Pages

Minggu, 30 Mei 2010

Haikal...

HAIKAL…

Suasana sedang sunyi di dalam sebuah kamar, seorang pemuda sedang asik dengan bukunya ketika tiba-tiba “Drrrt… Drrrrt…” sebuah Handphone bergetar di atas meja tua yang terletak di samping sebuah ranjang. Pemuda itu segera mangambilnya, berniat menyambut panggilan yang masuk itu, tapi belum sempat dia berbicara, terdengar suara batuk dari kamar sebelah. Segera dia memanggil adiknya agar melihat keadaan Ibunya.
“Hallo.” sambut pemuda itu.
“Mision impossible...” seseorang dengan suara berat sedang berbicara padanya.
“Tapi, saya belum setuju untuk bergabung......” pemuda itu sedikit ragu, mungkinkah dia benar-benar akan melakukannya.
“Iya atau tidak?” tanya pemilik suara berat itu lagi tegas. Pemuda itu berfikir sejenak, suara batu terdengar lebih keras dari kamar sebelah. Inilah jalan terbaik….yah, hanya ini jalan satu-satunya..
“Iya..” jawaban itulah yang kemudian keluar dari mulut pemuda tadi dan telpon langsung terputus. Sebuah SMS kemudian masuk, menjelaskan semua yang harus dia kerjakan besok pagi.
“Bang, Ibu bang…” terdengar suara adiknya memanggil dari kamar sebelah. Pemuda itu segera menuju kamar sang Ibu yang terletak tepat di sebelah kamarnya.
“Ada apa Ran?“ tanyanya sambil mendekati adik dan Ibunya itu. Matanya melihat Ibunya yang masih sedikit batuk dan tetap terbaring lemah di ranjangnya. Rani mengajak Haikal keluar dari kamar itu agar sang Ibu tak perlu mendengar percakapan mereka.
“Ibu demam Bang dan batuknya juga tak kunjung sembuh. Tadi Ibu malah batuk sampai mengeluarkan darah.“ Kata Rani sambil menunjukkan saputangan yang dia gunakan untuk membersihkan mulut Ibunya tadi.
“Bang Haikal harus membawa Ibu ke rumah sakit besok...“ sambung Rani lemah. Haikal menatap adiknya itu, dikecupnya kening Rani, “Iya Ran, kita akan bawa Ibu ke rumah sakit besok..“ bisiknya. Rani hanya diam sambil menatap ke arah Ibunya yang mulai kembali mencoba tidur di dalam kamar. Semoga besok mereka benar-benar bisa membawa ibu ke rumah saki...
*****
Matahari belum juga menampakkan dirinya ketika Haikal sudah siap di meja makan. Rani bangun lebih pagi untuk menggantikan tugas Ibunya, dia terpaksa dibuat sibuk subuh ini karena abangnya mau berangkat pagi-pagi. Rani mulai memasak nasi goreng untuk abangnya sedangkan Ibunya, Ibunya masih terbaring lemah di kamar.
“Bang, nanti kalau Ibu batuk lagi bagaimana?“ tanya Rani sambil meletakkan sepiring nasi goreng dan secangkir teh ke atas meja makan. Haikal tersenyum ke arahnya.
“Kemungkinan siang nanti abang sudah dapat uang, jadi nanti sore kita sudah bisa bawa Ibu ke rumah sakit.“ Kata Haikal sambil menyuapkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya.
“Abang sudah dapat kerja? Dimana bang?“ tanya Rani sedikit kaget, bukankah sampai tadi malam abangnya masih menjadi seorang pengangguran setelah di-PHK oleh sebuah pabrik industri rumahan yang terpaksa gulung tikar karena kalah bersaing dengan produk Cina yang sekarang mulai merajai pasar Indonesia sejak AFTA diberlakukan, dan sekarang mereka hanya bergantung dari hasil warung kecil yang ada di depan rumah mereka.
“Iya sudah, semalam teman abang SMS katanya abang bisa kerja sama dia dan dapat gaji harian, jadi nanti sudah bisa dapat uang.“ Jawab Haikal yang kemudian buru-buru menghabiskan tehnya.
“Kerja apa memangnya bang?“ kata Rani sambil menatap abangnya heran.
“Mengantar barang.... Sudah, abang mau berangkat dulu. Nanti abang bisa telat.“ Kata Haikal sambil beranjak dari kursinya, Rani menyalaminya.
Sebelum berangkat Haikal sempat masuk ke kamar Ibunya dan mencium kening Ibunya yang masih tertidur. Sebentar lagi Ibu akan sembuh, Haikal janji Ibu akan sembuh....
*****
Awan berarak-arak dan burung-burung bernyanyi pagi itu seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan Rani karena sang abang sudah memperoleh pekerjaan. Rani sedang asik memasak sambil bersenandung ketika tiba-tiba suara gelas pecah mengagetkannya. Segera Rani berlari ke arah sumber suara itu dengan cemas.. Ibu....
Rani kaget ketika menemukan Ibunya sudah terbaring lemah di samping tempat tidurnya, sekuat tenaga Rani berusaha mengangkat kembali tubuh Ibunya yang lemah itu ke atas ranjangnya.
“Ibu kenapa?“ tanya Rani ketika sudah berhasil membaringkan tubuh Ibunya kembali ke tempat tidurnya, untunglah Ibunnya tidak terluka. Sang Ibu hanya menatapnya sendu.
“Ibu hanya ingin minum....“ jawab Ibunya lemah. Rani tersenyum getir, bahkan dalam keadaan lemah dan sakit pun Ibunya masih ingin mandiri. Rani segera mengambilkan segelas air minum untuk Ibunya dan kemudian membantu Ibunya minum.
“Mulai sekarang kalau Ibu perlu apa-apa, Ibu panggil Rani, yah. Ibu terlalu lemah untuk melakukan semuanya sendiri. Jadi, biarlah Rani yang membantu Ibu.“ kata Rani sambil meletakkan gelas air minum itu ke meja yang ada di samping ranjang Ibunya. Ibu Rani hanya tersenyum tipis dan kemudian mengangguk lemah.
Rani baru saja hendak kembali ke dapur ketika tangannya ditahan oleh Ibunya. Rani menatap Ibunya yang tiba-tiba terlihat sangat pucat, wajahnya semakit terlihat lelah.
“Rani... “ panggil Ibunya. Rani menatap Ibunya dalam, “Iya bu. “
“Haikal mana Ran?“ tanya Ibunya lemah. Rani langsung duduk di sampingnya, menggenggam tangan Ibunya yang tiba-tiba bergetar.
“Abang... abang Haikal sudah berangkat kerja bu.“ jawab Rani getir. Ibu Rani diam, sepertinya sedikit kecewa ketika mendengar bahwa anak laki-lakinya itu sudah pergi dan Rani bisa mengerti itu dari pancaran sinar di wajahnya yang semakin redup, seakan-akan mentari tak bersinar untuknya hari ini.
“Nanti siang abang pulang bu, dan mungkin nanti sore kita sudah bisa membawa Ibu ke rumah sakit.“ Ibu Rani hanya tersenyum getir mendengar jawaban Rani. Rani terdiam melihat senyum itu, beda.. senyum itu sangat beda dari biasanya. Senyum itu terlihat pahit, pahit sekali sampai-sampai Rani ingin menangis melihat senyum yang ada di wajah orang yang paling dia sayangi itu. Segera ia keluar dari kamar itu, dia takut kalau air matanya jatuh seketika itu juga di depan Ibunya. Terdengar dari dalam kamar Ibunya kembali batuk, air mata Rani tumpah seketika itu juga.
Ibu...ibu harus bertahan... Ibu harus sembuh...
*****
Haikal sampai di tempat tujuannya, sebuah gang sempit di kawasan padat penduduk. Seorang teman sudah memberitahukannya tentang apa yang mesti dia lakukan, dia hanya bertugas mengambil barang di ujung gang ini lalu memberikannya kepada seeorang yang telah menunggunya ditempat yang lain, hanya itu dan sepertinya sangat mudah. Haikal berjalan perlahan menyusuri gang sempit yang terlihat kumuh itu. Sesekali dilihatnya pemandangan yang sangat mengoyak hatinya, pemandangan yang tidak pernah dia bayangkan, tempat apa ini sebenarnya?....
“Tekhein.“ Kata seseorang yang baru saja menabrak dirinya. Haikal tersadar, segera dijawabnya sapaan yang merupakan kata sandi itu. “Tekhein…” sebuah paket kecil berbentuk kubus berukuran 10x10 cm segera berpindah tangan ke tangannya. Walau sedikit kaget, Haikal akhirnya bisa bersikap normal seolah tak terjadi apa-apa, dia segera memasukkan paket itu ke dalam tas sandang yang dia pakai dan kemudian dia berjalan cepat ke arah lain yang berbeda dengan orang yang menabraknya tadi. Dia harus mengantarkan paket itu secepatnya tanpa ketahuan siapa pun, begitulah perintahnya.
Haikal mempercepat langkahnya ketika dia sudah ada di tempat yang dia tuju, ditelitinya setiap sudut tempat itu untuk mencari seseorang yang memegang handphone dengan tangan kirinya seperti yang diganbarkan oleh SMS semalam. Matanya berhasil menemukan orang yang dimaksud, seorang pemuda dengan pakaian kasual sedang menatapnya sambil mengangkat handphonenya dengan tangan kiri. Haikal segera menghampirinya.
“Hai Jason..“ sapa Haikal bersikap seolah-olah menyapa pemuda itu. Pemuda itu tersenyum ke arahnya dan kemudian menyambutnya dengan uluran tangan. Haikal menyambut uluran tangannya itu dan kemudian berdiri tepat di hadapannya.
“Kiriman ada?“ tanya laki-laki yang di panggil Jason tadi. Tanpa pikir panjang Haikal mengangguk dan kemudian mulai merogoh tas sandangnya. Dia ingin semuanya cepat selesai dan dia bisa segera mendapatkan uang untuk membawa Ibunya ke rumah sakit.
Haikal baru saja ingin menyerahkan paket itu ketika tiba-tiba suasana berubah kacau, suara sirine polisi mulai membahana, Haikal kaget.. dia tak pernah menyangka hal ini akan terjadi, segera dia berlari kenang. Sebuah tembakan peringatan cukup mengagetkannya, tapi dia tak peduli. Dia tak boleh tertangkap, dia harus membawa Ibunya ke rumah sakit hari ini... Tiba-tiba sebuah tembakan mengenai kakinya, dia sempat terseok tapi dia tetap berlari sampai akhirnya sebuah pukulan telak mendarat di tengkuknya. Dan semuanya menjadi gelap seketika.
*****
“Ibu...“ panggil Haikal ketika mendapati sesosok perempuan yang sangat dia kenal itu sedang duduk di sebuah bangku taman. Ibunya berbalik menghadapnya, dia memandang Haikal lembut. Tanpa aba-aba Haikal langsung menghambur memeluk Ibunya itu, Ibunya sehat, sangat sehat.. bahkan sang Ibu dapat membalas pelukan Haikal itu.
“Haikal...“ Haikal melepaskan pelukan ibunya, ditatapnya wajah sang ibu yang terlihat tadinya berseri sekarang berubah menjadi sedikit sedih.
“Iya bu.“
“Kenapa Haikal?“ tanya sang ibu. Haikal menatap Ibunya heran. Apa yang dimaksud sang Ibu dengan ‘Kenapa?‘. “Kenapa kamu melakukannya?“ sambung sang Ibu. Haikal mengerti, matanya mulai berkaca-kaca, ibunya tahu dia telah melakukan kesalahan.
“Maafkan Haikal Ibu. Haikal hanya ingin ibu sembuh. Haikal akan melakukan apapun agar ibu bisa sembuh.. Haikal akan melakukan apapun untuk bisa membawa Ibu ke rumah sakit.“ Kata Haikal sambil menunduk. Sang ibu tersenyum mendengar jawaban polos anaknya tersebut. Dielusnya kepala anak laki-lakinya itu. Haikal terdiam seketika mencoba menikmati tiap elusan itu.
“Maafkan Ibu.“ Lirih sang Ibu. Haikal menatap ibunya, dua mata bening itu terlihat sedih.
“Maafkan Ibu jika Ibu menjadi alasan kamu melakukan semua itu Haikal. Sungguh Ibu tak pernah menginginkan kamu melakukan semua itu. Ibu jauh lebih bahagia terbaring lemah dibanding sembuh dengan menggunakan uang itu.“
“Ibu...“ Haikal tak sanggup meneruskan kata-katanya, lidahnya keluh seketika. Harusnya dia sadar sejak awal, harusnya dia tak pernah melakukan semua itu dengan alasan apapun, apalagi demi alasan Ibunya, seseorang paling mulia di hidupnya.
“Ibu hanya ingin kamu dan Rani selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang selalu berusaha ibu tempuh, jalan yang Ibu ingin capai ujungnya,.“ Ibu terdiam sesaat, menatap wajah Haikal yang terlihat menyesal sekarang.
“...dan itu bukan jalan yang kamu tempuh sekarang Haikal...“ Tiba-tiba sang ibu berdiri dan mulai berjalan meninggalkannya. Haikal kaget, dia berusaha berlari mengejar ibunya. Tapi, semakin cepat dia berlari, sang Ibu malah semakin jauh meninggalkannya.
“Maafkan Haikal bu....maafkan..“ Haikal kemudian hanya bisa terduduk lesu menatap kepergian Ibunya.
*****
“Abang...“ lirih Rani ketika kembali dilihatnya sang kakak mengalirkan air mata. Rani benar-benar tak tega melihat keadaan abangnya sekarang, semua tubuhnya luka-luka. Rani masih tak dapat mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Abangnya, yang dia tahu Abangnya hanya pergi bekerja. Tapi... tapi kemudian seorang polisi menghubunginya dan mengatakan bahwa abangnya ada di rumah sakit.
Perlahan Haikal membuka matanya, dilihatnya Rani sedang menangis sambil menatapnya. Seketika itu juga tiba-tiba seluruh anggota tubuhnya terasa sakit. Tapi dia tak perduli, hanya satu yang dia pikirkan sekarang.
“Ibu..“ lirih Haikal. Rani mendekatkan dirinya kepada Haikal dan kemudian menggenggam tangannya. Ada rasa yang ingin tumpah seketika itu juga ketika Haikal menyebutkan kata itu.
“Ibu dimana Ran?“ tanya Haikal lagi, tiba-tiba dia merasa suatu hal buruk telah terjadi pada ibunya. Bukankah dia tadi bermimpi baru saja ditinggal Ibunya, akankah itu tandanya.....
“Rani... Ibu dimana???“ Haikal mulai panik karena Rani tak kunjung menjawab pertanyaannya.
“Ibu, ibu sudah pergi bang.“ Lirih Rani lemah. Tak sanggup rasanya bila dia harus berbohong menutupi semua yang terjadi, abangnya pasti akan lebih sedih lagi nanti. Seketika itu juga Haikal tak dapat menahan kesedihannya. Air matanya mengalir deras di kedua pipinya, ingin sekali rasanya dia tak percaya pada ucapan Rani. Tapi… Rani tak mungkin berbohong untuk hal ini. Haikal sendiri melihat bagaimana Rani berusaha tegar, bagaimana Rani menggigit bibirnya sebelum mengatakan itu, dan sekarang Haikal sendiri bisa merasakan Rani juga terpukul ketika serta merta Rani memeluknya dan kemudian terisak dalam pelukannya. Mereka hanya bisa menangis sekarang, menangisi kepergian orang yang paling mereka cintai. …..Ibu……
*****
Matahari bersinar cerah dan hangat hari ini, udara pun terasa lebih segar dari biasanya. Haikal berhenti sejenak, dihirupnya udara dan dirasakannya hangatnya mentari hari ini. Dia kemudian melanjutkan langkah kakinya melewati sebuah pintu yang menjadi batas terakhirnya sekarang. Di balik pintu itu, seorang gadis manis tengah tersenyum menatapnya. Hari ini adalah hari kebebasannya, dan hari ini jugalah yang menandai terbayar sudah semua kesalahan yang pernah dia lakukan dulu.
Haikal menghampiri Rani dan kemudian memeluk adik perempuan satu-satunya itu. Satu-satunya keluarga yang dia miliki sekarang.
“Abang gendutan yah..“ komentar Rani ketika Haikal melepaskan pelukannya. Haikal kemudian mencoba meneliti bentuk badannya sendiri. Benarkah dia bertambah gendut?
“Kelihatannya.... ini pipinya tambah cubby..!“ Lanjut Rani sambil mencubit pipi Haikal. Haikal mengerti sekarang, sang adik hanya sedang menggodanya, segera dikejarnya Rani yang mulai berlari riang. Sudah tiga tahun dia tak dapat bercanda dengan adiknya itu. Semuanya karena dia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Perbuatannya yang berupa sebuah kesalahan fatal karena dia sudah menjadi kurir narkoba…
*****
Haikal duduk di sebelah sebuah pusara, ditatapnya pusara itu sendu. Ini adalah tempat peristirahatan terakhir Ibunya.
Ibu…. Maafkan Haikal. Maafkan Haikal atas segala perbuatan yang telah Haikal lakukan. Haikal sudah menebus semuanya, bu. Hari ini, Haikal sudah bebas. Haikal sudah selesai menjalani hukuman atas kesalahan Haikal. Haikal harap ibu juga sudah memafkan Haikal..
Maaf telah membuat ibu kecewa.
Mulai saat ini Haikal akan selalu berusaha untuk berjalan di jalan yang lurus itu bu, jalan yang selalu ibu tunjukkan kepada Haikal… jalan yang selalu ibu tempuh, agar kelak Haikal dapat mencapai ujung jalan yang sama dengan ibu nantinya…
Maafkan Haikal, bu… semoga Ibu bahagia di ujung jalan yang indah itu….. syurganya.
Haikal menghapus air matanya, ditatapnya kembali pusara itu. Semuanya telah berakhir…. Semoga ini adalah awal baru yang lebih indah. Haikal memejamkan matanya sesaat, mencoba merasakan sesuatu yang beda, mencoba merasakan kehadiran Ibunya di sana.
Seukir senyuman tiba-tiba hadir ketika Haikal memejamkan matanya.
“Ibu sudah memaafkanmu, Haikal…”

________The end________

Yuliana Indriani, 2010

Selasa, 25 Mei 2010

From Sivia's Notes 7

Maaf yah kalau part 7 ini sangat amat lama di post. Saya benar-benar minta maaf.
So, enjoy this story. ^^

From sivia’s notes... 7

“tin… tin..” suara klakson skuter matic Ify terdengar lagi. Rasanya sudah lebih dari tiga kali dia membunyikannya. Padahal aku sudah menyuruhnya untuk menungguku di dalam saja tapi tetap saja dia ngotot menungguk di luar. Aku baru saja selesai meminum teh ku lengkap dengan adegan tersedak ketika dia kembali membunyikan klaksonnya. Yah, tidak biasanya dia terpaksa menungguku seperti sekarang.
“lama banget vi?“ tanya Ify ketika aku, sambil membetulkan sepatu flat putihku, sedikit terburu-buru menujunya.
“kesiangan.“ Jawabku pendek. Segera kubereskan sepatu yang tadi kupakai asal-asalan. Ify menatapku heran.
“kok bisa? Mata kamu bengkak lagi. Ada apa sih?“
“gak ada apa-apa kok. Cepetan jalan, ntar kesiangan nih. “ ku paksa ify untuk segera berangkat, aku tak mau dia kembali menanyakan perihal apa yang terjadi padaku semalam. Cukup aku, diaryku dan Tuhan saja yang tahu.
Ify menstarter skuter maticnya setelah sempat memberikan helm pink kebanggaannya kepadaku. Kami pun akhirnya berangkat ke rumah sakit, kali ini dalam diam. Biasanya kami tak pernah sediam ini, aku dan ify selalu berbagi cerita sepanjang perjalanan, walau kami selalu bersama entah kenapa sepertinya kami tak pernah kehabisan bahan cerita. Tapi kali ini tidak, aku tak ingin bercerita apapun padanya sekarang dan mungkin dia mengerti itu, bukankah dia sudah lama mengenalku..
Suasana rumah sakit masih sepi ketika kami sampai. Belum ada keluarga pasien yang membesuk dan juga kesibukan lainnya, hanya beberapa keluarga pasien yang bertugas menjaga pasienlah yang terlihat sedang beraktifitas. Aku dan ify segera menuju ruangan perawat, mengisi absen sebentar dan mengambil catatan masing-masing, kemudian kami berjalan menuju kamar-kamar pasien yang seharusnya kami periksa.
Aku melangkahkan kakiku gontai, tak ada semangat.. tidak aku tak boleh seperti ini. Cukup semalam saja aku lemah dan menangis. Matahari sudah bersinar dan seharusnya aku pun kembali kuat dan bersemangat, yah seharusnya begitu, agar dapat kubagikan senyumku hari ini. Aku mengangguk kecil setelah bicara pada diriku sendiri. Ku letakkan jari telunjuk dan jari manis tangan kananku ke dekat bibir sementara tangan kiriku memgang catatan, lalu kucoba sedikit mendorong otot-otot pipiku dengan jemariku itu, mencoba membuat bibirku tersenyum.
Beginilah seharusnya dan ku yakin ibu pasti lebih suka kalau aku tersenyum. Ku helakan napasku dan ku buka pintu kamar melati.
“pagi...“ sapaku ketika memasuki kamar melati. Ku lihat mas gabriel mengerjapkan matanya kemudian sedikit menguceknya, sepertinya aku baru saja membangunkannya. Aku melirik ke arah sofa, Ibu mas gabriel masih tidur, sama seperti kemarin, sepertinya dia kelelahan. Ku pelankan suaraku agar tak membangunkannya.
“maaf mas, cek dulu yah..“ kataku sambil mulai memasangkan alat untuk mengukur tekanan darahnya. Dia hanya mengangguk, sedetik menatapku, lalu kembali diam. Ada yang aneh, dia tidak tersenyum tipis padaku. Ada apa? Apa aku berbuat salah karena telah membangunkannya? Ah, entahlah... Aku tak mau memikirkannya sekarang.
Setelah selesai mencatat aku segera pamit keluar, ku lihat Ibu mas Gabriel masih tidur. Sungguh dia terlihat sangat kelelahan, wajahnya terlihat letih, ada gurat-gurat halus yang semakin tampak membayang diwajah itu, dia letih. Setahuku memang selama satu minggu ini hanya Ibu gabriel yang menjaganya, tak ada satu pun keluarga yang lainnya. Ku yakin dia kelelahan, aku putuskan segera menyelesaikan tugasku dan kemudian akan kembali ke sini untuk sarapan bersamanya nanti.
......
Aku kembali masuk ke kamar melati, kali ini dengan sebuah nampan yang berisi penuh. Sarapan untuk Ibu mas Gabriel dan juga Mas gabriel. Aku sengaja menawarkan diri untuk membawakan sarapan mas gabriel pada suster yang bertugas untuk membawakan sarapan mas gabriel. Yah sekalian saja, toh aku memang mau ke kamar itu, dan sepertinya suster itu senang karena secara tidak langsung aku sudah meringankan sedikit pekerjaannya. Mas gabriel menatapku heran ketika aku mendekatinya setelah menaruh satu mangkuk bubur kacang hijau untuk ibunya di atas meja.
“sarapan mas.“ Kataku sambil mulai menyiapkan makanan untuknya di atas lemari kecil di samping ranjangnya. Dia menatapku sejenak, dalam, tapi kemudian kembali datar. Kulirik ibu mas gabriel yang masih tertidur, ah.. tak tega kalau aku membangunkannya sekarang. Ku putuskan untuk keluar dari kamar ketika sudah kupastikan mas gabriel sudah dalam posisi duduk dan siap sarapan. Ketika aku selesai berikan piring makanannya pada mas gabriel, aku melangkahkan kakiku menuju pintu. Namun, langkahku terhenti ketika tiba-tiba..
“kamu menangis?“ sebuah suara yang terdengar asing tiba-tiba hadir memecah kesunyian yang ada. Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Kulihat lelaki yang ada di ranjang itu masih diam di tempatnya, masih duduk dengan santai di ranjangnya. Tak ada perubahan apapun, dan dia masih diam tanpa menatapku. Apa aku salah dengar? Suara itu... tapi bukankah dia masih diam. Sepertinya aku memang salah. Aku menggeleng kecil kemudian kembali berniat melangkahkan kakiku.
“kenapa menangis semalaman?“ lagi-lagi suara itu. Cepat-cepat aku menoleh padanya. Kali ini, mata bening itu sedang menatapku, dalam dan sejuk. Seakan-akan mata itu bicara bahwa sang pemilik mata ingin aku percaya padanya, seakan-akan dia menawarkan sebuah ketentraman, seakan-akan dia ingin mengatakan kalau dia ingin aku membagi ceritaku padanya. Aku terdiam. Mungkinkah aku sedang bermimpi ?. Seseorang yang selama ini aku kenal hanya dalam diam dan hanya bisa memberikanku senyum tipis, dia.. dia sekarang sedang bertanya padaku ‘kenapa aku menangis ?’. Aku sungguh tak akan pernah percaya hal itu terjadi bila tidak kulihat sendiri mata itu masih menatapku lekat, masih diam, menunggu jawaban yang keluar dari bibirku.

***** bersambung *****

Maaf kalau masih dikit. Sedang sibuk, padahal sudah ngetik di laptop nih,.. nangung. Tapi yah biarlah, dari pada saya banyakin tapi feelnya gak dapet.
Thanks sudah mau baca cerita iseng yang sekarang jadi proyek serius ini. ^^
Kalau ada waktu, masukan dan kritikannya di tunggu. Sankyu.

Minggu, 23 Mei 2010

From Sivia's Notes 5-6

from sivia's notes...5

Ibu mas Gabriel menatapku, ku lihat dua bola mata bening itu memancarkan kesedihan. Sungguh aku ingat Ibuku. aku menggenggam tangannya, aku tahu dia butuh seseorang sekarang.“Ibu kenapa?“ Ibu mas Gabriel mengalihkan pandangannya dariku, kepalanya sedikit menggeleng.“tidak apa-apa Via..”
“kalau ada apa-apa Ibu boleh kok cerita sama Via,Via mau dengerin cerita Ibu.“ ku lihat Ibu mas Gabriel sedikit terkejut tapi sedetik kemudian dia kembali menatapku, kali ini ada sebuah senyum tipis diwajahnya.
“terima kasih Via, tapi benar tidak apa kali ini.“
“tapi tadi, Via lihat Ibu menangis, ada apa bu sebenarnya?“
“ enggak, nanti kalau ada apa-apa Ibu akan cerita.. tapi tidak sekarang. “ aku tersenyum lega. semoga benar tidak ada apa-apa.
“iya bu, Ibu gak usah ragu buat cerita ke Via. “ Ibu mas Gabriel mengangguk kecil dan kemudian tersenyum. semoga senyum itu terus menghiasi wajahmu bu.
“Via!!” aku menoleh kearah sumber suara. ku lihat Ify sudah siap di skuter matiknya. aku pamit pulang kepada Ibu mas Gabriel dan kemudian berjalan cepat menuju Ify.
Ify memberikan helm pink yang senada dengan skuter matiknya, Ify memang suka warna pink. aku agak miris menerimanya. yah jaketku sudah pink, helm pink juga ditambah dibonceng dengan skuter pink..aduh bisa dikira pinky girl nih, padahal yang gila pink itu kan Ify bukan aku.“fy, boleh gak lain kali helm-nya ganti warna lain? hitam kek, kuning kek. pokoknya jangan pink, gak enak banget kalau aku lagi pake jaket ini.” Ify tertawa kecil melihat kearahku dari ujung kaki sampe ujung kepala.
“kagak bisa, gak matcing sama skuternya. kamu aja tuh yang ganti jaket. katanya gak suka pink tapi doyan banget pake jaket itu.”
“ah Ify, ini jaket dari Ibu..gak tergantikan.”Ify hanya tersenyum.
“yah udah buruan naik,ntar kemaleman.” aku naik ke boncengan dan kami pun berangkat meninggalkan rumah sakit itu untuk hari ini.
...seusai mandi, aku menuju dapur. membuka isi kulkas kecil yang ada di dapur, mengambil satu butir telur, sedikit sayur sawi, dan bawang merah, lalu mengambil mie instan dari lemari. yah aku putuskan akan makan malam dengan mie instan, meski tidak terlalu sehat tapi sudahlah..kali ini aku malas berkreasi.
setelah selesai masak, kubawa satu mangkuk mie itu ke ruang makan, aku duduk di kursi lalu makan dalam diam. sendiri..
seusai makan malam, aku kembali ke kamar, mengambil buku diary coklat dan mulai menulisnya. menulis tentang Ibu mas Gabriel. air mataku mengalir, teringat Ibu,
..aku kangen Ibu..

from sivia”s notes...6

mataku basah ketika aku membaca barisan kata di diary itu, tiap kata yang tertulis disana kembali membawaku menyusuri ruang dan waktu. membawaku menemui Ibu.***demi sinar cinta di mata bening seorang Ibu yang mencintai anaknya, perasaan cinta ku pada Ibuku juga sebesar itu. tak ada yang lebih ku cintai didunia ini selain Ibuku....masih lekat diingatanku bagaimana Ibu mengasuhku ketika kecil, menyuapiku makanan, menggantikan pakaianku, bahkan Ibu kerap kali merapikan rambutku.lalu aku mulai tumbuh dewasa, mulai bandel, mulai tak mengindahkannya, tapi Ibu tak pernah marah, baginya aku hanya sedang manja ketika nakalku kumat.bagiku Ibu segalanya,dari kecil keluargaku hanya Ibu, yah Ibulah yang berperan sebagai Ibu, ayah, dan juga saudara ku.aku tak pernah kesepian meski kami cuma berdua.“Ibu, siVia lulus tes depkes untuk lanjut di akper!” aku berlari memeluk Ibuku ketika aku membuka surat penerimaanku sebagai siswa di akper depkes. Ibu balas memelukku, diciumnya kedua pipiku serta keningku, diusapnya kepalaku. dia bahagia untukku..“alhamdulillah Via, alhamdulillah” hanya itu yang Ibu ucapkan. tapi bagiku lebih dari cukup. kami menangis haru hari itu, menangis bahagia berdua, tapi... untuk terakhir kali.menjadi perawat adalah impianku, impian yang tertanam sejak kecil karena Ibu.“bu, kenapa Ibu jadi perawat?” tanyaku ketika aku masih suka ikut Ibu bekerja dirumah sakit. aku masih ingat Ibu tersenyum manis dan tulus sekali waktu itu.“karena Ibu ingin membantu orang-orang disini, membantu mereka bukan hanya dalam kesehatan tapi lebih dari itu, Ibu ingin membantu menghadirkan senyum diwajah mereka, hanya senyum, dan Ibu berharap dengan senyumlah mereka akan lebih semangat untuk sembuh”.. aku mengangguk kecil waktu itu, tak terlalu mengerti.. tapi entah sadar atau tidak sejak saat itu aku selalu bermimpi menjadi seorang perawat, bidadari yang membagi senyuman diwajah pasien, seperti Ibu.dan kini, impianku sudah tercapai. tapi... Ibu tak ada disampingku, tak ada untuk memeluk dan menciumku, namun aku tahu. ditempatnya yang indah, Ibu sedang tersenyum bangga melihatku..Ibu, ijinkan aku menangis malam ini untuk mu, menangis untuk kebersamaan kita yang tak berwujud nyata lagi, menangis untuk kerinduanku padamu.. Ibu, ijinkan airmata ini mengalir, menyusuri tiap liku hati yang merindu.ijinkan bu, ijinkan aku meluapkannya malam ini, agar besok aku bisa kembali tersenyum dan membagi senyumku.

Ibu,aku akan selalu mencintaimu.

***bersambung***

Rabu, 19 Mei 2010

From Sivia's Notes 1-4

ini ada cerbung saya yang saya tulis lewat hape di notes facebook.... yah idenya ngalir gitu aja pada waktu bengong, dan herannya banyak yang bilang bagus... so enjoy yah !!

>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<

from sivia's notes... 1

aku menatap sebuah buku diary kecil yang sekarang ada dipangkuanku, perlahan ku buka cover berwarna coklatnya. halaman pertama, 'sebuah pertemuan'. yah itulah judul yang tertera dihalaman pertama diary itu.. mataku kemudian menelusuri kata demi kata yang tertulis dihalaman itu.

***
hari ini, entah kenapa aku memutuskan menulis diary ini dihari ini. sudah lama sebenarnya aku memiliki diary ini, tapi entah kenapa aku tak pernah mau menulisnya. bagiku diary ini terlalu berharga jika hanya ditulis dengan cerita yang biasa, diary ini harus diisi oleh cerita yang tak biasa.. dan hari ini aku memulainya.
matahari bersinar cerah ketika aku mengayunkan langkah kakiku pagi tadi, sinarnya hangat sehangat senyum yang hendak ku bagi hari ini..
ini adalah hari pertamaku bertugas sebagai seorang perawat, yah akhirnya aku menjadi perawat, persis seperti ibuku yang sekarang sedang tersenyum bangga kepadaku dari tempatnya yang indah.
'pagi suster via..' sapa ify, teman ku dari SMA dan juga di akademi keperawatan. sekarang kami juga bekerja ditempat yang sama.. sebuah rumah sakit daerah. aku tersenyum manis ke arahnya.
'pagi suster ify..'
kami berdua lalu tertawa bersama, geli sendiri rasanya saling memanggil dengan sebutan suster.
....

siang hari, aku mulai bertugas mengecek keadaan para pasien. aku masuk ke sebuah kamar, tersenyum kearah seorang pasien yang sedang ditemani keluarganya.
'siang mas, cek dulu' kataku sambil mulai menyiapkan catatan dan mulai memeriksa pasien itu. tak banyak yg ku periksa hanya infus, tekanan darah dan juga suhu tubuhnya. aku juga menanyakan keadaanya.. yah hanya hal-hal biasa yang dilakukan sesuai prosedur keperawatan.
tapi ada yang aneh dengan pasien yang satu ini, dia hanya diam.. seorang ibu yang mendampinginyalah yang lebih banyak bicara padaku.
entah kenapa mataku masih menatapnya, dia.. dia terlihat asing, terlihat kosong. aku diam dan mulai melanjutkan mencatat lagi. setelah selesai mencatat, aku pamit kepada pasien itu dan ibunya.
'keadaanya stabil, cepat sembuh ya mas. permisi bu'.. ibunya tersenyum dan berterimakasih kepadaku, tapi dia.. dia tetap diam.
aku keluar dari kamar itu, ku helakan napasku.. aku masih mengingat ekspresi datar pasien tadi. kulirik berkas catatanku tadi..
kamar melati nomor 1, Gabriel, 23 tahun..

***

aku menutup mataku, mulai menutup halaman pertama diary itu dan beralih pada halaman keduanya. aku kembali melihat barisan kata yang dulu aku tuliskan disela-sela waktu istirahatku.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

from sivia's notes.... 2

aku menatap halaman kedua diary itu dan mulai membaca barisan kata yang terukir disana.ini masih tentang pertemuan itu.
***
aku sedang makan siang dikantin bersama dengan ify ketika mataku tak sengaja menatap ke arah kamar melati,kamar itu memang terletak tak jauh dari kantin.ibu pasien yang ku periksa tadi baru saja keluar dari kamar itu.kulihat wajah ibu yang ramah itu terlihat sendu,aku bahkan sempat melihat tangan kanannya menyeka air matanya ketika dia menutup pintu kamar.dia menangis..
'vi, kamu ngeliatin apa?' tanya ify membuyarkan lamunanku. sempat kulihat kembali kamar melati,sepi.. ibu itu sudah pergi.
'oh, enggak kok..' aku berusaha bersikap biasa. ify tersenyum kearahku,untunglah dia percaya dan tak mengusikku.
waktu istirahatku selesai.aku kembali menjalankan tugasku,kembali mengecek keadaan pasien,dan kebetulan dari jadwal yg kuterima,aku sekarang bertugas mengantarkan mas gabriel keruang cuci darah. setelah aku mengecek semua file pasien yang bernama gabriel itu, akhirnya aku tahu kalau dia menderita gagal ginjal, kondisinya sempat drop beberapa hari yang lalu.pantas saja dia terlihat lemah dan pucat.
aku mendorong kursi roda,mas gabriel duduk dengan tenang.aku memanggilnya mas karna umurnya memang lebih tua dariku,lagi pula ku rasa panggilan itulah yang paling pantas dan sopan.
sepanjang perjalanan menuju ruang cuci darah,mas gabriel hanya diam,matanya menatap kosong lurus ke depan.. beberapa kali aku mencoba mengajaknya bicara tapi dia tetap diam. akhirnya aku pun memilih diam walau aku tak ingin,tapi aku memang tak berhak memaksanya bicara.
sampai diruang cuci darah,aku membantunya naik ke ranjang, seorang perawat lain mulai memasangkan selang yang terhubung dengan sebuah mesin besar disamping ranjang itu,tak berapa lama kemudian kulihat darah mulai mengalir di selang-selang itu,sempat kulihat wajah mas gabriel sempat menahan sakit pada awalnya namun kemudian terlihat biasa saja..dia tetap diam.
ibu mas gabriel belum juga datang,aku berinisiatif menjaganya..lagi pula shiftku sudah selesai. tak tega rasanya kalau aku harus meninggalkan mas gabriel sendiri dengan selang-selang yang masih mengalirkan darah keluar dan masuk ke dalam tubuhnya..
mas gabriel masih diam, sesekali kudapati dia memejamkan matanya. proses cuci darah memang tidak sebentar butuh waktu beberapa jam. aku mengeluarkan mp4 playerku. ku tawarkan padanya, dia hanya diam.
dengan hati-hati ku pasangkan headset ke telinganya. dia tersenyum tipis..

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

from sivia's notes... 3

aku tersenyum tipis membaca catatanku,setipis senyum mas gabriel waktu itu..entah kenapa aku masih mengingatnya,aku bahkan tak dapat melupakan tiap lekuk wajah dan ekspresinya. 'symphoni yang indah',halaman berikutnya mengukir judul lagu itu dibarisan paling atas,aku kembali menyusuri lorong waktu ketika kubaca kata perkata yang tertulis dihalaman itu.
***
sudah seminggu aku bertugas sebagai perawat,aku senang.. ini impianku sejak dulu,menjadi seperti ibuku. bidadari yang berusaha membagi senyuman diwajah-wajah lemah itu...
aku kembali melangkahkan kaki dengan santai ke kamar melati,mas gabriel belum pulih benar..dia masih harus dirawat,jadwal cuci darahnya juga masih rutin.
perlahan ku buka pintu kamar itu,ku berikan senyum ku pada mas gabriel yang diam diranjangnya.
'pagi mas, cek dulu yah'
dia masih diam, tapi senyum tipisnya mulai bisa menyapaku.. sepertinya dia sudah mulai terbiasa denganku.
aku membalas senyum tipisnya itu,mulai memeriksa infus, tekanan darah dan suhu tubuhnya.. membubuhkan beberapa catatan,dia semakin membaik.
mataku kemudian tak sengaja melihat kearah mas gabriel,kulihat matanya sayu menatap kearah sofa,kuikuti arah pandangannya..
aku mengerti,disofa kamar itu seorang ibu tertidur,dia terlihat benar-benar lelah. aku mendekati sofa itu,membenarkan letak selimut yang sudah tak karuan itu,ingin sekali aku membangunkanya dan menyuruhnya istirahat dirumah,tapi wajah tulus ibu itu membuat aku tak sanggup berbuat lebih.
aku pamit keluar dari kamar itu, kulihat mas gabriel masih menatap ibunya, dia kasihan melihat ibunya..
tiba-tiba dadaku sesak,segera ku tutup pintu kamar itu.
aku kangen ibuku..
...
setelah tugasku memeriksa pasien selesai,aku buru-buru menuju kantin,memesan dua mangkuk bubur ayam dan air mineral,kulihat dari kaca dikamar melati masih ada bayangan ibu mas gabriel. seusai membayar pesananku,aku langsung membawa nampan itu ke kamar melati.. ibu mas gabriel pasti belum makan.
aku mengetuk pintu kamar itu dan coba membukanya dengan tangan kiriku,agak susah dengan nampan ditangan kananku,ibu mas gabriel akhirnya membukakan pintu untukku. wajahnya sedikit terkejut ketika melihatku datang dengan nampan,aku tersenyum ke arahnya.
'bu, belum makan kan..?' ibu mas gabriel hanya mengangguk kecil. ku taruh dua mangkuk bubur ayam itu di meja kecil didepan sofa, kamar ini kamar vip jadi punya sofa dan meja.
kulirik mas gabriel, dia tersenyum tulus kearahku seakan ingin berterima kasih. aku membalas senyumnya..

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

from sivia's notes... 4

ibu mas gabriel makan bersamaku dengan lahap,mas gabriel hanya menatap kami.pagi tadi dia sudah memakan sarapannya,menu khusus rumah sakit.
aku tersenyum dan pamit keluar setelah kami selesai makan.
'terima kasih suster,suster baik sekali.'kata ibu mas gabriel sambil menatap ku tulus.
'pangil via saja bu, saya cuma melakukan apa yang seharusnya saya lakukan.'
aku keluar dari kamar itu sambil membawa nampan yang berisi dua buah mangkuk yang sudah kosong.
di kantin ku lihat ify sedang makan sendirian, aku lupa.. tadinya aku janji akan sarapan bareng.
ify nampak sedikit cemberut menatap aku yang berjalan ke arah kantin. sepertinya kali ini aku harus merayunya.
'pagi suster ify yang cantik..'
'pagi'
aku tersenyum kecil, sahabatku ini sedang ngambek. aku duduk disampingnya, menatapi setiap gerakanya.. ify batal menyuap sesendok nasi goreng yang tadinya hendak dia makan dan kemudian menatapku.
'ah via, jangan diliatin gitu..' aku tertawa geli. dia memang gak bisa makan kalau diliatin.
'makanya jangan ngambeg yah, ntar cantiknya hilang..' dia hanya mencibir kearahku dan mulai melanjutkan makannya.
'hm, dari kamar melati lagi?' aku mengangguk.
'gimana keadaan mas gabriel mu itu?' goda ify. aku memang sering cerita tentang mas gabriel padanya, tapi hanya sebagai pasien yang paling menarik perhatianku.
'hus, ngomong sembarangan.. dia bukan punya aku, punya ibunya tuh'
ify tertawa kecil, dia berhasil menggodaku..
'yah gimana keadaanya?'
'hm.. semakin membaik walau dia masih diam. hanya sekarang dia sudah mulai tersenyum meski sangat tipis..'
'semenjak lagu itu yah?'
aku mengangguk.. yah setiap aku menemaninya cuci darah aku selalu memasangkan headset ke telinganya, entah kenapa.. tapi aku ingin, melihatnya tanpa ekspresi hanya membuat aku pilu. dia juga tak pernah menolak, tetap diam.
hanya senyum tipisnyalah yang bicara kalau dia menyukai lagu itu.
sempat kulihat mp4 playerku ketika senyumnya kembali mengembang..
dia sedang mendengarkan 'symphony yang indah'.. dan itu juga lagu favoritku.
semenjak itu kulihat dia lebih sering tersenyum walau tipis.
....
aku baru keluar dari ruang ganti, shift ku selesai sore ini. aku masih mengenakan baju putih perawat, hanya ada tambahan jaket pink yang aku pakai untuk sekedar tambahan.
aku melewati taman rumah sakit, kulihat ibu mas gabriel sedang duduk sendirian disana..
entah apa yang mendorongku, ku arahkan kakiku menuju taman.
aku duduk disampingnya, kulihat dia menyeka air matanya kemudian menapku..

Rabu, 05 Mei 2010

tampilan baru, semangat baru,,. ^^

Hua… saya suka tampilan blog saya yang sekarang.. cantik!!
Ini bukan karya saya sih, hoho lebih tepatnya ini di modif sama orang lain. Template kayaknya emang dari blogger, tapi saya gak akan tau kode html-nya atau juga gimana bisa dapet template ini.. dan thanks a lot buat yang sudah dengan baik hati mengganti template saya yang kemaren dengan yang sekarang.. ^_^

Saya sih orangnya simple-simple aja sebenarnya, dengan tampilan yang kemaren saja saya sudah cukup puas sebenarnya.. tapi ketika lihat blog orang lain pada keren, saya jadi iri, hahhaha. Jadi lah saya ngirim email sama kakak tingkat, minta diajarin ngeblog sebenarnya. Karena jujur saya ngeblog sih biasa dan standar-standar aja, gak ngerti ana-ini dan sebagainya itu. Setahu saya, blog mah yang penting buat nulis aja gitu.

Setelah cukup rajin blogging dan lihat blog temen-temen yang udah lama ngeblog kok rada miris yah sama blog saya, perasaan dari pertama buat blog waktu SMA, yang udah ada tiga blog gak keurus sama sekali itu, saya belum menunjukkan kemajuan sama sekali.

Waktu dulu, temen saya sempet ngejekin blog saya yang lama. Yah dulu kan belum banyak temen saya yang ngeblog, paling saya sendiri.. (PD-nya…) dan dengan bangga saya promosi ke semua temen saya tentang blog saya yang berisi lebih banyak curhatan itu. Eh, salah satu temen saya yang rada ngintelek (?) malah ngejekin saya, “hah?? Gitu aja blognya? Gak menarik..!!”. dan panaslah hati saya saat itu. Ngambeg dan gak ngeblog lagi!gegegege (gak kok cuma tiba-tiba aja jadi males banget..)

Akhirnya kemaren dengan segala tekad, saya membuat blog baru.. yah blog ini, ditujukan untuk berbagi cerita dan menyalurkan hobby saya buat nulis.

Tampilan awal yah dengan sangat biasanya pilih template yang paling simpel yang ada di blogger. Biasa banget, cuma warnanya aja saya pilih hijau..

Udah mulai promosi deh saya tentang blog saya itu, whateverlah sama tampilannya.. yang penting isinya, saya langsung ngepost semua cerpen yang sudah saya bikin di ICL. Trus promosi sama Ify tentang cerita itu.. dan Ify berkunjung ke blog saya ini…… jeng-jeng-jeng.. dengan tampilan template yang seadanya. :( tapi tak apalah yang penting dia seneng baca ceritanya.. ^_^

Trus saya buka-buka blog kak tami, blog kak tri.. hua keren!! Manis-manis gitu… hehehe jadi iri banget..

Dan seterusnya.. dan seterusnya... hahaha saya minder.

Jadi yah thanks berat aja karena sekarang blog saya udah lebih menarik dan cantik.. ^_^
Walau belum lengkap-lengkap banget. Yang pasti saya jadi semangat aja ngelihatnya... dan semoga juga semangat buat nulis postingannya.. :D

Semangat!!! Coming soon cerpen saya selanjutnya, tapi yah mesti namatin Sorry di ICL dulu. ^^v

Minggu, 02 Mei 2010

Melihat lebih dalam, mendengar lebih banyak karena belajar menulis...

ketika saya belum coba-coba dengan hobby saya, saya hanyalah seorang mahasiswi biasa.. teramat biasa, bukan berarti sekarang saya berubah jadi luar biasa. saya masih mahasiswi biasa, tapi memang ada yg berubah.

Dulu hidup saya hanya sebatas diri saya,saya juga hanya memikirkan diri saya, persolan diri saya, dan semua hanya tentang saya...seorang teman malah pernah bilang saya buta dan tuli,bukan dalam arti sebenarnya tentunya..karena alhamdulillah Allah memberikan pengelihatan dan pendengaran yang sempurna..hanya saja saya cuma bisa melihat dan mendengar diri saya sendiri..

Lalu saya mulai suka membaca dan menonton, mata dan pikiran saya sudah mulai terbuka,. tapi saya masih buta kata teman saya...yah saya memang membatasi buku dan acara yang saya tonton.lalu tau tau saya mulai menulis, mulai nyari-nyari ide dari manapun...dan saya mulai menatap dan mendengar dunia,, ternyata banyak hal yang saya lewatkan, dan benar kata temen saya.. dulu saya buta dan tuli,,

Sekarang, meski saya belum bisa menuliskan semua yg sekarang saya lihat dan saya dengar lebih dalam..saya bersyukur karena mata dan telinga saya mulai terbuka..dan saya akan mulai melihat lebih dalam dan mendengar lebih banyak...

Semoga suatu saat saya bisa menuliskan semua yang saya lihat dan saya dengar,,agar lebih banyak orang yang mata dan telinganya terbuka kepada dunia.semoga.. amin.semangat! :D

belajar nulis....... evaluasi nih.. 2

Oke kali ini mau share tentang belajar menulis saya lagi. Maaf yah belum sempet nulis cerpen lagi, soalnya saya lagi konsen sama ngerjain cerbung di ICL. Yah lagi belajar gitu deh. Soalnya seperti yang kalian tahu saya itu baru belajar nulis jadi banyak banget yang mesti dibenahin.
Kalau saya baca-baca lagi tulisan saya, masih sangat jauh dari kata bagus sebenarnya dari sisi penulisan. Banyak kekurangan yang saya punyai. Contohnya deskripsi. Sumpah itu susah banget….

Saya tipe yang spontan dan to do point yang cuma bakal bilang “menangis” bukannya yang bilang “air matanya mengalir di kedua pipinya membentuk aliran sungai bening yang memancarkan kesediahan, dia mencoba menahan kesediahan dengan menggigit bibirnya..”
Itu salah satu kekurangan saya, tingkat abstraksi dari tulisan saya itu sangat tinggi, ambiguitasnya juga, dan itu menuntut saya untuk terus belajar.

Selanjutnya itu yah alur saya, susah banget rasanya saya membentuk alur yang bagus, cerita saya cenderung berantakan gak tentu arah sampai ketika tamat. Makanya setiap mau ending baru deh sibuk jelasin semuanya, lewat diary lah, lewat kata-kata batinlah, pokoknya ngasih pengertian ulang gitu.. enak kalau pembaca tulisan saya itu bisa ngerti, tapi kalau cerita saya terus gini bukan gak mungkin bakal pada yang males ngebacanya.

Oh iya ini elemen paling penting dari pelajaran tulis-menulis saya.
Kak tami sempet bilang ke saya lewat email kalau cerita saya itu ibarat steak yang dihidangkan seadanya di piring plastic. Yah isinya bagus tapi penyampaiannya bikin kurang sreg,..

Saya sih open banget sama kritik membangun kayak gini. Yang perlu saya benahin itu yah penulisan yang masih suka banget salah ketik, trus penggunaan kata asing yang suka gak tepat, trus singkatan-singkatan yang nganeh plus ngeganggu. Selain penulisan, saya juga mesti belajar nata alur tadi, konfliknya mesti dirapiin deh kayaknya, dan penyampaiannya itu mesti ngena juga gak asal-asalan aja.

Saya juga baca tulisan-tulisan temen-temen dan saya terkadang nemuin kekurangan mereka, tapi susah banget nemuin kekurangan saya.. makanya saya pengen di koreksi juga sih. Semoga saja mulai sekarang bisa lebih welcome sama kritik.

Mesti jadi lebih dewasa dan bijak kalau mau maju.

Terima dengan senang hati aja kalau ada kritik yang masuk, kalau dirasa benar dan bisa bikin lebih baik lagi yah dipraktekin dong.. harus ma uterus belajar!!

Oke, sekarang mesti semangat!!! Berharap dalam waktu dekat bisa nulis cerpen lagi, tapi dengan lebih baik dan lebih professional… start dreaming!! ^^