 di UNSRI, yah walau agak kecewa juga karena dia jadi gak bisa ikut ke Aceh tapi kami yakin Nia tetep yang terbaik.. karena jujur bisa mengaji seperti Nia tidaklah mudah, perlu ilmu, latihan dan juga pengamalan.. dan Nia berhasil untuk menguasai bidang ini..
salut deh buat Nia...

Cantik, Pinter, Rajin, Sholiha dan punya suara merdu...
bagaimana aku gak iri sama dia???

dan tadi siang, setelah kuliah Auditing akhirnya tadi sempet nyaksiin Nia lomba...

sayang tadi Phia gak sempet ikut, dia sakit jadilah supporter nia cuma kami bertiga, aku-nisa-vanie...

kita sempet nemenin dia latihan sebentar juga sesaat di bangku belakang sebelum tampil.






dan akhirnya....
Nia selesai juga ikut lomba MTQ nya. Suaranya merdu banget tadi... semoga saja juri juga berpendapat demikian.

good luck nia... wish you all the best! semoga bisa menang dan berangkat ke makassar tahun ini ^_^

love you always sist...

...." tiap orang punya rejekinya masing-masing.... dan Nia rejekinya di MTQ......" -annisa rachmi-

AAAAMMMIIIIIIIINNN

Selasa, 26 Oktober 2010

karena setiap orang punya pandangan yang berbeda....


"... hidup bukan hanya sekedar duit..."




"....tapi hidup bukan hanya sekedar kepuasan emosi pribadi semata..."



..." karena tiap orang selalu punya cara pandang sendiri-sendiri..."...

best friends???

Mataku mengerjap sesaat ketika menengadahkan kembali kepalaku menghadap langit, sinar matahari yang perlahan menyapa memaksa pupil mataku kembali mengecil sesaat untuk menyesuaikan sinar yang seharusnya masuk ke kornea, perlahan mataku mulai terbiasa , mulai nyaman dan merasakan keindahan yang biasa ku sapa setiap hari. Hari ini lebih cerah dari biasanya, artinya langit akan terlihat semakin indah. Mataku masih menatap lembut langit, mencoba menikmati tiap pergerakan awan putih yang selalu bisa mendamaikan hatiku, bahkan ketika hatiku sangat kacau seperti sekarang.
Perlahan ku hapus sisa-sisa air mata yang masih membekas diwajahku, tak pantas aku bersedih ketika melihat keajaiban sedang ada di hadapanku. Ku biarkan hati dan pikiranku hanyut dalam keindahan ini, perlahan ku sandarkan tubuhku pada pohon beringin besar yang selalu setia menjadi sandaranku ketika aku membutuhkannya. Aku masih menatap awan-awan yang indah di atas sana, rasanya aku ingin terbang.. terbang bersama awan.
Burung-burung terlihat terbang berpasang-pasangan menuju rumah mereka, bersama.. dengan bahagia. Entah mengapa ada sedikit rasa sesak yang tiba-tiba kembali menyerangku. Perasaan yang menyiksa batinku, perasan yang sungguh tidak mengenakkan. Ku pejamkan mataku untuk sekedar berusaha sedikit menekan semua rasa yang menyiksaku ini. Tapi kenyataannya aku tak sanggup, bulir-bulir air mata itu kembali jatuh begitu saja mengiringi kepergian burung-burung yang bahagia itu.
***
Aroma kayu cendana tercium dari jarak 20 cm ketika aku membuka pintu kamarku, perlahan ku dorong daun pintu yang wangi itu dan kemudian dengan segera menguncinya, aku butuh waktu sendiri sekarang. Baru sesaat saja aku memasuki kamarku, menghirup aroma kamarku, dan merasakan kenyamanan karena aroma kayu cendana daun pintu kamarku tapi tubuhku sudah kembali lemas, semakin lemas. Mataku langsung memandang lesu sebuah figura yang selalu aku banggakan, rasanya aku ingin sekali tak percaya dengan semua yang terjadi saat ini ketika kembali melihat foto yang ada difigura itu.. akankah semuanya berakhir seperti ini saja? Semuanya hancur begitu saja... sungguh aku tak ingin percaya bahwa semua ini nyata.
***
Aku masih berdiri terpaku di tempatku, aliran darahku terasa mengalir begitu cepat, napasku bahkan tak punya irama yang jelas saat ini. Aku menatapnya tajam, sungguh aku tak percaya bahwa dia yang melakukannya, sungguh tak percaya.
“kenapa menatapku seperti itu? Sudah ku bilang aku tak mau... Jauhi aku! ” matanya terlihat merah dan nada bicaranya begitu bergetar ketika mengatakannya. Aku masih diam, masih menatapnya tak percaya. Dia... dia menghentakkan tangannya dengan paksa ketika seperti biasa aku menggandeng tangannya.
“Jangan bertingkah seolah-olah tidak tahu apa-apa! Apa sebenarnya yang kamu lakukan padaku? Katakan! Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan padaku! Aku cape bersabar menunggu kamu menjelaskan semuanya, tapi kamu... kamu selalu bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kamu bersikap seperti kamu sama sekali tidak pernah berbuat salah, berhentilah bersikap seperti itu terhadapku! Karena aku sudah tahu semuanya, dan aku membencimu!” dia berteriak keras kepadaku, berteriak di depan wajahku... dengan wajahnya yang memerah, dengan matanya yang berkaca-kaca. Bahkan hanya dengan menatapnya pun aku bisa merasakan hukuman yang paling menyakitkan bagiku.
Aku menundukkan kepalaku, mencoba membuat keadaan menjadi lebih baik dengan menampilkan sikap mengalah, mencoba memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Ada apa sebenarnya sehingga dia sangat marah kepadaku dan bahkan meneriakkan semua itu kepadaku? Apa yang telah aku lakukan?
“Aku kira kita teman...” kata-katanya kali ini terdengar begitu lemah. Perlahan ku angkat wajahku, ku lihat bulir-bulir air mata jatuh satu per satu dari ujung matanya yang semakin memerah. Ku tatap lembut wajahnya, aku ingin meyakinkan bahwa dia benar.. bahwa kita adalah teman, teman selamanya.. dan semua yang terjadi ini, apapun itu. Tak pernah sekalipun aku ingin membuatnya marah seperti sekarang, bahkan memikirkannya pun aku tak pernah. Tapi dia pergi.. perlahan langkah-langkah kakinya menjauh dari tempatku berdiri. Meninggalkan aku sendiri yang masih menatap lurus kearah bayangannya.
Aku terdiam, tubuhku lemas seketika itu juga. Apa sebenarnya yang terjadi tadi? Aku bahkan tak bisa memikirkan apa yang telah ku lakukan sehingga bisa membuatnya sebegitu marah kepadaku.
***
Setiap waktu, setiap detik dalam hidupku semenjak aku mengenalnya aku dan dia tak pernah bertengkar, dia adalah yang terbaik dari yang terbaik. Dia adalah yang terindah dari semua anugerah yang pernah aku terima.
Dan bila kini dia marah padaku, membenciku... pasti ada sesuatu yang salah diantara kami, tak mungkin tak ada alasannya,, tak mungkin terjadi begitu saja.
***
Tatapan matanya terasa menusuk jantungku setiap aku tanpa sengaja bertatapan dengan matanya. Mata itu, mata yang dulu selalu memancarkan sinar kasih sayang, sinar persahabat yang paling hangat kini terasa begitu dingin dan membekukan. dia berubah begitu cepat..
Aku berusaha menemuinya setiap waktu, aku benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sungguh rasanya benar-benar aneh bila dia berubah begitu cepat, begitu saja.. tapi dia tak pernah mau menemuiku, bahkan ketika dengan sengaja aku menahannya. Dia kembali menatapku tajam, menampilkan wajah permusuhan dan kemudian melepaskan paksa tangannya dari tanganku, tanpa bicara satu katapun.
“..seandainya kau mengatakan satu kata saja untuk menjelaskan semuanya, maka aku bersedia menerima semuanya.. bahkan aku bersedia menghukum diriku sendiri untuk semua yang telah aku lakukan yang menyebabkan kau membenciku..”
***
Aku masih memegang erat figura itu, di sana.. kulihat gambar diriku dan nindi masih tertawa bersama, berangkulan dan terlihat saling bercanda, saling mencubit bahkan saling cemberut. Empat buah foto yang kami ambil di fotobox itu menjadi bukti persahabatan kami yang terlihat begitu sempurna, tanpa cacat.. tapi bisakah kenyataan itu kembali berubah seperti yang ada di foto ini, entahlah.
Aku menghelakan napasku, memandang kembali gambaran indah masa lalu yang tak pernah aku harapkan berakhir seperti sekarang.
“aku harap waktu berputar kembali hanya ke masa-masa indah ini... masa-masa kita tertawa bersama, bercanda bersama,.. hanya pada masa-masa ketika kebahagian itu tak pernah berganti sedih.. hanya pada masa ketika persahabatan selamanya menjadi mimpi kita bersama..”
Bersama malam yang kemudian perlahan menyelimutiku, aku membawa semua do’aku dalam tidurku berharap ketika aku terbangun nanti semua do’aku akan terkabul dan semuanya kembali kepada masa-masa paling membahagiakan pada hidupku, pada hidup kita..
***
Sinar matahari perlahan mengelitik kelopak mataku, sedikit malas sebenarnya aku membuka mata. Rasanya aku masih ingin berada di alam mimpiku, dimana semuanya masih seperti yang dulu. Tapi bukankah semuanya itu hanya mimpi, dan mau ataupun tidak aku harus siap menghadapi kenyataan. Dan bila aku ingin mimpiku menjadi kenyataan maka aku harus bangun dan berusaha mewujudkannya.
Aku segera bangkit dari tempat tidurku, menatap sejenak ke arah figura yang ada di atas meja kecil di samping ranjangku, yah... aku harus membuat semuanya menjadi nyata.
“... dan aku ingin kau pun bisa kembali merangkai semuanya bersamaku.... merangkai kembali mimpi kita bersama... kembali menjadi sahabat selamanya..”
***
Aku mempercepat langkah kakiku menuju ruang kepala sekolah, tadi nindi sempat bilang bahwa aku dipanggil oleh kepala sekolah. Dia masih bersikap dingin, bahkan sedikit terkesan jutek ketika menyampaikan bahwa aku dipanggil oleh kepala sekolah. Tapi ah, sudahlah... aku tetap akan selalu bersikap biasa, bersikap sama seperti biasanya ketika dia masih menjadi sahabatku... karena bagiku dia selalu sahabatku.
“Maaf pak, bapak memanggil saya?” perlahan aku berdiri di depan meja kepala sekolah. Beliau sedang menandatangani beberapa dokumen, entah apa itu.. tapi melihat aku sudah ada dihadapannya beliau menghentikan sejenak kegiatannya itu. Beliau tersenyum kepadaku dan kemudian memberikan kabar yang sungguh sangat membuat aku bahagia... semoga ini bisa menjadi obat dari semua permasalahan yang terjadi antara aku dan nindi.
Setiap detik berlalu begitu lambat ketika pelajaran berlangsung, sungguh rasanya aku ingin sekali menarik nindi keluar dari kelas saat ini juga untuk menyampaikan kabar gembira ini kepadanya. Andai saja dia masih duduk di sampingku dan tidak menatapku seakan ingin membunuhku seperti tadi setiap menatapku maka mungkin aku sudah dari tadi menariknya keluar dari kelas sejarah yang membosankan ini.
“.. kau tahu... seandainya saja aku bisa menukar semua kesempatan dalam hidupku dengan kesempatan untuk menyampaikan kabar ini padamu maka aku akan menukarnya saat ini juga... karena bagiku kesempatan membuatmu bahagia adalah lebih berarti dibanding semuanya..”
***
“nindi...” suaraku terdengar sedikit ragu-ragu, yah entah kenapa sekarang aku ragu-ragu bahkan hanya untuk memanggil namanya. Dia hanya menatapku sekilas lalu kakinya kembali melangkah.
“nindi..! tunggu sebentar...” kali ini aku melangkahkan kakiku untuk menyusulnya. Dia menghentikan langkahnya, lalu menatap dingin kepadaku. Ayolah... nindi tak bisakah kau kembali bersiap manis kepadaku sedikt saja. Aku ingin memberikan kabar gembira ini padamu.
“... hm.. nin, masih ingat lomba menulis yang kita ikuti bersama?” aku mencoba sedikit berbasa-basi padanya. Namun sayang, dia masih terlihat dingin. Bahkan sempat kulihat dia tersenyum sinis.
“masih berani kamu bahas ini sama aku? Apa kamu mau minta maaf? Maaf... aku sudah berusaha bersabar menunggu kamu meminta maaf selama ini, tapi kamu malah bersikap seperti tidak berbuat salah apa-apa... kamu hebat!” sungguh susunan kalimat yang dia ucapkan barusan tak bisa aku cerna sama sekali. Maksudnya apa? Aku hebat... maksudnya? Aku rasa aku kembali terlihat seperti orang bodoh dihadapannya, tapi aku benar-benar tidak mengerti apa-apa.
“aku kira kita teman... kita berbagi impian bersama dan berjanji mewujudkannya bersama. Tapi sekarang aku sadar, aku salah! Kamu... aku benar-benar tidak menyangka kamu melakukan semua itu! Kamu jahat.!”
“stop nindi! Aku benar-benar gak ngerti apa yang kamu omongin!” kali ini aku terpaksa berbicara dengan nada yang sedikit tinggi, tanpa sengaja mungkin aku sedikit berteriak... tapi itu bukan karena aku marah, aku hanya tak ingin dia dan aku tetap terjebak dalam keadaan dimana kita tidak saling mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“kamu! Kamu ini sahabat macam apa?! Aku selalu percaya sama kamu. Aku bahkan mempercayakan mimpi terbesarku kepadamu, tapi... tega-teganya kamu melakukan semua itu, menghianati kepercayaanku.” mata nindi terlihat memerah, napasnya tak teratur.
“kamu ini bicara apa? Aku benar-benar gak ngerti. Sebenarnya apa yang membuat kamu marah, membenci aku? Aku menghianatimu? Ayolah... bagaimana mungkin?” aku masih mencoba menahan semua perasaanku walau sungguh aku merasakan hatiku hancur seketika itu juga ketika dia bilang bahwa aku menghianatinya.
Perlahan dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah bundel kertas yang cukup aku kenal ada di tangannya. Sebuah bundel kertas yang hanya di jepit dengan satu buah penjepit kertas, yang sangat aku kenal dengan semua ketikan yang ada di dalamnya, bahkan titik dan komanya pun aku hapal.
“kamu.... kamu tidak mengirimkan karyaku kan? Kamu menghianatiku. Kamu hanya mengirimkan karyamu, dan kemarin aku dengar karyamu menjadi yang terbaik dan akan segera diterbitkan. Aku ingin menjadi yang pertama menyampaikannya padamu tapi ketika aku menunggumu, aku tanpa sengaja menemukan ini di dalam tasmu, ini cukup menjelaskan semuanya. Aku sama sekali tidak menyangka, kamu hebat sekali.” dia tersenyum begitu sinis sambil memegang erat karyanya itu.
Semuanya terjawab sudah. Ternyata ini penyebabnya. Ah, aku tak pernah menyangka bahwa inilah yang terjadi. Semuanya, kesalahpahaman ini, hampir saja membuat aku percaya bahwa persahabatan kami tak bisa lagi dipertahankan. Tapi untunglah... semuanya kini jelas bagiku. Perlahan aku tersenyum lembut kearahnya.
“..kamu ingat tentang semua impian kita untuk merangkai dan mewujudkan mimpi kita bersama, untuk bersahabat selamanya?”
“hhhh....” dia sepertinya tidak percaya bahwa yang keluar dari bibirku hanya kata-kata ini. “Tak ada gunanya aku bicara pada sahabat sepertimu..” dia terlihat sudah tak tertarik lagi dengan apa yang akan aku sampaikan, perlahan dia ingin meninggalkanku.
“semuanya hampir saja terwujud nindi.... hampir saja.” Langkah kaki nindi terhenti, dia diam. Dia menungguku melanjutkan kalimatku.
“yah, kamu adalah juara pertama lomba menulis itu, novel kamu akan segera diterbitkan! hanya saja.. sepertinya, lusa nanti kamu harus mengurus tiketmu sendiri untuk menghadiri launching novel pertamamu.” Dia membalikkan tubuhnya menatapku tak percaya. Aku hanya menatapnya lembut.. masih mencoba tersenyum kearahnya.
“tadi kepala sekolah sudah memberikan kabar pastinya... dan kamu harus percaya padaku kali ini.”
Dia masih menatapku tak percaya, perlahan dia mengangkat bundel kertas yang masih tergenggam erat ditangannya tadi. Mungkin dia berfikir aku hanya berbohong untuk membela diriku, tapi tidak.. ini kenyataannya.
“aku adalah pengagum tulisanmu nin, jadi wajarlah kalau aku menginginkan salinan draft tulisanmu. Lagi pula kamu sudah sempat memberikan izin untuk aku mengeprintkan lebih draft yang kamu minta kirimkan itu. Aku benar-benar mengirimkan karyamu.. hanya saja, ketika menuliskan nama di keterangan penulis aku sempat melakukan kesalahan, tapi aku sudah mengklarifikasinya dengan pihak penyelenggara lomba dan kepala sekolah juga membantu menjelaskan kesalahan itu. Dan tadi, semuanya sudah jelas... kamulah pemenang lomba itu... selamat nindi.”
Kedua bola mata itu terlihat basah, bulir-bulir yang jatuh dari kedua bola mata itu satu demi satu membasahi pudakku, dan rasa hangat akhirnya menjalar diantara kami berdua, rasanya sudah lama aku tak merasakan kehangatan ini.. aku merindukannya.
“Seandainya aku tahu semua itu... maafkan aku nel... maaf...” aku tersenyum kearahnya mencoba mengungkapkan bahwa dia tak perlu begitu menyesali semuanya, karena semuanya sudah terjadi dan pada kenyataanya semuanya juga berakhir indah.
” tapi... mau kan nemenin berangkat ke launchingnya lusa nanti? Aku takut kalau sendirian..”
“huuuu!! Dasar penakut! ” kami pun akhirnya kembali tertawa bersama. Semoga untuk selamanya...
***
Aku tersenyum membaca sebuah halaman di salah satu novel paling berharga yang pernah aku miliki. Sebuah kalimat indah itu selalu berhasil membuat aku tersenyum bahagia tiap kali membacanya, ah... dasar nindi.. padahal sudah nulis novel entah udah berapa kali tapi masih aja nulis ginian di halaman pertamanya...
“ ...... karena sahabat adalah kekuatan, dan kekuatanku adalah kau. Sahabat terbaik yang pernah aku miliki, arnely.... aku selalu merindukan setiap detik yang kita habiskan bersama mengukir mimpi dan mewujudkannnya bersama sebagai sepasang sahabat.. seperti burung yang selalu terbang bersama menuju tempat terindah... love you always sist. Sukses selalu yah, lain kali kita jalan-jalan bareng lagi, masih takut kalau naik pesawat sendirian, jadi kalau kamu ada jadwal terbang ajak-ajak yah... :D ”
“...kau tak perlu menunjukkannya kepada semua orang... karena yang paling penting bagiku adalah engkau selalu menjadi sahabatku selamanya, mengukir mimpi bersama dan mewujudkannya bersama...”
Aku menatap lembut ke arah jendela yang ada di sampingku, awan itu.. dulu aku selalu bermimpi untuk bisa terbang bersama awan... seperti sekarang. Aku tersenyum pada diriku sendiri, tanganku mengembalikan kembali novel itu kedalam loker kecil di kabin itu lalu sedikit merapikan seragamku. Dengan langkah yang pasti aku memasuki kabin lain yang lebih besar, tersenyum manis kepada semua orang yang ada di kabin ini, memastikan mereka merasa nyaman dalam penerbangan ini. Yah... ini adalah impianku dan aku sudah mewujudkannya untuk semakin sering terbang bersama awan.
**** the end****
Teruntuk sahabat-sahabat terbaikku.. semoga kita bisa selalu bersama, merangkai mimpi dan mewujudkannya bersama...
Love you all...
^_^
***
26/10/2010 21:28
...Yuliana indriani...