Pages

Minggu, 20 Juni 2010

From Sivia's Notes 9

Sorry kalau lama ngelanjutinnya…. Tapi seperti janji saya kepada diri saya sendiri. Saya akan tetap berusaha menyelesaikan cerita ini. Karena sebuah cerita tak akan bisa diambil hikmahnya bila belum selesai, lengkap dan sempurnya… so, enjoy this story!! Kalo lupa baca lagi aja yah part sebelumnya.. ^_^

From Sivia’s Notes … 9

Mas Gabriel menatap ke arahku, mata itu... dua bola mata itu sendu seperti biasanya namun senyum yang terukir di bibirnya membuat aku heran. Kenapa dia tersenyum?
“Via,.. Aku ingin minta tolong….” sebuah kalimat yang berhasil membuat dahi ku berkerut itu keluar langsung dari bibirnya yang tengah tersenyum kepadaku.
“Mas Gabriel mau minta tolong apa? Kalau via bisa bantu akan via bantu. ” jawabku. Ku lihat dia kembali tersenyum, matanya mulai menatap jauh ke depan ke arah matahari yang kian merendah dan bait-bait masalalunya yang mulai meluncur dari bibirnya perlahan menyelimutiku, membawa aku ke dalam perasaan yang dia rasakan.. membawaku melihat kembali cerita hidupnya.
**yuli**
Deru suara motor Tiger yang kencang itu tiba-tiba berhenti. Seorang pemuda turun dari motor yang dia parkir di depan rumah yang cukup mewah. Pemuda itu segera membuka pintu rumah dengan kunci yang memang sudah dia siapkan dan kemudian berjalan santai masuk ke dalam rumah yang sudah gelap itu.
Tiba-tiba sinar putih menyebar dari sebuah lampu yang tiba-tiba menyala. Seorang bapak menatap tajam ke arah pemuda itu.
“Gabriel!!! Kamu dari mana saja?! Pulang kuliah bukannya langsung ke rumah, malah keluyuran! Ini sudah tengah malam!! Mau jadi apa kamu?!“ bentak bapak itu. Di sampingnya sang istri sibuk mengusap-usap dadanya untuk sekedar sedikit menentramkan amarahnya.
Langkah gabriel terhenti sesaat ketika suara itu menggema. Namun, kemudian tanpa menoleh dia kembali melangkah menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
“Gabriel!!! Dasar anak kurang ajar!“
“Sabar yah... mungkin gabriel sedang capek. Biarkan saja dia istirahat dulu... kita bicarakan saja besok.“ kembali sang istri mencoba mencoba menenangkan suaminya yang mulai terhuyung. Penyakit jantung suaminya itu bisa kambuh kapan saja terutama bila terus-menerus marah dan stres seperti ini. Dengan sabar sang istri mengajak suaminya itu untuk kembali ke kamar.
Gabriel membating pintu kamarnya. Sebagian batinnya tak terima dengan bentakkan yang dia terima tadi, dia lalu menghempaskan tubuhnya ke sebuah kasur dengan badcover hitam-putih seperti papan catur di kamarnya yang nyaman itu. Diliriknya sebuah jam weker yang ada di buffet di samping kasurnya. Ini memang sudah larut malam, angka di jam itu menunjukkan pukul 00.40. Tapi apa pedulinya.. Dia berhak pulang jam berapa pun, ini adalah rumahnya. Gabriel bangkit dan duduk di kasurnya, jemari tangannya mulai mengacak-acak bebas rambut yang memang dia biarkan sedikit panjang.
“Aarrrrrgh…!!!” erangnya. Dia benar-benar pusing sekarang. Semua yang terjadi hari ini sangat mengesalkan. Hari ini... entah mengingatnya pun dia enggan, dan tadi melihat wajah ayahnya bersama wanita itu sungguh membuat gabriel semakin membenci hari ini!
“Semuanya karena wanita itu!“ batin gabriel sambil kembali mengacak-acak rambutnya. Mata gabriel kemudian menatap lurus ke sebuah foto yang ada di samping jam wekernya. Sebuah foto wanita yang amat dia cintai.
“Ibu, kenapa mesti dia yang sekarang ada di sini ? gabriel hanya mau ibu, bukan dia! dia hanya membawa petaka di rumah ini. Sekarang bahkan iel dan ayah tak pernah bisa akur! Iel hanya mau ibu...“ gabriel kemudian mengambil bingkai foto itu, memeluknya erat. Dia seperti berubah menjadi anak kecil kembali, dia tersenyum ke arah bingkai foto itu dan kemudian membawanya tidur.
**yuli**
Sinar matahari mengetuk-ngetuk jendela kamar gabriel, sebagian dari sinar itu bisa menerobos masuk selalui sela-sela tirai yang terbuka dan kemudian berhasil jatuh ke wajah gabriel yang masih terlelap. Tapi gabriel tetap saja tidur. Di tangannya, sebuah bingkai foto masih terjepit dalam pelukannya.
“Tok...tok..tok... gabriel.. bangun sayang.. sudah siang.. bukannya kamu ada kuliah?“ sebuah suara mulai menggelitik indra pendengaran gabriel. Dia sedikit menggeliatkan tubuhnya, namun tetap enggan untuk sekedar membuka matanya.
“Iel... bangun sayang...“ lagi-lagi suara itu mengganggu tidurnya.
“BERISIK!!!! Pergi jauh dari kamar gue! Gue gak suka!!!“ teriak gabriel. Seseorang di balik pintu itu terdiam seketika, tangannya yang tadinya hendak kembali mengetok pintu kamar itu menjadi lemas seketika. Tubuhnya dengan terpaksa diam, berdiri dengan kaku. Namun, dia menarik napas sejenak dan kemudian berusaha mengukir sebuah senyuman di wajahnya.
“Kalau begitu cepat bangun dan sarapan yah.. jangan sampai telat..“ kata-kata itu terucap lembut dari bibirnya. Tapi sebuah teriakkan kembali menjawab suara lembutnya itu.
“Gue udah gede!! Gak usah peduliin gue! “ wanita itu hanya kembali hanya bisa tetap berusaha mengukir senyuman tipis di wajahnya dan perlahan berjalan meninggalkan kamar itu.
Beberapa saat kemudian, Gabriel dengan malas bangun dari tidurnya, diliriknya sekilas jam weker yang ada di sampingnya. Angka yang tertera di sana adalah pukul 07.23.
“SHIT!!!!” Gabriel memukul bantalnya.. ini terlalu pagi untuknya, harusnya dia masih bisa menikmati mimpinya bersama sang ibu. Secara tak sengaja mata Gabriel kemudian menatap foto yang ada di atas tempat tidurnya itu terjatuh ketika dia menggeliatkan badannya tadi. Segera diraihnya bingkai foto itu. Gabriel tersenyum menatap potret wajah ibunya yang juga sedang tersenyum .
Setelah selesai mandi, dengan buru-buru Gabriel menyambar jaket kulit juga tas ranselnya dan kemudian berjalan santai keluar dari kamarnya sambil memegang erat kunci motornya. Dari meja makan, dua pasang mata mengamati Gabriel yang sedang menuruni tangga. Namun, dengan cuek Gabriel melewati meja makan itu dan menuju pintu depan. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika suara berat yang sempat membentaknya semalam itu memanggil namanya.
“Gabriel!”
Gabriel menoleh sesaat, mengamati ayahnya yang duduk di meja makan ditemani istrinya tercinta. Bibir Gabriel kemudian membentuk sebuah senyum sinis ketika matanya beradu dengan pandangan wanita yang sedang menemani ayahnya itu.
“Gabriel, kita harus bicara!” kembali suara berat itu memecahkan kesunyian yang ada. Terlihat sang istri sedikit kaget dan kemudian menunduk. Tak tahan mungkin dengan semua ini, bisa ditebak setelah ini aka nada adu mulut lagi… entah untuk yang keberapa kalinya.
“Aku sibuk.” Jawab Gabriel dingin. Ayahnya terlihat geleng-geleng kepala dan menghelakan napas guna menahan amarahnya.
“Kamu gak bisa seperti ini terus! kelakuan kamu itu semakin membuat ayah marah! Kalau kamu begini terus kesabaran ayah bisa habis!!“
“Kesabaran ayah? Apa ayah punya kesabaran??“ gabriel sedikit tertawa kecil. Sikapnya itu seolah benar-benar sedang mengejek ayahnya.
“Kamu ini!!!“ tiba-tiba dada ayahnya terasa sangat sakit. Sebuah tombak seolah ditancapkan tepat di jantungnya. Dia berusaha menekan dadanya untuk menahan sakitnya itu. Istrinya sudah mulai panik dan mengusap-usap dadanya.
“Bibi... ambilin obat tuan yah di laci.. cepat bi.. !! “ perintah sang istri.
Gabriel sedikit tersentak melihat ayahnya yang terlihat sangat lemah dan kesakitan, segera dia mendekat ke arah ayahnya. Namun sebuah tepisan dari sang ayah tiba-tiba menyambutnya. Semuanya kaget, termasuk istri ayahnya, wanita yang sekarang sedang memapah ayahnya untuk kembali ke kamar itu. Gabriel terdiam sesaat, namun sedetik kemudian dengan tergesa-gesa berjalan meninggalkan ruang makan itu. Sepasang mata menatap iba kepadanya, namun tak ada kata-kata yang keluar dari pemilik mata itu.
Gabriel kemudian meninggalkan rumahnya, dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Helm fullfacenya membuat semua orang tak tau bahwa sebuah bulir air mata jatuh di pipinya. Gabriel tak peduli.. dia terus memacu sepeda motornya hingga akhirnya menghentikan laju motornya di sebuah taman yang cukup sepi dan kemudian cepat-cepat membuka helmnya, dia berlari ke tengah taman dan kemudian berteriak sekencang yang dia bisa. Semua rasa yang ada di dalam batinnya selama ini mendadak berontak untuk segera keluar saat itu juga.
“AAAAArrrrrrghhhh...........!!!!!!!!!“
“Bahkan sekarang ayah tak mengizinkan aku membantu ayah..! Ayah lebih memilih wanita itu..!!!! Semuanya gara-gara dia…!! Dia !!!“
Gabriel kembali berteriak sekencang-kencangnya, ingin rasaanya dia meluapkan semua kemarahannya itu kepada ayahnya dan kepada wanita yang menjadi pendamping ayahnya sekarang tapi tak bisa, sesuatu selalu menahannya. Dia hanya bisa menjadi seorang anak yang pemberontak, anak yang nakal dan tak pernah menurut tanpa pernah memberi tahu sebab atas semua perilakunya itu. Dalam hatinya, Dia hanya benci satu orang. Orang yang membuat kehidupannya menjadi kacau seperti sekarang. Dan orang itu adalah wanita itu, wanita yang mendampingi ayahnya sekarana, istri dari ayahnya sekarang yang seharusnya dia panggil IBU….

**** bersambung****

Hua…. Maaf yah di-cut di sini…
koment please,..
Dengan segala keterbatasan, akhirnya saya kembali mencoba menulis. Jadi mohon diingatkan kalau saya banyak melakukan kesalahan yang dulu-dulu pernah saya lakukan, atau juga kesalahan baru dalam penulisan, tolong juga sarannya agar bisa menulis lebik baik.

Thanks… di tunggu komentnya yah. love you all…. ^_^
Semoga masih pada setia nungguin lanjutannya, karena ceritanya belum selesai!!..

_Yuliana indriani_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar