Pages

Minggu, 30 Januari 2011

Writing Competition

Hi guys, just wanna share and write something in English.

Okay, i just wanna tell you that i love write something and i try to study about writing. As we all know, my ability in writing is not good enough. I have little amount of vocab, little sense of humor and little experience in writing.
However, i just love writing.. and fortunately no one can say 'NO', because this is my life and me... free to chose what i want to love. :)

But, life is not only about love. I can't be a writer if i just love write something. But, it just can happen when i write something. yeah.. the real something that can read by everyone and can give some benefit or... yeah just can make them happy to read my writing.

That what i did last one year, write short story or just write something in my blog and my FB. And, i have the reader!! yeay! :)
You know, i'm really happy when someone read and give comment for my writing, it likes you won some lottre! that makes you won't stop write anything.

But, study is not enough. There must be some evaluation to evaluate my writing.. comments? I think it's not enough because it not tell you how far you go.. and how better you write. So, for evaluate my writing, i joined some writing competition on FB.

Before joined the competition, i'm not confident with my writing. It's not because my writing is bad. But... i think there so many people out side writes better than me. uh... yeah, at least i just did that. In my opinion, i just happen. I suddenly sent my writing and waited for the result. Oh sounds like i'm a good participants.

and... for the result. As i told you on previous posting, i fail! but its okay.

A competition always done by 'win' or 'learn something', and for those moment.. i just learn so many thing :)

Yeah, my writing is not good enough for being the winner but... i think my writing is good enough for being the TOP 50, and it makes me proud of my self and gives me more spirits in write something.

so, lets write something!! :) and... enjoy the other writing competition :D

Jumat, 28 Januari 2011

Aku dan Gadis Berumur Tujuh Tahun di Arena Permainan

... Lihatlah wajah berseri itu hari ini dan lihatlah bagaimana wajah itu beberapa tahun ke depan... ...Semuanya berawal dari hari ini dan akan tergantung pada hari ini...

Angin semilir menerpa wajahku ketika aku duduk dengan manis di pinggir arena permainan yang baru saja aku buat. Di area permainan Lia, gadis kecil berumur tujuh tahun, sedang meloncat-loncat dengan riang. Lia adalah gadis kecil berumur tujuh tahun yang akhir-akhir ini selalu datang ke rumahku untuk bermain denganku.

Tiba-tiba, kaki Lia menyentuh batas arena permainan dan itu artinya Lia harus berhenti bermain dan aku akan mendapat giliran bermain. Tapi, sepertinya Lia tidak rela.

“Satu kali lagi yah,yang tadi gak sah, ya yuk, yah..” aku hanya bisa tersenyum tipis ketika Lia kembali membujukku. Matanya yg membulat dan bersinar-sinar akhirnya bisa membuat aku tak berkutik. Aku mengalah pada anak kecil berumur tujuh tahun yang mengajakku bermain itu. Aku kembali duduk diluar arena permainan dan melihat gadis kecil itu kembali melompat-lompat dengan lincah sampai ku lihat kakinya kembali melanggar batas arena permainan.

“Wah, kaki Lia menginjak garis tuh..” Lia tercenung sesaat dan akhirnya dengan sedikit berteriak dia membantahnya, “Wee, enggak tuh ayuk tuh yang salah lihat..” Aku menghelakan napas dan kemudian hanya bisa kembali tersenyum. Entah ini sudah yang keberapa kali Lia menyangkal kesalahannya, dan entah juga yang keberapa kali dia bisa dikatakan curang. Menggeserkan buah permainan, mengeserkan kaki yang tidak sengaja menginjak garis, meminta permainan diulang bila dia melakukan kesalahan, sampai dia membuat peraturan permainan sendiri, Lia benar-benar sudah banyak melakukan kecurangan.

“Ah lia kan masih anak kecil” salah satu bisikan lembut dihatiku kembali terdengar tapi bagian lain di nuraniku terasa digelitik keras.

“Anak sekecil lia saja sudah belajar curang, bagaimana nantinya? Mungkinkah dia akan tumbuh jadi seseorang yang egois dan terbiasa berbuat curang? Semuanya kan berawal dari masa kecil, apa yg dia dapat di masa kecil akan membekas dan membentuk dirinya di masa depan.”

Aku kembali terdiam, entah apa yang Lia pelajari selama ini. Bagaimana awalanya dia belajar curang? Mungkinkah orang-orang di sekitarnya yang mengajarkannya berbuat curang? Lalu bagaimana Lia nantinya? Aku kembali menatapi Lia yang masih asik melompat-lompat di arena permainan.

Tiba-tiba di mataku Lia berubah menjadi dewasa, mengenakan pakaian resmi di ruang sidang DPR. Lia sibuk berdebat, sibuk menyalahkan dan sibuk mengungkit-ungkit peraturan undang-undang yang bahkan dia tidak tahu isinya. Lia yang tersenyum penuh kemenangan ketika berhasil mengelabuhi banyak orang dengan gaya sok pintarnya, Lia yang tiba-tiba tertawa ketika menaiki mobil mewah yang entah didapat dari mana.

Ayuk, kok diem aja? ayo main..” Aku tersadar dari lamunanku ketika Lia menarik-narik pergelangan tanganku.

“Enggak lia, ayuk gak mau main” Lia sedikit terkejut, ditatapnya aku dengan tatapan tak percaya.

“Kenapa?” dia bertanya sambil membulatkan matanya.

Ayuk gak ngerti permainan Lia. Ayuk gak ngerti peraturan mainnya.” Aku menjawab sebiasa mungkin dan mencoba tak menyakiti hatinya. Dia terdiam sesaat, menatapku dan kemudian menatap arena permainan di mana dia sudah menang jauh dariku karena beberapa kecurangan kecil yang dia lakukan. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran anak kecil seperti Lia, tapi aku harap dia akan mengerti sesuatu dengan perkataanku itu.

Lia melangkahkan kakinya ke arena permainan dan mengambil buah permainan lalu mengembalikannya ke titik awal.

“Kita mulai baru aja permainannya..” kata Lia sambil tersenyum manis dan tatapan berbinarnya. Lia, gadis berumur tujuh tahu tersebut sepertinya mengerti bahwa aku tak nyaman dengan gaya bermainnya, mungkin perlahan dia mengerti bahwa aku tak ingin dia berbuat curang. Aku hanya bisa tersenyum lega, “Ok, tapi Lia janji yah gak curang dan buat peraturan sendiri hanya untuk menang? Kali ini kita bermain dengan jujur dan begitu pula untuk permainan-permainan lainnya, janji?”

“Iya, janji..” Lia berteriak senang dan mantap.

Hm, aku mempersilahkan Lia mengambil giliran pertama karena dia menang dalam usit untuk memulai permaianan. Aku melakukan semua ini bukan agar aku menang dari Lia, hanya saja aku ingin Lia belajar untuk tidak bermain curang lagi.. meski hanya di arena permainan, dia tak boleh belajar curang. Karena, apa jadinya Lia di masa depan adalah buah dari apa yang diajarkan padanya sekarang. Dan aku bertanggung jawab untuk saat sekarang, di sini.. di arena permaianan ini. Semoga dia belajar sesuatu dari permaianan ini, dan membawanya tumbuh bersamanya hingga dia dewasa dan menjadi Lia yang lebih baik kelak.

“Seandainya ketika besar Lia benar menjadi anggota DPR, aku harap dia bisa menjadi anggota Dewan yang jujur, yang memihak kepada rakyat, yang menegakkan Undang-Undang, dan anti kecurangan dan korupsi... Amin..” aku tersenyum ketika Lia menghentikan permainannya ketika gilirannya berakhir kali ini.

****__****

# Ayuk : Panggilan untuk kakak perempuan.

# Usit : permaianan untuk menentukan menang atau kalah dengan mengadu jari tangan.

***__***


HIKMAH :

Cerita ini sebenarnya diambil dari kisah nyata sehari-hari, betapa banyak kita lihat anak kecil belajar bermain curang dalam permaianan sederhana. Hal ini bisa membuat anak kecil itu terbiasa berbuat curang, dari mulai melakukan kebohongan kecil tentang uang jajan dan akan meluas hingga berbuat curang dalam ujian di sekolah.

Saya tidak ingin mecoba menyalahkan siapa-siapa lewat cerita ini, hanya saja saya ingin memberikan gagasan bahwa kadang yang perlu kita lakukan adalah merubahnya dengan usaha kita sebagai orang terdekat anak kecil tersebut agar kita dapat mengajarkan dan memberikan contoh yang baik pada generasi yang akan datang.

Karena bagaimana generasi penerus bangsa ini, sebenarnya ditentukan bagaimana dia diajari dan diberikan contoh sejak masih kecil. Jadi, mari kita mengajarkan dan memberikan contoh yang baik demi masa depan bersama yang lebih baik.


hikmah yang saya coba sampaikan di cerita ini :

1. kejujuran harus di tanamkan sejak kecil (jangan membiarkan dan membiasakan anak kecil berbuat curang )

2. kita harus mengajarkan dan memberi contoh yang baik kepada anak kecil

3. masa depan bergantung pada bagaimana masa kecil, jadi,.. pentingnya pendidikan dan pembentukan sikap sejak dini agar menjadikan pribadi yang baik di masa yang akan datang.


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp.

Selasa, 25 Januari 2011

Dongeng...

Aku ingat ketika aku memaksamu bercerita tentang cerita yang indah dan penuh bahagia. Aku bahkan masih ingat tiap detail dari dongeng yang kamu sampaikan, yang selalu mampu membuat aku tersenyum dalam hitungan detik.. yah hanya dongengmu.

---

Pada jaman dahulu hiduplah seekor kelinci..

Dan dia hidup bahagia selamanya..

tamat..!

---

Dan begitulah.. aku jelas tak setuju dengan dongeng itu, hingga kamu menjelaskan maksud dari dongeng itu.

'Hidup bahagia selamanya hanya ada di dongeng, dan bila kamu tetap memaksa untuk selalu bahagia maka hiduplah di dongeng yang seperti itu.. hanya ada awal dan akhir, dan ketika kamu sadar, ternyata kamu sudah melewatkan banyak hal penting yang harusnya mengajarkanmu apa itu hidup bahagia selamanya.'

terimakasih untukmu yang menceritakan dongen itu padaku. :)

Jumat, 21 Januari 2011

my first drama.. :)

Hm, ini proyek asal banget.. baru coba-coba dan tanpa ilmu, maaf kalau salah.

Yeay, naskah drama! Pertamanya ku kira mesti buat skenario, sumpah ribet amat.. tapi karena katanya kayak buat pementasan gitu berarti naskah drama dong.. yah sudahlah apapun itu, hanya ini yang bisa aku tulis. So, check this out.

Putus Sekolah? (drama 20 menit)

Sinopsis

Di sebuah pinggiran kota hiduplah sebuah keluarga dengan seorang anak laki-laki yang baru saja putus sekolah karena kekurangan biaya. Dika memutuskan untuk berhenti sekolah agar bisa membantu orang tuanya, namun.. cita-citanya untuk menjadi insinyur tidak mati begitu saja, hanya saja mungkin dia perlu menundanya. Sahabat-sahabat dika datang untuk kembali mengingatkan dika bahwa apapun masalahnya pasti akan ada jalan keluarnya dan mereka ingin dika tidak menyerah pada keadaan hingga akhirnya jalan keluar itu terlihat dengan sangat jelas.

Tokoh

Andika : siswa SMA kelas X yang terpaksa putus sekolah, anak tertua dari lima bersaudara, pintar, bersemangat, tidak mudah putus asa, baik hati, penyayang dan bertanggung jawab.

Didit : sahabat Dika, teman sebangku dika dari SD hingga ketika dika memutuskan putus sekolah, perhatian, setia kawan.

Afifah : sahabat Dika sekaligus tetangga dika, perhatian, lemah lembut.

Evan : adik dika, baru SMP, pintar, pendiam, perhatian.

Orang tua dika : ayah yang tegas, sedikit berbicara dan ibu yang pasrah.

Adengan 1 (Durasi 5 menit) lokasi : rumah dika

Narator : Suatu malam, di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Suasana rumah berubah menjadi tegang seketika, ibu yang sedang menidurkan putri bungsunya menatap tak percaya kepada putra tertuanya. Ayah yang baru saja pulang dari tempat bekerja sampai-sampai harus berdiri terpaku di pinggir pintu ketika putra tertuanya dengan sangat jelas memutuskan hal yang sangat berat.

Andika : (sambil menatap ibu dengan mantap) “Dika akan berhenti sekolah saja Bu.”

Ibu : (menatap andika dengan tatapan terkejut)

Ayah : (berdiri terpaku di pinggir pintu dengan wajah letih dan lusuh)

Andika : “Dika sudah putuskan, lebih baik dika berhenti sekolah saja dan bekerja membantu ayah dan ibu. Jadi, ibu dan ayah cukup mempersiapkan biaya untuk Evan melanjutkan ke SMP saja. Evan itu pintar bu, jadi sangat sayang kalau dia yang harus putus sekolah.”

Ibu : (menangis sambil merutuki dirinya sendiri, menatap evan yang sudah tidur bersama adik-adiknya yang lain)

Ayah : (masuk, menepuk bahu Dika dan berdehem) “kalau kamu kira itu yang terbaik maka lakukan, tapi jangan pernah kamu menyerah begitu saja pada keadaan. Ayah hanya minta kamu memikirkan keputusan kamu kembali. Dan.. soal biaya, maafkan ayah. Tapi, ingatlah bahwa Rezeki itu dari Allah. (tersenyum ke arah dika, masuk ke kamar)

Andika : (menunduk, dan akhirnya mengangguk mantap)

Evan : (posisi tidur menyamping, air matanya mengalir)

Adegan 2 ( durasi 5 menit) lokasi : ruang kelas

Narator : kelas X.1 geger, berita tentang Andika yang akan berhenti sekolah mulai tersebar. Seorang anak biasa-biasa saja yang berhasil masuk Sekolah Unggulan karena prestasinya itu tiba-tiba memutuskan akan berhenti sekolah! Ini benar-benar berita! Bagaimana mungkin dia membuang kesempatan emas untuk maju?

Ruang kelas masih sepi, hanya ada beberapa anak-anak yang baru tiba di sekolah dan asik dengan kegiatannya masing-masing.

Didit : (berlari-lari memasuki kelas) ifa! Afifah! (dengan napas terengah-engah memanggil afifah yang sedang duduk membaca buku di bangkunya.)

Afifah : ada apa dit?

Didit : Dika beneran berhenti?

Afifah : (dengan tatapan menyesal mengangguk)

Didit : (menghelakan napasnya) Anak itu! Tidak bisakah dia berasabar lebih lama sedikit saja! ah, pokoknya ntar kita harus ke rumah dika! (berbicara dengan penuh emosi)

Afifah : (menatap didit dengan tatapan tidak mengerti) ngapain?

Didit : mau nyeret anak itu balik ke sekolah!

Afifah : (mengangguk ragu-ragu)

Adegan 3 (durasi 3 menit) lokasi : pinggir jalan

Narator : Andika benar-benar sudah memilih untuk berhenti sekolah, dia.. demi berkorban untuk adiknya akhirnya mengalah. Dia memulai hari-hari pertamanya berhenti sekolah dengan bekerja sebagai loper koran, mencoba menjadi penjual asongan, hingga sempat pula dia mencoba mengamen bersama teman-teman yang juga senasib dengannya. Namun, ketika peluh semakin banyak mengalir dia semakin ingat bagaimana cita-citanya akan berhenti begitu saja di sini.

Andika : (menunduk, berbicara pada diri sendiri) yah.. calon insinyur yang akhirnya jadi pengamen. Ah.. tak apalah, aku tak boleh egois dan aku tetap harus bersyukur. Aku mungkin tak bisa mengejar cita-citaku menjadi insinyur sekarang, tapi bukan berarti aku akan menyerah! Ayah benar, rejeki itu dari Allah, kalau memang aku ditakdirkan jadi Insinyur maka aku tetap akan jadi insinyur nantinya.

Evan : (menatap Andika dari kejauhan, berkata pada diri sendiri) “kakak tidak perlu seperti ini. Pasti ada jalan lain.. pasti ada!”

Adengan 4 (durasi 7 menit) lokasi : pinggir jalan

Narator : ketika peluh sudah membanjir, ketika rupiah demi rupiah telah berhasil dikumpulkan, Andika memilih pulang untuk beristirahat di rumahnya. Tak sabar rasanya dia melihat ibu dan adik-adiknya, melihat mereka tersenyum menyambutnya pulang.. ini akan terasa berbeda, karena kali ini dia tak hanya pulang.. tapi kali ini dia bisa membawa sedikit uang yang akan mengangkat sedikit beban dari pundak ibunya, sedikit uang untuk menganjal perut adik-adiknya dengan makanan ringan sambil menunggu Ayah pulang.

Andika : (berjalan dengan senyum sambil memegang beberapa lembar uang, menatap lurus lalu terkejut ) “Didit? Afifah?”

Didit : (menepuk pundak dika) apa kabar dik?

Andika : (tersenyum) ada apa kalian ke sini?

Afifah : didit tuh, katanya mau nyeret kamu balik ke sekolah.

Andika : (ganti menatap didit)

Didit : iya, seenaknya aja kamu berhenti sekolah! Mau dikemanain cita-cita kamu?

Andika : (menunduk)

Didit : (menepuk bahu dika) dik, masalah gak akan selesai dengan masalah. Kamu kira berhenti sekolah itu bukan masalah? Hey! Kamu malah membuat masalah baru dengan keputusanmu itu! Kamu menyebabkan masalah untuk masa depanmu!

Afifah : (menatap andika iba) didit benar dik, kamu gak boleh berhenti sekolah.

Andika : tapi...

Didit : kamu ingat, kamu pernah bilang kepadaku bahwa keterbatasan tidak membatasi, jadi sekaranglah waktu kamu membuktikannya. Kalau kamu merasa sekarang tidak bisa menyelesaikan masalah kamu, maka jangan kabur.. mari kita hadapi bersama, lagi pula ada aku dan ifa..

Andika : (menghelakan napas) aku gak mau merepotkan orang lain. ini masalahku, jadi biarkan aku menyelesaikannya sendiri, dengan caraku sendiri. Maaf.

Mereka terdiam sesaat.. tak ada yang berani bicara lagi.

Evan : (berlari menuju dika dkk sambil memegang sebuah amplop) Kakak! Kakak!

Andika : Kenapa van? (dengan nada sedikit khawatir)

Evan : (memberikan Amplop itu pada kakaknya sambil tersenyum)

Andika : (membuka Ampop itu, membaca surat yang ada di amplop itu) Alhamdulillah... Alhamdulillah ya Allah... (bersujud syukur lalu memeluk Evan)

Narator : ternyata Evan mendapatkan Beasiswa dari sebuah sekolah Unggulan, sehingga Andika dan keluarga tidak perlu mengkhawatirkan masalah biaya untuk sekolah Evan lagi. Andika pun akhirnya kembali ke sekolah. Andika, Didit dan Afifah kembali bersama saling menguatkan dan bergandengan tangan untuk mengejar cita-citanya masing-masing.

___selesai___

Aduh, maaf yah aku benar-benar gak biasa buat naskah drama gini. Lagi pula ini benar-benar dadakan, dan durasinya dibatasi 20 menit.. maaf yah.

Kalau ada yang bisa ngasih masukan, tolong di komentarin. Thanks

*naskah drama ini buat kiki yang SMS kemaren, maaf yah dek jadinya segitu. Kalau jelek gak usah di pakai yah. Dan soal pemainnya yang min 15, aku bingung juga.. ini Cuma bisa 6 mungkin yang lain bisa jadi narator dan jadi figuran di ceritanya (misal, jadi temen2 di sekolah, atau jadi orang-ornag di pinggir jalan --__--“). Maaf yah kalau mengecewakan. Sukses yah buat acaranya!.

Selasa, 18 Januari 2011

The Place to Keep


This is the 16th day of my holiday. Some of my friends made a call or just sent me a message that told about their bored holiday.. ah its a kinda like i feel right now.

As you know, this holiday (almost of my holiday) i just spending my time to keep the shop. Sounds great?? no, it does not!

Keeps the shop is not fun enough for me, i feel so bored! Can you imagine that you in a place with many goods but no costumer? haha! As i told you before, its holiday... so the number of costumers is very small and its make me feel so bored. Hm, to kill my time i take some picture of my shop and share it with all of you.

check this out :)

Now you can see the place that i should take care :)
and if you see a sewing machine, its mom's ^_^

Oh ya, I just wanna say to nisa "See, this is my shop... and it's not a coffee shop :p"

*try to write something in English, and as you see... my English is very poor. so, i think i need more study and more practice :)

sebelum mimpi

sebelum mimpi..

oleh Yuliana Indriani pada 24 Desember 2010 jam 22:16


aku menghelakan napasku dalam, rasa mual kemudian kembali menerpaku. perlahan tanganku mengambil gelas yang ada di samping tempat tidurku lalu meminum beberapa teguk air putih di gelas itu.
aku kembali membaringkan tubuhku, mencoba kembali membuat diriku nyaman. tapi tak bisa..

ini terjadi tiap malam sekarang, ah entah mengapa.. tapi perasaan ini selalu menghampiri.

perasaan tentang betapa dangkalnya ilmu, betapa kecilnya diri, betapa jauhnya dari mimpi.

ini menyiksa, bayangkan saja ketika setiap malam kau mengalami hal ini. mengetahui bahwa ilmumu masih teramat dangkal untuk diamalkan, mengetahui bahwa dirimu teramat kecil untuk berbuat besar, dam mengetahui bahwa mimpimu terlalu jauh untuk digapai..

mungkin aku pesimis atau mungkin aku hanya realistis.

tapi aku hanya tak mau berpuas diri,
aku masih terlampau jauh dari bayanganku.. dan aku khawatir tak bisa menangkapnya.

tapi aku tak boleh menyerah.. tak akan menyerah.

aku memejamkan mataku, seperti malam-malam sebelumnya, mulai berdo'a dan mulai berbisik pada hatiku..

aku menerima diriku apa adanya, dan aku tak keberatan dengan segala kekuranganku.. karna hanya dengan semua hal yang aku miliki inilah aku adalah aku..

hari ini, esok dan seterusnya.. biarkan rasa itu tetap ada, agar aku ingat bahwa aku adalah aku.. yang dangkal ilmunya, yang kecil dirinya dan yang jauh mimpinya.. juga aku yang tak akan menyerah atas semua kekurangan itu..

lalu aku mulai berjalan ringan menuju mimpiku,.

Minggu, 16 Januari 2011

Yang Pertama Bukan Yang Terakhir..

"Aku tidak ingin hasil yang membuatku besar kepala tapi aku ingin hasil yang membuat aku semangat untuk menjadi lebih baik.."

Saya inget banget beberapa saat setelah ngirim naskah cerpen untuk Lomba Cerpen dengan Tema Hujan, saya memposting kalimat itu di status facebook. Bukan tanpa sebab, saya harap dengan memposting kalimat itu saya akan selalu ingat tentang harapan apa yang sebenarnya saya inginkan mengenai hasil lomba tersebut.

Ini pertama kalinya saya ikut lomba cerpen via elektronik, (ini lomba cerpen saya yang kedua setelah lomba cerpen yang batal saya ikuti karena diskualifikasi *karena kesalahan teknis*). Dua lomba cerpen dengan tema berbeda pada deadline yang sama, sounds good ketika akhirnya saya benar-benar ikut dan terdaftar sebagai nominasi.

Saya tahu kalau saya masih terlalu dini untuk ikut lomba, saya nyaris tak mengerti apa-apa tentang menulis, EYD, diksi, dan semua hal yang berkaitan dengan menulis. Saya hanya pembelajar yang belajar menulis dari mencuri-curi ilmu di setiap tulisan tapi saya tetep tak tahu teori apapun. yah... ini mungkin terdengar nekat ketika kemudian saya berani memposting karya yang diikut sertakan lomba. Kalau posting cerita biasa sih gak papa... tapi ini dengan sangat tegas menuliskan "cerita ini diikutsertakan dalam lomba........" oh... betapa pede-nya! tapi, ah kalau tidak begitu maka saya gak akan maju.

Jadi berbekal pede dadakan dan do'a temen-temen yang mensupport, dua lomba dengan deadline 31 desember itu saya ikuti dengan perasaan harap-harap cemas. Bukan takut menang sih, hanya saja takut jurinya bakal ketawa ngebaca tulisan saya dan langsung dibuang ke kotak sampah.. *fiuh...

dan... jeng... jeng... jeng..

Tanggal Pengumuman datang, pengumuman JUARA (lomba cerpen dengan Judul Awal RumAh) ternyata diundur, lalu saya beralih mencari tahu pengumuman lomba cerpen dengan tema HUJAN.. dan ternyata saya masuk top 100!

Masih biasa aja... masih low profile dan masih nyantai..
Beberapa hari kemudian, pengumuman lomba cerpen HUJAN lagi. Hasilnya :

Saya masuk Top 50!! dan pengumuman top 20 akan dilakukan tanggal 15 januari.

Bew... tiba-tiba saja saya merasa sangat bangga dan merasa punya harapan untuk menang. Saya mulai menjejali diri saya dengan pernyataan "Kalau saya mau ternyata saya bisa.." dan sikap saya mulai sedikit seperti orang yang lupa diri.. *ups (baca : arogan)

Saya selalu menunggu dengan gelisah kapan tanggal 15 januari akan datang, hingga hari itu tiba pun saya sudah beratus-ratus kali membuka facebook untuk melihat pengumuman lomba itu. tapi, ketika akhirnya pengumuman itu datang... saya cuma bisa diam.

"Ini nama 10 naskah yang masuk top 20... 10 naskah selanjutnya akan diumumkan tanggal 16 jam 10."

Entah bagaimana jadinya saya saat itu yang pasti nama saya tidak ada dalam 10 naskah terpilih.. hingga besoknya pun sampai setelah pengumuman tertunda karena hujan dan tak ada koneksi internet, hingga baru malam hari hasil lengkap Top 20 diumumkan.... nama saya tak ada.

--__--

Saya kalah..

Tapi, saya tak terlalu sedih! kecewa jelas... tapi tidak untuk menangis. Ini hanya lomba dan ini hanya yang pertama. Maka saya berteriak pada diri saya,"Hey!! ini baru yang pertama.. akan banyak lagi nanti bila kau tidak ingin ini jadi yang terakhir. Jadi hadapilah dan semangatlah!! karena ini yang bertama dan bukan yang terakhir!"

"Baru juga 1 kali.... semangat!!!" maka itulah postingan saya untuk status pada saat pengumuman.

Lalu saya mengingat diri saya akhir-akhir ini, bagaimana sikap dan pikiran saya. Saya juga mengingat tentang harapan saya yang sebenarnya bukan hasil kemenangan tapi hasil yang menjadikan saya lebih baik. Dan disinilah saya sekarang... dengan hasil yang memang saya inginkan. :)

"Belajar dari kesalahan... belajar dari kekalahan... :D"


Jumat, 14 Januari 2011

Keterbatasan Tidak Membatasi..


na... na.. na... hm, lagi keranjingan banget nih ngurusin blog, yah mumpung lagi rajin dan agi libur. :)

Jujur saya selalu iri ngelihat blog-blog tetangga yang cantik dan keren banget, banyak foto-fotonya yang bernilai seni.. --__--, lah saya? kamera handphone aja gak punya, gimana mau ngambil gambar? Hampir setiap kali saya ngelihat blog dengan foto-foto yang keren saya hanya bisa menghela napas.

Saya jadi inget kata-kata temen saya ketika saya ganti netbook *yang berarti saya gak bisa nonton dvd di kost lagi*, "Wah, yuli ini keterbatasan tidak membatasi...". Saya seneng sekaligus bangga juga sama diri sendiri karena faktanya saya masih bisa nonton film dari netbook saya.. Bukan karena saya pake DVD eksternal, tapi karena saya mengcopy filmnya dan akhirnya dengan video encoder bisa diformat buat dimainin di netbook. ribet sih, tapi yah... keterbatasan tidak membatasi.

Sekarang, meski nyatanya saya tetep tak punya kamera buat ngambil foto dan masukinnya ke blog, saya masih punya webcam netbook yang bisa juga dipake buat ngambil gambar.

So, This is it...
Hahaha, bayangin deh gimana saya ngambilnya? Itu boneka dipegan pake tangan yang satu dan tangan yang lain sibuk ngutak-atik netbooknya biar gambarnya pas... ribet!! tapi lagi-lagi... "Keterbatasan Tidak Membatasi". Bagi saya, kata-kata ini kadang menjadi mantra yang ajaib ketika saya merasa tidak bisa melakukan sesuatu karena berbagai keterbatasan. Kata-kata ini memberikan saya sebuah stimulun untuk mencari jalan keluar dari setiap keterbatasan yang saya miliki hingga saya sama sekali tidak terbatasi.

So, let's remember what the old man says "When There is A Will, There is A Way.." (Setiap Ada Kemauan Pasti Ada Jalan) yang dalam terjemahan saya pribadi menjadi "Keterbatasan Tidak Membatasi.." :)

Aku Anak Emas Ibuku.. (sebuah gagasan yang membekas meski belum selesai dibaca))

Kemarin baru baca sekilas sebuah buku yang judulnya "Aku Anak Emas Ibuku.." sebuah buku karya Mas Aryo yang merupakan alumni UI dan sekarang bekerja sebagai staf ahli di DPR RI.

Hm, buku ini cukup tipis sebenarnya dan juga banyak gambar yang menghiasi halaman-halamannya, namun entah kenapa saya malah gak bisa melahap habis buku itu dalam waktu singkat. Bukan karena isinya tidak bagus, tapi mungkin ini masalah personal saya saja.

Gagasan yang diangkat oleh buku ini cukup menarik sebetulnya, seperti kata pak Hidayat Nur Wahid di testimonialnya tentang buku ini. Buku ini mengangkat sebuah ide (gagasan) tentang mengukur diri keadaa suatu bangsa lewat parameter seberapa berbaktinya anak-anak terhadap orang tua.

Jujur mungkin ketika awal membaca saya tidak begitu tertarik, tetepi ketika saya mulai membaca saya merasa mungkin memang ada benarnya juga gagasan ini. lihat saja bagaimana sikap anak-anak jaman sekarang terhadap orang tuanya, lalu lihat pula bagaimana jadinya mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. sungguh ini suatu ide yang tidak kosong.

Ketika bab-bab awal, saya lagi-lagi merasa sedikit bosan dengan penjelasan yang ada di buku ini. Mungkin karena saya merasa sebagai anak baik, sehingga masalah-masalah yang diangkat menjadi tidak begitu menarik bagi saya yang merasa saya sendiri merasa sudah melakukan hal terbaik sebagai anak... dan sialnya saya berhenti membaca buku ini di sini.

Tapi, coba lihat apa yang terjad pada saya akhir-akhir ini..

"Kok sekarang lebih sabar? lebih lembut dan lebih rajin?" begitu kira-kira tanggapan orang tua saya terhadap sikap saya akhir-akhir ini. Saya sedikit kaget juga pada awalnya, namun ketika saya melihat kembali apa yang terjadi sebenarnya... saya bisa tersenyum simpul.

Ternyata kata-kata sederhana yang menurut saya membosankan di bagian-bagian awal buku ini justru masuk ke alam bawah sadar saya. Ketika membaca nasihat-nasihat dan gagasan yang ada di buku ini saya selalu berkata "ah saya sudah tahu, ah.. saya sudah biasa melakukannya", mungkin kata-kata saya yang cenderung meremehkan nasihat ini justru membangkitkan semua memori yang pernah saya dapatkan itu untuk mensugesti saya untuk berbuat seperti yang saya tahu.

Kadang ketika saya ingin mengabaikan perintah orang tua saya, kata-kata mas Aryo tentang "ahli alasan atau respon kilat" diiringi dengan semua memori tentang ajaran berbakti kepada orang tua saya langsung menyerbu dan tidak mengizinkan saya untuk mengabaikan panggilan itu.

Jadi, saya mau ngacungin jempol buat Mas Aryo atas karyanya yang belum selesai saya baca namun ternyata sangat membekas pada saya.. :)

Selanjutnya, yah... walau malas, mungkin sebaiknya saya meneruskan membaca buku ini. siapa tahu lebih banyak kejutan yang bisa saya dapat yang mungkin akan menjadikan saya sebagai "anak emas".

Kamis, 13 Januari 2011

Penonton VS Pemain

hm, ini order dari my big bro, walau ilmu untuk nulisnya cetek banget tapi harus tetep dilanjutkan, namanya juga belajar :)

check this out... kalau ada yang salah atau ingin ditambahkan silakeun dibenerin ^_^


penonton vs pemain


Masih inget pertandingan AFF beberapa waktu lalu? Masih inget insiden laser yang dilakukan oleh penonton Malaysia? eits, kita bukan mau ngebahas AFF dan laser-nya penonton malaysia, yang pasti pemain kita sudah melakukan yang terbaik yang mereka bisa, hidup indonenesia!

Bicara soal penonton, kita sendiri sebenarnya sudah sangat sering menjadi penonton, mulai dari jadi penonton sepak bola, penonton acara musik, penonton film, sampe penonton acara dangdutan *hayo ngaku!!

kalau ditanya apa itu artinya penonton pasti bisa jawab kan?


Penonton itu kalau menurut saya berarti orang yang menikmati, mengawasi, dan terlibat secara pasif dari suatu kegiatan. Tapi, bukan berarti penonton itu tidak penting,coba bayangkan permainan sepak bola tanpa penonton, acara musik tanpa penonton, film tanpa penonton, dan acara dangdut tanpa penonton? -_-"


Penonton bisa jadi penonton yang baik dan yang buruk, yang sportif dan yang curang. Penonton yang baik adalah penonton yang menikmati, mengawasi dan terlibat pasif dalam kegiatan serta memberikan feedback yang baik dan sportif juga. Misal, penonton sepak bola yang baik itu yang tidak menganggu pertandingan, yang tidak membenci pemain karena kalah, yang tidak hanya bisa ngedumel sendirian atau marah-marah gak jelas. Penonton yang baik justru akan menikmati pertandingan dengan tertib, tetap mendukung pemainnya, dan juga memberikan saran, dukungan dan tanggapan positif agar kelak pemain dapat bermain lebih baik dan penonton akan lebih menikmati pertandingan.


Lalu, coba misalkan hal tersebut pada diri sendiri dan di kehidupan sendiri, sudahkah kita menjadi penonton yang baik? dimanapun kita berada dan dalam kegiatan apapun yang kita ikuti.. Apakah kita cenderung hanya suka menonton tanpa menjadi penonton yang baik?


Sekarang kita beralih ke pemain..

Inget C. Gonzales? inget Irfan Bachdim? inget Arif Suyono? Nasuha? Markus?

Itu pemain timnas.. hehe


Pemain adalah orang yang berperan aktif dalam suatu kegiatan. berperan aktif di sini berarti adalah orang yang terlibat langsung, menikmati sekaligus menentukan semua yang terjadi dengan usahanya. :)


Kalau penonton ada yang baik dan ada yang buruk, pemain juga begitu. ada yang baik dan buruk serta ada yang curang dan ada yang sportif.


Karena dari awal sudah pake permisalan sepak bola, jadi kita bayangkan dirikita sebagai pemain sepak bola. Ketika kita menjalani pertandingan, apakah kita sudah berbuat semaksimal mungkin? sudahkah kita memanfaatkan peluang-peluang yang datang kepada kita?, sudahkah kita bermain sportif tanpa melakukan pelanggaran? lalu apakah kita sudah menerima dengan lapang dada bagaimana hasil pertandingan kita? dan yang tak kalah penting, bagaimana sikap kita terhadap penonton, sudahkah kita menerima masukan yang diberikan dan memaafkan semua hal jelek yang dilakukan penonton?


Hm, sekali lagi mari kita misalkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam kehidupan kita sendiri, sudahkah kita menjadi pemain yang baik?


Selesai soal renungannya soal baik dan buruk, sekarang waktunya pertanyaan

"kalau di suruh milih antara jadi penonton atau jadi pemain, kita pilih yang mana?"


Jawabannya bisa jadi penonton.. atau bisa juga jadi pemain..

Kita memilih jadi penonton saja ketika kita merasa tidak bisa terlibat langsung sebagai pemain, dan kita memilih menjadi pemain ketika kita yakin bahwa kitabisa! ingat sekarang penekannya pada kata bisa.


Coba kita lihat pada kehidupan kita, di sini kita berperan sebagai pemain atau penonton? jelas saja kita berperan sebagai pemain. Bagaimana mungkin kita hanya mau menjadi penonton? kita menonton hidup kita berjalan tanpa melakukan apapun, kita hanya mengawasi dan menikmatinya.. mau jadi apa kita?


Lalu coba kita renungkan pada kegiatan kita sehari-hari, pada aktivitas kita, pada pikiran dan kemauan kita... apa kita sudah cukup kriteria untuk dikatakan sebagai pemain? saya cuma ingin mengingatkan pada paragraf sebelumnya tentang mengapa kita memilih sebagai pemain, itu karena kita merasa kalau kita bisa. Jadi kuncinya hanya pada diri kita, apakah kita merasa bisa atau tidak, kita yakin pada diri kita atau tidak?


Jadi dalam kehidupan kita, dalam kegiatan kita, dalam mimpi kita... sebaiknya kita harus menumbuhkan rasa percaya diri dan yakin bahwa kita bisa dan mampu menjadi pemain! kita harus terlibat aktif dan tidak hanya berperan pasif sebagai penonton. Karena semuanya ada di tangan kita, usaha kita.


Kita tidak bisa menjadi penonton selamanya, karena penonton pun jika dia mau belajar dan berusaha untuk bisa kelak dia akan menjadi pemain. *Irfan Bachdim dulu juga cuma anak kecil yang sering menonton ayahnya bermain bola sebagai pemain bola di persema tapi sekarang ternyata irfan juga bisa menjadi pemain bola yang baik di persema. :)


"..kalau mau pintar belajar, kalau mau berhasil usaha.." - tuk bayang tulah (LASKAR PELANGI)-


Jadi setujukah bahwa mulai sekarang kita akan belajar bersama untuk menjadi pemain yang baik? Menjadi pemain yang menentukan kemenangan yang akan kita genggam bersama?! Semangat! KITA yakin KITA BISA!!


*Bila masih belum yakin bisa dan ingin menjadi penonton.. jadilah penonton yang baik. tapi, tetap ingatlah bila kita mau dan yakin bisa setiap penonton pasti bisa menjadi pemain!!


(Yuliana Indriani)