Pages

Senin, 07 Juni 2010

From Sivia's Notes 8

Hai all... sorry lama ngepost part 8-nya, maaf.... tapi udah tau kan kalo semuanya karena UAS. So, forgive me please… Now please enjoy this story, hope all of you love this story.
From Sivia’s Notes ... 8
Aku masih terdiam di tempatku, dua buah bola mata bening itu masih menatapku, masih bersinar, sejuk dan menentramkan batinku. Sungguh dimensi waktu terasa berhenti saat ini juga, hanya ada aku dan pemilik dua buah bola mata bening itu, semilir angin pun tak sanggup membuat dimensi berjalan di sekitarku. Semuanya hanya diam dan terpaku… dan bahkan bibirku tak mampu bergerak meski untuk satu milimeter sekalipun.
“Kenapa matamu sembab? Menangis semalaman?“ suara itu kembali terdengar dan membuyarkan semuanya, dimensi waktu perlahan kembali berjalan dan mulai berlari di sekitarku. Dua buah bola mata bening itu juga telah menghilang dari pandanganku, sepertinya sang pemilik sudah kembali mengalihkan pandangannya dari diriku yang masih menatap ke arahnya dalam diam.
“Eng... enggak kok mas. Mungkin cuma karena kekurangan tidur.“ Jawabku ragu-ragu sambil sedikit menyeka mataku, begitu sembabkah sampai semua orang bisa tahu bahwa aku menangis semalaman?.
Dia kembali diam, sepertinya sudah cukup puas dengan jawabanku. Aku tersenyum ke arahnya, sedikit mengangguk memberi syarat bahawa aku akan pamit keluar. Dia masih diam, tak menatapku lagi. Aku melangkahkan kakiku pasti keluar dari kamar melati itu, perlahan ku tutup pintu kamar itu dan semuanya selesai. Dan entah kenapa pertahananku luluh seketika... Sebuah bulir air mata jatuh dari mataku.. Segera ku hapus air mata itu agar tak ada seorangpun yang melihatnya.
*****
Matahari bersinar terlalu cerah hari ini, belum tengah hari saja suasana sudah sangat panas. Aku dan ify sedang duduk di kantin ketika waktu istirahat, mencoba menghilangkan dahaga dengan segelas es jeruk yang memang menjadi minuman faforit kami berdua.
“Via, udah mau cerita?“ Tanya ify sambil tersenyum ke arahku. Aku hanya bisa kembali mengaduk-ngaduk es jeruk yang ada dihadapanku sambil menggeleng pelan. Ify menghelakan napasnya, sedikit kecewa sepertinya dengar tanggapan yang kuberikan.
“Maaf fy, tapi memang tak ada yang perlu diceritakan saat ini..” Aku mencoba menatapnya dan tersenyum ke arahnya. Dia hanya kembali menghelakan napasnya dan kemudian menikmati es jeruknya. Aku diam, mataku tiba-tiba menangkap sosok yang sangat ku kenal tengah berjalan ke arah kantin. Sosok itu tersenyum ke arahku dan kemudian bergegas menuju mejaku dan ify.
“Via. Ibu boleh bicara sebentar? ” tanya ibu mas gabriel ke padaku. Aku mengangguk dan pamit pada ify, kemudian mengikuti langkah kaki ibu mas Gabriel yang sedikit menjauh dari meja kami tadi.
“Via, ibu mau minta tolong.. ” ibu mas gabriel mulai berbicara, aku mengangguk mantap. “Iya bu, kalau via bisa bantu akan via bantu...“
“Begini, ibu mau minta tolong agar kamu menjaga gabriel untuk beberapa hari ini. Ibu ada urusan ke luar kota sehingga tak bisa menjaganya. Lagi pula sepertinya Gabriel hanya bisa nyaman bersama kamu.“ Aku sedikit tersentak, sejumlah pertanyaan tiba-tiba hadir dibenakku. Apa maksudnya menjaga mas gabriel untuk beberapa hari ini? Urusan apa sebenarnya yang bisa membuat ibu mas gabriel terpaksa meninggalkan mas gabriel meski hanya bebarapa hari? Dan apa maksudnya mas gabriel hanya bisa nyaman bersamaku? Tapi... ah sudahlah, tak ada salahnya aku menolong, lagi pula hanya beberapa hari.. tak mungkin lama.
“Baik bu, via akan menjaga mas gabriel.“ Ibu mas gabriel tersenyum mendengar jawabanku.
“Terima kasih via. Kamu memang baik. Ibu pamit yah..“ ibu mas gabriel memelukku sejenak sebelum akhirnya melangkah pergi. Aku hanya mengangguk dan kemudian menatap kepergian ibu mas gabriel. Sosok itu kembali mengingatkanku pada ibuku.
Aku kembali melangkahkan kakiku menuju mejaku dan ify tadi. Ify melihat ke arahku sambil mendelik sepertinya ingin tahu apa yang tadi kami bicarakan.
“Kenapa via?“ tanya ify, aku tersenyum ke arahnya dan menceritakan apa yang tadi disampaikan oleh ibu mas gabriel.
“Jadi untuk beberapa hari ini kamu yang akan menjaganya?“ Aku mengangguk mantap dan ify hanya tersenyum ke arahku.
*****
Jemariku perlahan membuka halaman selanjutnya dari diary yang ku pegang. Baris-baris kata kembali mulai menyapaku, huruf demi huruf yang terukir di kertas itu pun mulai menari-nari dihadapanku, dan kemudian bagai sihir semuanya kembali membawaku menyususri lorong waktu dan kemudian membawaku ke masalalu..
*****
Harum dedaunan pohon cemara di sore hari segera menyambutku dan mas gabriel ketika kami sampai di taman sore itu. Mas gabriel sengaja memintaku untuk mengantarnya ke taman sebelum kembali ke kamarnya sehabis menjalani cuci darah. Di tangannya MP4 playerku masih tergenggam erat dan earphone-nya masih terpasang di kedua telinganya. Aku menghentikan laju kursi roda itu di dekat sebuah kursi taman dan menaruhnya persis disamping kursi itu. Aku sendiri kemudian duduk di kursi taman itu..
Sesaat kami berdua hanya diam, menatap lurus ke arah sebuah diorama indah lukisan sang alam yang terbentang indah di depan kami. Sebuah potret matahari yang mulai concong hendak terbenam dibalik gedung rumah sakit dan juga sekelompok burung yang terbang mencari jalan pulang ke rumahnya berhasil membuat semua orang yang menatapnya akan merasa tenang dan tentram.
Mas gabriel melepas earphone-nya dan mulai memejamkan matanya sejenak, menghirup udara sore hari itu lalu menggumam pelan... “selamat sore ibu....“ Aku tersentak saat itu juga, ku tatap dirinya yang masih duduk dikursi rodanya dengan mata tertutup. Kulihat dia mulai membuka matanya perlahan dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku yang masih menatapnya tak percaya.
“Mengapa memandangku seperti itu?“
“A... enggak, mas gabriel… tadi mas.. hm, tadi mas bilang….“ Dia tersenyum tipis melihat aku yang mulai terbata-bata, tak bisa melanjutkan kata-kataku. Sungguh aku bingung bagaimana mengatakannya.. apa benar dia merindukan ibunya ? bukankah baru beberapa jam yang lalu ibunya pergi,..
“Aku hanya bilang, ‘selamat sore ibu…‘ aneh kah ? “ Aku diam, dia masih menatapku. Kali ini dengan ekspresi yang berbeda dari biasanya, senyum tipisnya telah berganti sebuah senyum berbeda, sebuah senyum hangat untuk sahabat.
“Enggak, tapi.... ibu mas gabriel kan tidak ada di sini, lagi pula baru beberapa jam saja beliau tak ada di sini. Apakah sangat rindu?.“ Mas gabriel kembali mengukir senyuman di wajahnya ketika mendengar kata-kataku.
“Ibuku.....“
Dia diam sejenak. Ada perasaan aneh yang mulai muncul ketika mendengar sebuah kata yang keluar dari bibirnya barusan, entah perasaan apa itu. Tapi sepertinya hati ini mengenal nada ketika kata itu disebut, hati ini mengenal iramanya, bahkan hati ini sepertinya sanggup menyusun irama selanjutnya. Aku masih menatapnya ketika dia kemudian mengalihkan pandangannya dariku dan kembali menatap lurus ke depan, menatap sekelompok burung yang terbang semakin menjauh ke arah matahari yang mulai memerah dan membuat langit menjadi jingga.
“Ibuku sudah ada di tempatnya yang terindah...“
Aku terdiam. Hatiku tiba-tiba mengalunkan irama dan nada yang selama ini hanya menemani malam-malamku dan entah kenapa hatiku seperti tak dapat dikendalikan kali ini, irama itu mulai mengisi ruang-ruang di hati dan nada-nada itu mulai mengetuk-ngetuk palung hatiku. Hanya sebuah kalimat yang menjadi syairnya...
...IBU... di tempatnya yang terindah...
*****bersambung*****
Thanks udah mau baca. Maaf dikit, masih sibuk UAS... thanks a lot. Masih berlanjut kok ceritanya, koment please…
Maaf kalo gak sempat di-tag yah. ^_^ Love u all..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar