Sabtu, 26 November 2011
Selasa, 22 November 2011
Tak lupa dan tak melupakan... hanya saja..
Andai...
Kamis, 12 Mei 2011
Kertas Warna
kau tahu, itu hanya selembar kertas putih pada awalnya
lalu tergores oleh sebuah pena warna
kemudian terwarnai oleh tinta-tinta yang entah datang dari mana
dan itu terlihat tidak seperti kertas putih seperti awalnya
kau bisa lihat gambar abstrak mulai memenuhi halamannya
garis-garis asimetriis mulai membelahnya
titik-titik memberinya tampilan tana rasa
dan tinta-tinta tersebar tak merata
dengan warna tanpa karsa
ah, aku ingin sekali merematnya
mengubahnya menjadi sebuah bola yang akan segera ku lembar ketempat sampah
aku bahkan ingin sekali merobeknya
bagiku kertas itu begitu kotor, begitu tak berharga
dan aku mulai menyesali diri atas setiap garis, titik dan warna yang aku torehkan di sana.
tapi jemariku tak sanggup meraihnya,
tak sanggup menghancurkannya
kau tahu kenapa?
karena aku hanya punya satu kertas
yah itulah sat-satunya kertas yang aku punya.
dan, aku tak akan bisa membuatnya kembali menjadi putih seperti semula.
hanya menatapiinya,
hanya bisa menyusuri kembali setiap goresan dan tinta yang telah menempel di sana
hanya bisa merana...
ah, bagaimana mungkin ini berakhir begitu saja?
apa aku harus sekalian mencelupkan kertas ini ke tinta agar warnanya hitam saja?
tidakkah akan terlihat lebih baik begitu saja?
setidaknya kertas itu tidak akan terlihat begitu menyedihkan dan seperti sampah.
tapi, untuk apa memiliki selembar kertas hitam?
bukankah di atas kertas hitam kau tak bisa melihat warna-warna yang indah dari tinta?
lalu buat apa?
aku yakin aku akan jadi lebih merana..
garis, titik dan torehan tinta itu masih melekat di sana
dan mataku hanya bisa kembali terpaku ada mereka
lalu pikiranku mulai berubah arah..
ah, mungkin ini tidak terlalu buruk,
mungkin aku masih bisa memperbaikinya.
mungkin nanti aku bisa menghasilkan sebuah gambar utuh yang lebih baik
bahkan mungkin akan menjadi sebuah masterpiece yang indah..
yah, aku hanya punya satu kertas
maka aku tak bisa membuangnya, merusaknya, apalagi mencoba untuk menghancurkannya.
aku hanya butuh lebih banyak garis, lebih banyak titik dan lebih banyak tinta untuk memberi warna
hingga nanti kertasku berubah warna
hingga akhir kertasku menjadi indah...
Senin, 28 Maret 2011
Satu Mimpi Tentang Cinta
Satu Mimpi Tentang Cinta
Satu ruang di bumi, begitu sepi dan tak berpenghuni. Perlahan langkahku terhenti, menatap ruang itu dalam sunyi karena kenangan itu tak pernah mati. Perlahan kususuri kembali, setiap ruang dan memori.
*****
Setangkai tulip merah itu kini menghiasi hari-hariku. Tulip itu memang bukan tulip asli, hanya sebuah tiruan yang terbuat dari kayu tapi itu sebagai tanda kamu ingin tulip itu tak pernah layu.
“You can open your eyes.” perlahan aku membuka mataku, kulihat kamu sudah tersenyum dengan setangkai tulip yang ada di tanganmu.
“Just for you..” kini kamu memberikan bunga itu kepadaku, setangkai tulip merah dengan kelopaknya yang sempurna, begitu anggun dan mempesona.
“Untuk cintaku yang sempurna.. Maaf tulip ini tak sempurna, ini bukan tulip asli. Aku hanya ingin kamu memiliki tulip yang tak pernah layu dan mati, sebagai tanda cintaku yang tak akan pernah mati.” Tiba-tiba ribuan kupu-kupu terasa memenuhi dadaku, ini terlalu sempurna untuk sebuah mimpi.
“Thank you, thank you so much. Terima kasih untuk semua ini.” Air mataku tak terbendung lagi, dia jatuh begitu saja, bukan sebagai tanda kesedihan tapi sebuah tanda kebahagiaan.
“Hei, ayolah jangan menangis seperti ini. Aku melakukan semua ini bukan untuk melihat air matamu mengalir, aku hanya ingin melihat senyummu yang bersemi.”
*****
Memilikimu adalah hal terindah dalam hidupku. Hanya dengan melihatmu aku rasa sudah seperti berada di surga. Senyum tulusmu yang membuat hatiku berbunga-bunga, mata indahmu yang membuat hariku cerah, suaramu yang mengalun menerbitkan asa, serta cintamu yang terlalu indah. Sungguh, aku rasa aku bisa gila bila kamu tak ada.
“Apa kabarmu sayang?” sebuah kecupan menghapus semua gundah, begitu menentramkan dan memperkuat rasa.
“Sayang, bagaimana kalau kita pergi berkeliling dunia? Bukankah itu adalah salah satu mimpimu?” aku hanya bisa menatapmu dengan sebuah senyum yang tak pernah ingin pergi dari wajahku.
“Aku tahu mungkin kamu kira itu tak bisa lagi sekarang. Tapi tenanglah, aku sudah membawakan dunia untuk kita kelilingi sekarang.”
Sebuah globe kecil yang indah itu keluar begitu saja di kedua tanganmu, sungguh itu benar-benar terlihat seperti kamu menggenggam dunia dan mempersembahkannya untukku. Aku mungkin adalah wanita paling bahagia karena memilikimu.
“Sekarang, kita bahkan bisa mengelilingi dunia setiap kali kita mau. Ayo sayang, kita mulai dari mana?” kamu mendekatkan globe itu kepadaku, menyuruhku memilih satu tempat dengan jemariku. Aku hanya bisa tersenyum dengan tingkah lakumu yang begitu lucu, jemariku mulai memutar-mutar globe dan akhirnya mendaratkan jari telunjukku di sebuah kepulauan yang terlihat indah.
“Hm.. okay, mari kita mulai dari sini. Dari rumah kita, Indonesia. Bagaimana kalau selanjutnya kita terbang ke Jepang? Kita tak perlu takut akan kena radiasi nuklir sekarang, kita bisa ke sana dengan aman.” Kamu mengambil jari telunjukku dan mendekatkannya ke Jepang.
“Aku tahu kamu suka Jepang, kamu juga suka sakura maka sekarang aku memberikannya untukmu.” Kamu mengambil sesuatu dari saku kemejamu.
“Untuk cintaku yang tulus. Kamu tak usah khawatir tentang bunga sakura yang akan gugur dalam satu minggu, karena sakuraku ini tak akan gugur. Tidak akan gugur..” sebuah replika bunga sakura dalam botol kecil itu terlihat begitu indah. Kamu, bagaimana bisa kamu membuat aku begitu bahagia, terlalu bahagia.
*****
Bunga sakura dan tulip itu kini mewarnai hari-hariku, begitu indah di sudut ruang tidurku. Sebagai tanda cintamu, sebagai tanda ketulusanmu. Bagaimana bisa aku membalas cintamu yang begitu indah ini?
“Sayang, aku tidak meminta apapun darimu. Aku hanya meminta kamu tetap ada di sisiku. Hanya itu. Karena, tak ada lagi yang aku inginkan selain bahagia bersamamu. Jadi kumohon bertahanlah untukku.” Aku mendengar suaramu dalam mimpi panjangku, sungguh aku ingin berteriak saat itu juga bahwa akupun ingin terus bersamamu.
Perlahan aku membuka mataku, mendapati kamu tengah menggenggam tanganku dengan aliran air mata di kedua pipimu.
“Terima kasih sayang, terima kasih untuk tidak meninggalkanku.” Ada apa ini? Kamu terlihat begitu bahagia hanya karena aku bangun dari tidurku. Apakah aku harus terus terjaga agar kamu tak perlu menangis seperti ini?
“Sayang, berjanjilah kamu tak akan meninggalkanku.” Suaramu terdengar begitu memohon dan aku tak sanggup mengatakan lebih kecuali sebuah anggukan kecil dan senyuman tipis. Aku janji, selama Allah masih memberikan aku kehidupan aku tak akan menyerah untuk bertahan.
“Semoga Allah memberikan kamu kesembuhan. Semoga Allah menjaga cinta kita..”
Aku hanya bisa mengamini do’amu dalam hati. Sungguh do’aku tak pernah putus untuk kamu, untuk kita..
*****
Aku mencintaimu karena Allah dan begitu pula cintamu kepadaku. Maka, biarlah Allah yang menjaga cinta kita karena sesungguhnya Dialah sebaik-baiknya penjaga.
“Sayang aku mencintaimu..” perlahan bibirku yang keluh mulai bisa mengeluarkan suara, meski terdengar begitu lemah tapi aku cukup bahagia bisa mengatakannya. Karena, sungguh hatiku sedih ketika aku begitu lemah hingga tak berdaya meski untuk mengucapkan satu kata cinta.
“Aku juga mencintaimu sayang.” kamu tersenyum dan matamu terlihat mulai berkaca-kaca. Tanganmu menggenggam tanganku erat lalu melepaskan genggaman itu dengan enggan di pintu ruangan operasi. Lewat sebuah senyuman tulus kamu memberikan kepadaku banyak cinta. Kini, kita hanya bisa menyerahkan semuanya kepada pemilik Cinta, apakah Dia mengizinkan kita terus merayakan cinta di dunia atau menundanya untuk perayaan cinta yang lebih indah di sisi-Nya.
*****
Perlahan aku menuju meja di sudut ruangan itu, sebuah bunga tulip dan replika sakura masih setia tersimpan rapi di sana. Perlahan kuraih mereka dan kupeluk erat, sekedar untuk kembali merasakan cintamu yang begitu sempurna dan tulus.
“Sayang, ayo kita berangkat. Kita akan berkeliling dunia hari ini, meski mungkin kita tak bisa melihat sakura langsung tapi setidaknya kita masih bisa memetik tulip di Belanda..” Kamu tiba-tiba masuk dan memelukku dari belakang. Aku tersenyum kepadamu, menatapi wajahmu yang terlihat lebih indah meski kita terlihat sama pucatnya.
“Kamu terlihat begitu pucat sayang, tidakkah sebaiknya kita batalkan saja rencana ini?”
“Hei.. sekarang ini bukan hanya mimpimu. Ini mimpi kita, mari kita rayakan cinta dan terus mengambil hikmah dari dunia.” Kamu kembali tersenyum menggodaku, tapi sungguh aku tak bisa membohongi diriku bahwa kamu terlihat berbeda setelah operasi itu. Aku tahu aku telah membuatmu lemah.
“Maaf telah membuatmu seperti ini, maaf telah mengambil satu ginjalmu.” Aku menunduk dan menyesali diriku. Istri macam apa aku yang tega mengambil satu ginjal suaminya? Membuat suaminya tampak pucat dan lemah seperti ini.
“Aku malah sangat bahagia. Karena, sekarang aku telah memberikan yang terbaik yang bisa aku berikan. Kini kita benar-benar telah menyatu karena salah satu bagian diriku terus berada pada dirimu, itu artinya kamu tak akan meninggalkanku.”
Aku memelukmu erat begitu erat hingga aku yakin kita tak akan pernah terpisahkan. Allah telah memberikan satu lagi kesempatan untuk kita tetap bersama, untuk kita merayakan cinta.
“Sayang, aku belum mengatakan kepadamu bahwa satu lagi mimpimu sudah tercapai.”
“Kali ini apa lagi itu? Kamu merampok buku catatan mimpiku dan mewujudkannya satu persatu. Bagaimana mungkin aku bisa membalasmu?”
“Sebuah rumah sakit gratis sudah terbangun atas namamu. Ah, mewujudkan mimpi-mimpimu adalah sama seperti mewujudkan mimpiku sendiri. Aku tidak meminta apapun untuk kamu membalasku, hanya terus berada di sisiku untuk membuatku bahagia adalah satu-satunya yang aku minta. Jadi, mari kita terus merayakan cinta.” aku mengangguk mantap dan kembali memelukmu. Sungguh aku tak akan menolak, tak akan pernah menolak untuk bersamamu karena kamu adalah cintaku. Mari kita merayakan cinta bersama.
Aku tak pernah menyangka akan memilikimu cinta..
Sebuah cinta yang begitu indah
Hanya lewat do’a kecil kepada Maha Pemilik Cinta
Kamu hadir dan memberi warna..
Jadi mari merayakan cinta
Atas cinta kepada Pemilik Cinta...
*****the end*****
Jumat, 11 Maret 2011
Ketika Mimpi Memanggil
Mungkin mimpi-mimpiku memang sudah lama tak kulihat, telah lama tak kuharap dan tak kukejar. Mereka mungkin akan tampak begitu menyedihkan karena sama sekali tak pernah aku pupuk atau aku sirami. Lalu samar-samar ku dengar mimpi-mimpi itu memanggilku.
Kau tahu, ini seperti mendengar suara peri-peri kecil yang begitu indah.
Perlahan tapi pasti, kususuri kembali satu persatu mimpiku. Lihatlah sekarang mereka tersenyum kepadaku karena aku kembali menjumpai mereka dalam gelap malamku.
Bukan tanpa alasan aku memilih untuk menyapa mereka kembali, semua ini karena panggilan mimpi-mimpi itu yang terasa begitu menghipnotisku. Mulanya aku hanya membaca kisah orang-orang yang hidup bersama mimpi mereka, lalu hatiku berkata, "Dulu aku juga hidup bersama mimpi tapi sekarang dimana mereka?".
Suara peri-peri itu mulai terdengar oleh hatiku, semakin lama semakin keras di telingaku. maka aku kembali mencari mimpiku, aku ingin kembali hidup bersama mereka, kembali berlari mengejar mereka agar suatu saat aku akan benar-benar menggenggam mereka.
Aku janji kali ini aku tak akan menyerah, tidak bila suara-suara peri itu terus memanggilku, tidak bila aku terus menjaga mimpiku. Maka sekarang, kutulis semua mimpiku agar aku bisa terus melihat mereka, mengingat mereka dan terus mengejar mereka.. karena mereka memanggilku.
11-3-2011
Yuliana Indriani
Selasa, 01 Maret 2011
Target.. (Saatnya Memacu Diri)
Senin, 28 Februari 2011
Atmosphere Hidayah..
Senin, 14 Februari 2011
Air : Sumber Daya Alam yang Tak Terbatas yang Kian Terbatas..
Air : Sumber Daya Alam yang Tak Terbatas yang Kian Terbatas..
“Coba sebutkan sunber daya alam yang tak terbatas?”
“Air, Udara, Sinar matahari..”
Kira-kira begitulah tanya jawab ketika SD yang selalu saya ingat sampai sekarang. Saya selalu percaya bahwa air, udara, sinar matahari adalah sumber daya alam yang tak terbatas jumlahnya. Mungkin itu juga yang dipercaya banyak orang tentang AIR hingga kita bisa menggunakannya sesuka hati. Tapi apakah benar Air adalah sumber daya alam yang tak terbatas jumlahnya?
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi (wikipedia). Waw! Kalau dilihat dari jumlah ini sih, sepertinya cukup meyakinkan bahwa jumlah air di bumi ini memang tidak terbatas. Selain itu, AIR juga dapat diperbaruhi. Secara alami, AIR mengalami Siklus Air yang merupakan pergerakan air dan menjamin terus tersedianya air di bumi ini.
Lalu, setelah kita menggunakan Air sepanjang hidup kita. Pernahkah terpikir kalau Air akan HABIS?
Jumlah air mungkin tidak akan berkurang, tapi kualitasnya? Kita tidak bisa menjamin kualitas air di bumi ini akan tetap sama hingga kita bisa menggunakannya untuk hidup kita, untuk hidup semua makhluk hidup.
Sekarang coba kita lihat bagaimana keadaan Air di sekitar kita. Lihat air yang mengalir di kali dan sungai-sungai, lihatlah air di sumur-sumur.. apakah keadaannya akan memungkinkan untuk kita andalkan dalam hidup? Jika kita tidak menggunakan air secara bijak dan tidak berlaku ramah pada lingkungan, maka dapat kita pastikan bahwa di masa depan kita akan kesulitan menemukan sumber daya air yang bisa kita gunakan untuk kehidupan kita meski nanti kita tetap di kelilingi oleh air.
So, mulai sekarang marilah menyadari bahwa air adalah sumber daya alam yang tak terbatas namun bisa jadi terbatas hingga kita harus berlaku bijak terhadap penggunaannya.
1. Menghemat penggunaan air
2. Tidak membuang sampah (khususnya sampah anorganik dan zat kimia) di sungai, parit,dan airan air lain.
3. Melestarikan hutan
4. Membangun tempat pembuangan sampah yang jauh dari sumber mata air
5. Menggunakan Air secara bijak dan sadar lingkungan.
Selain kita berbuat untuk menjaga air tetap ada dan bisa kita gunakan, kita juga membantu membuat bumi menjadi lebih segar karena air yang menutupi sebagian besar permukaan bumi menjadi lebih bersih. Kita bisa membuat pohon-pohon tetap tumbuh subur, membuat semua makhluk hidup dapat hidup dan efek rumah global waming dapat sedikit kita redam. Go green! mari berbuat lebih untuk bumi! _YI_
apa jadinya semester 6?
Sabtu, 12 Februari 2011
Kamis, 03 Februari 2011
writing is the way to tell something
Rabu, 02 Februari 2011
...do'a untuk orang-orang tercinta...
Selasa, 01 Februari 2011
Drama of me
“...hidup ini hidup yang penuh bahagia... tetap semangat dan jangan putus asa.. hidup ini hidup yang sangat berarti.. terus berjuang tuk menggapai impian..”
Handphoneku tiba-tiba bernyanyi di kesunyian kamar, dengan sangat malas akhirnya aku membuka pesan yang baru saja aku terima.
“Nilais udah keluar.. enjoy!”
Aku membelalakkan mataku yang tadinya masih setengah terbuka. Aku segera mengambil kacamataku dan dengan secepat kilat menyambar netbook dan modem yang ada di atas buffet di samping tempat tidurku. Ada sedikit rasa takut yang menggelitikku ketika membaca pesan singkat dari Sivia tadi, yah... aku sedikit takut ketika akhirnya kabar itu datang juga.
“SELAMAT DATANG DI SISTEM AKADEMIK UNIVERSITAS TARUMA NEGARA, SILAHKAN LOG IN”
Layar netbookku sekarang telah menampilkan halaman website kampus, sedikit gemetar akhirnya aku menarikan jariku di atas keypad untuk mengisi user id dan password yang biasa aku gunakan untuk masuk ke site sistem akademik. Peluh tiba-tiba membanjiri dahiku ketika loading untuk masuk ke site itu terasa terlalu lama.
“Arrrgh.. sial! Masa sekarang sih kumatnya! Ayolah... aku kan cuma pengen lihat hasilnya! Come on!” Aku menggerutu ketika loading itu gagal, kali ini signal sepertinya tidak bersahabat denganku. Atau mungkin sedang memberikanku pertanda buruk?
Aku menghelakan napasku, mencoba mengusir semua perasaan tak enak yang mulai menyelusup di benakku. Aku tak ingin berburuk sangka sekarang, lagi pula bukankah aku sudah mengikhlaskan semuanya? Aku menarik napasku dalam ketika jari telunjukku menekan keypad enter untuk reload.
“SELAMAT DATANG DI SISTEM AKADEMIK UNIVERSITAS TARUMA NEGARA, SILAHKAN LOG IN”
Akhirnya kalimat pembuka itu kembali hadir di layar netbookku dan tanpa pikir panjang aku kembali log in. “Semoga hasilnya yang terbaik..” aku berdo’a dalam hati sementara jemariku sibuk mengetik nomor induk mahasiswa dan tahun pelajaran untuk membuka KHS onlineku.
NAMA : Alyssa Saufika Umari
NIM : 011038110371
Halaman KHSku mulai muncul, aku masih berdo’a sambil perlahan menyusuri halaman KHS onlineku.
***
“Gimana tadi ujiannya?” aku sedang duduk di kantin dengan segelas es jeruk ketika seseorang menepuk bahuku sambil menodongku dengan pertanyaan yang sedang tak mau ku jawab. Aku hanya mengulas sebuah senyum kecil ke arahnya sambil mengangkat bahuku.
“Loh, kok? Tapi.. soal tadi emang susah sih. Aku aja gak selesai ngerjainnya.” Sivia mulai berceloteh sambil perlahan mengambil posisi duduk di hadapanku. Dia kemudian melambaikan tangannya kepada penjaga kantin dan mulai memesan makanan.
“Eh, fy.. yakin gak sama ujian kali ini?” Sivia kembali mengangkat topik pembicaraan yang tidak aku inginkan ketika dia selesai memesan makanan. Aku menghisap beberapa mililiter es jerukku sebelum akhirnya memilih menjawab pertanyaanya.
“Hm.. yah seperti biasa.” Aku mencoba menanggapinya dengan sangat biasa, meski aku tahu aku merasa tak biasa kali ini.
“Ah, ify mah enak. Hidup selalu dibawa nyantai, gak pernah takut soal nilai jeblok, gak pernah mikirin harus kerja keras buat tamat cepet, gak pernah stres kalau ujian.. ih enak banget yah jadi kamu.” Aku hanya tersenyum mendengar celotehan Via tentang diriku. Ah, apa aku benar seperti itu via?
“Fy, kok bisa sih kamu kayak gitu?” tanya Via.
“Kayak gimana maksudnya?” Aku balik bertanya pada Sivia, meski aku tahu maksud pertanyaannya. Aku hanya ingin menutupi rasa tak enak yang kembali menghampiriku karena sebetulnya aku tak pernah sesantai yang dia kira.
“Yah, kok bisa nyantai?”
“Mungkin udah dari sananya kali.. lagipula aku malas mikirinnya..” Aku mengangkat bahuku sambil tersenyum jahil.
“Kamu sih, apa-apa malas. Gimana mau maju negara ini kalau semua anak mudanya malas kayak kamu?”
“Yee... itu makanya ada kamu via, kalau semua anak muda pada malas kayak aku.. kan kamu yang jadi presiden. Yah harusnya ucapin terima kasih dong sama aku.” Sivia malah mencibirku karena jawaban super ngasal yang aku berikan, tapi toh akirnya kami bisa tertawa bersama.
***
Sivia_azizah : “Gimana nilainya?”
Tiba-tiba jendela YM hadir menghiasi layar dan menunjukkan sebuah pesan dari Sivia ketika aku baru saja sampai pada judul KHS-ku.
Alyssa_fy :“Sabar bu... baru online. Nilaimu gimana?”
Sivia_azizah : “Alhamdulillah, bagus. Wish you luck. :)”
Aku menutup jendela YM dan kembali ke halaman KHS-ku, mataku sedikit membulat metika hasil itu akhirnya benar-benar kutatap dengan mataku sendiri. Aku memejamkan mataku sesaat, sekedar untuk menetralisir gejolak yang hadir seketika di hatiku. Ini sesuai perkiraanku..
***
“Pa, maaf yah kalau semester ini agak nurun nilainya..” Aku memberanikan diri untuk buka suara ketika papa menanyakan bagaimana ujianku hari ini. Kulihat dahi papa sedikit berkerut mendengar jawabanku. Sebenarnya ini jawaban klasik yang selalu aku berikan setiap selesai ujian tapi kali ini mungkin nada biacara atau tatapan mataku memang sedikit berbeda.
“Kenapa?”
Sebuah kata tanya yang paling susah dijawab itu akhirnya meluncur dari bibir papa. Ini aneh, biasanya papa akan dengan santai tersenyum dan berkata “tidak apa-apa”. Aku memutar otak untuk mencari jawaban dari sebuah kata “kenapa?” dan nyatanya aku tak menemukan jawaban yang benar-benar bisa menjelaskan semuanya selain...
“yah... mungkin karena hanya seperti itulah kemampuanku.”
***
Alyssa_fy : “ASEP aku dapat nilai C. ”
Dengan pasti aku mengirim pesan itu di YM kepada Sivia, yah sekedar untuk membuatnya tenang atau sedikit berbagi tentang rasa yang mulai menyesakkan dada.
Sivia_azizah : “loh, kok bisa?”
Alyssa_fy : “bisa dong... yah gak papalah aku ikhlas kok. Toh aku gak selesai pas ujian. Kamu apa? Dapet A yah? selamat yah.”
Sivia_azizah : “iya alhamdulillah,.. Semoga yang lain bagus yah. : )”
Alyssa_fy : “iya”.
Aku kembali memberanikan diri menggulir halaman KHS-ku hingga nilai-nilai matakuliah lain bisa kulihat dengan jelas. Waktu terasa berhenti seketika, beberapa tetes peluh menetes dengan damai dari dahiku tanpa sedikitpun aku menghapusnya, hingga bercampur titik-titik air mata yang mengalir perlahan dan terjatuh di sisi wajahku.
Sivia_azizah : “nilai yang lain gimana? Udah dilihat?”
Tampilan YM kembali menyapa di layar netbookku, tapi aku terlanjur tenggelam dalam waktu yang berhenti, terkubur dalam bumi yang berhenti berputar, dan hanyut dalam lautan air mata yang membawaku pergi jauh.
***
Aku menundukkuan kepalaku sambil duduk menatapi kakiku yang bergerak bebas di dalam air sungai yang mengalir di bawahku.
“Ah... kenapa harus begitu hancur hanya karena aku tak yakin dengan hasil ujian itu? Bukankah aku sendiri yang menyebabkan semua ini.. “
Aku berbicara pada bayangan wajahku yang kemudian tercermin di air sungai yang tadi sempat ku kacaukan arusnya dengan kakiku. Aku menatapi diriku dari balik air, kulihat sebuah gambaran wajah kusut dan tak bercahanya sedang cemberut di sana.
“Hey.. ayolah, dunia tidak berakhir hanya karena nilaimu nanti akan mengecewakan. Ini hanya ujian penuh makna yang harus kamu lewati. Lalu, bagaimana mungkin kamu akan melewatinya dengan wajah seperti itu? Kamu harus melewatinya dengan baik.. karena inilah ujian sesungguhnya. Ayo tersenyumlah dan tunjukkanlah wajah berserimu padaku, agar aku pun bisa kuat melewatinya bersamamu.”
***
Detik kembali bergerak di sekitarku dan aku merasakan diriku perlahan kembali. Ku hirup dalam udara yang ada di sekitarku dan perlahan membiarkannya lepas, seperti melepas sebuah beban yang terasa menghimpitku, lalu perlahan aku membiarkan jariku mulai menari-nari.
Alyssa_fy : “hasilnya jelek.. IP-ku bawah tiga. Tapi gak papa kok. Oh ya, selamat yah nilainya bagus.”
Sivia_azizah : “haduh? Serius? Kok bisa? Makasih.”
Alyssa_fy : “iya. Aku off yah... sekali lagi selamat. you’re the best. :)”
Aku menutup jendela YM-ku sambil menahan perih yang tiba-tiba terasa begitu menyakitkan. Bukan karena aku iri pada Sivia, bukan. Hanya saja kecewa tiba-tiba menyelimutiku lewat rasa yang begitu gelap dan aku hanya takut tak sanggup bertahan hingga tak bisa mengakhiri percakapan ini dengan indah. Aku tak ingin merusak kebahagian yang sedang dirasakan oleh sahabatku, tapi aku tahu... aku mungkin tak sekuat itu untuk terus merayakan kebahagiannya di atas kehancuranku sendiri.
Aku terduduk lemas menatapi layar netbook yang telah kumatikan, tak ada apa-apa di sana kecuali layar hitam yang tiba-tiba menghadirkan bayang-bayang kejadian selama satu semester yang telah ku lewati.
Aku terdiam menatapi satu persatu adegan yang tampil di sana, aku yang tengah tertidur di kelas, aku yang sedang mengobrol selama jam pelajaran, aku sedang mengambar bebas selama dosen memberi penjelasan, aku sedang asik dengan handphoneku di saat aku merasa bosan bahkan adegan aku dengan malas mengerjakan tugas di subuh hari yang berakhir dengan tugas yang tak selesai dan tak ku kumpulkan.. semuanya kembali menari-nari berputar di layar netbookku. Aku menghelakan napasku, mengurut dadaku yang mulai terasa kembali sesak serta akhirnya menghapus air mata yang kembali membanjir di pipiku.
“Tak ada gunanya aku menyesalinya sekarang.. toh, tidak akan merubah hasil yang aku dapatkan. Ini semua kesalahanku dan tugasku selanjutnya adalah memperbaikinya,..”
Aku meraih handphoneku, membiarkan jempolku lincah mengetik sebuah “pengingat” yang akan selalu aku ingat untuk sekarang... dan mungkin untuk selamanya.
...”inilah ujian sesungguhnya, apa kau akan terus mengulangi kesalahan yang sama.. atau bangkit untuk mengalahkan dirmu sendiri agar bisa menjadi lebih baik”..
**** the end****
Minggu, 30 Januari 2011
Writing Competition
Jumat, 28 Januari 2011
Aku dan Gadis Berumur Tujuh Tahun di Arena Permainan
... Lihatlah wajah berseri itu hari ini dan lihatlah bagaimana wajah itu beberapa tahun ke depan... ...Semuanya berawal dari hari ini dan akan tergantung pada hari ini...
Angin semilir menerpa wajahku ketika aku duduk dengan manis di pinggir arena permainan yang baru saja aku buat. Di area permainan Lia, gadis kecil berumur tujuh tahun, sedang meloncat-loncat dengan riang. Lia adalah gadis kecil berumur tujuh tahun yang akhir-akhir ini selalu datang ke rumahku untuk bermain denganku.
Tiba-tiba, kaki Lia menyentuh batas arena permainan dan itu artinya Lia harus berhenti bermain dan aku akan mendapat giliran bermain. Tapi, sepertinya Lia tidak rela.
“Satu kali lagi yah,yang tadi gak sah, ya yuk, yah..” aku hanya bisa tersenyum tipis ketika Lia kembali membujukku. Matanya yg membulat dan bersinar-sinar akhirnya bisa membuat aku tak berkutik. Aku mengalah pada anak kecil berumur tujuh tahun yang mengajakku bermain itu. Aku kembali duduk diluar arena permainan dan melihat gadis kecil itu kembali melompat-lompat dengan lincah sampai ku lihat kakinya kembali melanggar batas arena permainan.
“Wah, kaki Lia menginjak garis tuh..” Lia tercenung sesaat dan akhirnya dengan sedikit berteriak dia membantahnya, “Wee, enggak tuh ayuk tuh yang salah lihat..” Aku menghelakan napas dan kemudian hanya bisa kembali tersenyum. Entah ini sudah yang keberapa kali Lia menyangkal kesalahannya, dan entah juga yang keberapa kali dia bisa dikatakan curang. Menggeserkan buah permainan, mengeserkan kaki yang tidak sengaja menginjak garis, meminta permainan diulang bila dia melakukan kesalahan, sampai dia membuat peraturan permainan sendiri, Lia benar-benar sudah banyak melakukan kecurangan.
“Ah lia kan masih anak kecil” salah satu bisikan lembut dihatiku kembali terdengar tapi bagian lain di nuraniku terasa digelitik keras.
“Anak sekecil lia saja sudah belajar curang, bagaimana nantinya? Mungkinkah dia akan tumbuh jadi seseorang yang egois dan terbiasa berbuat curang? Semuanya kan berawal dari masa kecil, apa yg dia dapat di masa kecil akan membekas dan membentuk dirinya di masa depan.”
Aku kembali terdiam, entah apa yang Lia pelajari selama ini. Bagaimana awalanya dia belajar curang? Mungkinkah orang-orang di sekitarnya yang mengajarkannya berbuat curang? Lalu bagaimana Lia nantinya? Aku kembali menatapi Lia yang masih asik melompat-lompat di arena permainan.
Tiba-tiba di mataku Lia berubah menjadi dewasa, mengenakan pakaian resmi di ruang sidang DPR. Lia sibuk berdebat, sibuk menyalahkan dan sibuk mengungkit-ungkit peraturan undang-undang yang bahkan dia tidak tahu isinya. Lia yang tersenyum penuh kemenangan ketika berhasil mengelabuhi banyak orang dengan gaya sok pintarnya, Lia yang tiba-tiba tertawa ketika menaiki mobil mewah yang entah didapat dari mana.
“Ayuk, kok diem aja? ayo main..” Aku tersadar dari lamunanku ketika Lia menarik-narik pergelangan tanganku.
“Enggak lia, ayuk gak mau main” Lia sedikit terkejut, ditatapnya aku dengan tatapan tak percaya.
“Kenapa?” dia bertanya sambil membulatkan matanya.
“Ayuk gak ngerti permainan Lia. Ayuk gak ngerti peraturan mainnya.” Aku menjawab sebiasa mungkin dan mencoba tak menyakiti hatinya. Dia terdiam sesaat, menatapku dan kemudian menatap arena permainan di mana dia sudah menang jauh dariku karena beberapa kecurangan kecil yang dia lakukan. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran anak kecil seperti Lia, tapi aku harap dia akan mengerti sesuatu dengan perkataanku itu.
Lia melangkahkan kakinya ke arena permainan dan mengambil buah permainan lalu mengembalikannya ke titik awal.
“Kita mulai baru aja permainannya..” kata Lia sambil tersenyum manis dan tatapan berbinarnya. Lia, gadis berumur tujuh tahu tersebut sepertinya mengerti bahwa aku tak nyaman dengan gaya bermainnya, mungkin perlahan dia mengerti bahwa aku tak ingin dia berbuat curang. Aku hanya bisa tersenyum lega, “Ok, tapi Lia janji yah gak curang dan buat peraturan sendiri hanya untuk menang? Kali ini kita bermain dengan jujur dan begitu pula untuk permainan-permainan lainnya, janji?”
“Iya, janji..” Lia berteriak senang dan mantap.
Hm, aku mempersilahkan Lia mengambil giliran pertama karena dia menang dalam usit untuk memulai permaianan. Aku melakukan semua ini bukan agar aku menang dari Lia, hanya saja aku ingin Lia belajar untuk tidak bermain curang lagi.. meski hanya di arena permainan, dia tak boleh belajar curang. Karena, apa jadinya Lia di masa depan adalah buah dari apa yang diajarkan padanya sekarang. Dan aku bertanggung jawab untuk saat sekarang, di sini.. di arena permaianan ini. Semoga dia belajar sesuatu dari permaianan ini, dan membawanya tumbuh bersamanya hingga dia dewasa dan menjadi Lia yang lebih baik kelak.
“Seandainya ketika besar Lia benar menjadi anggota DPR, aku harap dia bisa menjadi anggota Dewan yang jujur, yang memihak kepada rakyat, yang menegakkan Undang-Undang, dan anti kecurangan dan korupsi... Amin..” aku tersenyum ketika Lia menghentikan permainannya ketika gilirannya berakhir kali ini.
****__****
# Ayuk : Panggilan untuk kakak perempuan.
# Usit : permaianan untuk menentukan menang atau kalah dengan mengadu jari tangan.
***__***
HIKMAH :
Cerita ini sebenarnya diambil dari kisah nyata sehari-hari, betapa banyak kita lihat anak kecil belajar bermain curang dalam permaianan sederhana. Hal ini bisa membuat anak kecil itu terbiasa berbuat curang, dari mulai melakukan kebohongan kecil tentang uang jajan dan akan meluas hingga berbuat curang dalam ujian di sekolah.
Saya tidak ingin mecoba menyalahkan siapa-siapa lewat cerita ini, hanya saja saya ingin memberikan gagasan bahwa kadang yang perlu kita lakukan adalah merubahnya dengan usaha kita sebagai orang terdekat anak kecil tersebut agar kita dapat mengajarkan dan memberikan contoh yang baik pada generasi yang akan datang.
Karena bagaimana generasi penerus bangsa ini, sebenarnya ditentukan bagaimana dia diajari dan diberikan contoh sejak masih kecil. Jadi, mari kita mengajarkan dan memberikan contoh yang baik demi masa depan bersama yang lebih baik.
hikmah yang saya coba sampaikan di cerita ini :
1. kejujuran harus di tanamkan sejak kecil (jangan membiarkan dan membiasakan anak kecil berbuat curang )
2. kita harus mengajarkan dan memberi contoh yang baik kepada anak kecil
3. masa depan bergantung pada bagaimana masa kecil, jadi,.. pentingnya pendidikan dan pembentukan sikap sejak dini agar menjadikan pribadi yang baik di masa yang akan datang.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp.
Selasa, 25 Januari 2011
Dongeng...
Jumat, 21 Januari 2011
my first drama.. :)
Hm, ini proyek asal banget.. baru coba-coba dan tanpa ilmu, maaf kalau salah.
Yeay, naskah drama! Pertamanya ku kira mesti buat skenario, sumpah ribet amat.. tapi karena katanya kayak buat pementasan gitu berarti naskah drama dong.. yah sudahlah apapun itu, hanya ini yang bisa aku tulis. So, check this out.
Putus Sekolah? (drama 20 menit)
Sinopsis
Di sebuah pinggiran kota hiduplah sebuah keluarga dengan seorang anak laki-laki yang baru saja putus sekolah karena kekurangan biaya. Dika memutuskan untuk berhenti sekolah agar bisa membantu orang tuanya, namun.. cita-citanya untuk menjadi insinyur tidak mati begitu saja, hanya saja mungkin dia perlu menundanya. Sahabat-sahabat dika datang untuk kembali mengingatkan dika bahwa apapun masalahnya pasti akan ada jalan keluarnya dan mereka ingin dika tidak menyerah pada keadaan hingga akhirnya jalan keluar itu terlihat dengan sangat jelas.
Tokoh
Andika : siswa SMA kelas X yang terpaksa putus sekolah, anak tertua dari lima bersaudara, pintar, bersemangat, tidak mudah putus asa, baik hati, penyayang dan bertanggung jawab.
Didit : sahabat Dika, teman sebangku dika dari SD hingga ketika dika memutuskan putus sekolah, perhatian, setia kawan.
Afifah : sahabat Dika sekaligus tetangga dika, perhatian, lemah lembut.
Evan : adik dika, baru SMP, pintar, pendiam, perhatian.
Orang tua dika : ayah yang tegas, sedikit berbicara dan ibu yang pasrah.
Adengan 1 (Durasi 5 menit) lokasi : rumah dika
Narator : Suatu malam, di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Suasana rumah berubah menjadi tegang seketika, ibu yang sedang menidurkan putri bungsunya menatap tak percaya kepada putra tertuanya. Ayah yang baru saja pulang dari tempat bekerja sampai-sampai harus berdiri terpaku di pinggir pintu ketika putra tertuanya dengan sangat jelas memutuskan hal yang sangat berat.
Andika : (sambil menatap ibu dengan mantap) “Dika akan berhenti sekolah saja Bu.”
Ibu : (menatap andika dengan tatapan terkejut)
Ayah : (berdiri terpaku di pinggir pintu dengan wajah letih dan lusuh)
Andika : “Dika sudah putuskan, lebih baik dika berhenti sekolah saja dan bekerja membantu ayah dan ibu. Jadi, ibu dan ayah cukup mempersiapkan biaya untuk Evan melanjutkan ke SMP saja. Evan itu pintar bu, jadi sangat sayang kalau dia yang harus putus sekolah.”
Ibu : (menangis sambil merutuki dirinya sendiri, menatap evan yang sudah tidur bersama adik-adiknya yang lain)
Ayah : (masuk, menepuk bahu Dika dan berdehem) “kalau kamu kira itu yang terbaik maka lakukan, tapi jangan pernah kamu menyerah begitu saja pada keadaan. Ayah hanya minta kamu memikirkan keputusan kamu kembali. Dan.. soal biaya, maafkan ayah. Tapi, ingatlah bahwa Rezeki itu dari Allah. (tersenyum ke arah dika, masuk ke kamar)
Andika : (menunduk, dan akhirnya mengangguk mantap)
Evan : (posisi tidur menyamping, air matanya mengalir)
Adegan 2 ( durasi 5 menit) lokasi : ruang kelas
Narator : kelas X.1 geger, berita tentang Andika yang akan berhenti sekolah mulai tersebar. Seorang anak biasa-biasa saja yang berhasil masuk Sekolah Unggulan karena prestasinya itu tiba-tiba memutuskan akan berhenti sekolah! Ini benar-benar berita! Bagaimana mungkin dia membuang kesempatan emas untuk maju?
Ruang kelas masih sepi, hanya ada beberapa anak-anak yang baru tiba di sekolah dan asik dengan kegiatannya masing-masing.
Didit : (berlari-lari memasuki kelas) ifa! Afifah! (dengan napas terengah-engah memanggil afifah yang sedang duduk membaca buku di bangkunya.)
Afifah : ada apa dit?
Didit : Dika beneran berhenti?
Afifah : (dengan tatapan menyesal mengangguk)
Didit : (menghelakan napasnya) Anak itu! Tidak bisakah dia berasabar lebih lama sedikit saja! ah, pokoknya ntar kita harus ke rumah dika! (berbicara dengan penuh emosi)
Afifah : (menatap didit dengan tatapan tidak mengerti) ngapain?
Didit : mau nyeret anak itu balik ke sekolah!
Afifah : (mengangguk ragu-ragu)
Adegan 3 (durasi 3 menit) lokasi : pinggir jalan
Narator : Andika benar-benar sudah memilih untuk berhenti sekolah, dia.. demi berkorban untuk adiknya akhirnya mengalah. Dia memulai hari-hari pertamanya berhenti sekolah dengan bekerja sebagai loper koran, mencoba menjadi penjual asongan, hingga sempat pula dia mencoba mengamen bersama teman-teman yang juga senasib dengannya. Namun, ketika peluh semakin banyak mengalir dia semakin ingat bagaimana cita-citanya akan berhenti begitu saja di sini.
Andika : (menunduk, berbicara pada diri sendiri) yah.. calon insinyur yang akhirnya jadi pengamen. Ah.. tak apalah, aku tak boleh egois dan aku tetap harus bersyukur. Aku mungkin tak bisa mengejar cita-citaku menjadi insinyur sekarang, tapi bukan berarti aku akan menyerah! Ayah benar, rejeki itu dari Allah, kalau memang aku ditakdirkan jadi Insinyur maka aku tetap akan jadi insinyur nantinya.
Evan : (menatap Andika dari kejauhan, berkata pada diri sendiri) “kakak tidak perlu seperti ini. Pasti ada jalan lain.. pasti ada!”
Adengan 4 (durasi 7 menit) lokasi : pinggir jalan
Narator : ketika peluh sudah membanjir, ketika rupiah demi rupiah telah berhasil dikumpulkan, Andika memilih pulang untuk beristirahat di rumahnya. Tak sabar rasanya dia melihat ibu dan adik-adiknya, melihat mereka tersenyum menyambutnya pulang.. ini akan terasa berbeda, karena kali ini dia tak hanya pulang.. tapi kali ini dia bisa membawa sedikit uang yang akan mengangkat sedikit beban dari pundak ibunya, sedikit uang untuk menganjal perut adik-adiknya dengan makanan ringan sambil menunggu Ayah pulang.
Andika : (berjalan dengan senyum sambil memegang beberapa lembar uang, menatap lurus lalu terkejut ) “Didit? Afifah?”
Didit : (menepuk pundak dika) apa kabar dik?
Andika : (tersenyum) ada apa kalian ke sini?
Afifah : didit tuh, katanya mau nyeret kamu balik ke sekolah.
Andika : (ganti menatap didit)
Didit : iya, seenaknya aja kamu berhenti sekolah! Mau dikemanain cita-cita kamu?
Andika : (menunduk)
Didit : (menepuk bahu dika) dik, masalah gak akan selesai dengan masalah. Kamu kira berhenti sekolah itu bukan masalah? Hey! Kamu malah membuat masalah baru dengan keputusanmu itu! Kamu menyebabkan masalah untuk masa depanmu!
Afifah : (menatap andika iba) didit benar dik, kamu gak boleh berhenti sekolah.
Andika : tapi...
Didit : kamu ingat, kamu pernah bilang kepadaku bahwa keterbatasan tidak membatasi, jadi sekaranglah waktu kamu membuktikannya. Kalau kamu merasa sekarang tidak bisa menyelesaikan masalah kamu, maka jangan kabur.. mari kita hadapi bersama, lagi pula ada aku dan ifa..
Andika : (menghelakan napas) aku gak mau merepotkan orang lain. ini masalahku, jadi biarkan aku menyelesaikannya sendiri, dengan caraku sendiri. Maaf.
Mereka terdiam sesaat.. tak ada yang berani bicara lagi.
Evan : (berlari menuju dika dkk sambil memegang sebuah amplop) Kakak! Kakak!
Andika : Kenapa van? (dengan nada sedikit khawatir)
Evan : (memberikan Amplop itu pada kakaknya sambil tersenyum)
Andika : (membuka Ampop itu, membaca surat yang ada di amplop itu) Alhamdulillah... Alhamdulillah ya Allah... (bersujud syukur lalu memeluk Evan)
Narator : ternyata Evan mendapatkan Beasiswa dari sebuah sekolah Unggulan, sehingga Andika dan keluarga tidak perlu mengkhawatirkan masalah biaya untuk sekolah Evan lagi. Andika pun akhirnya kembali ke sekolah. Andika, Didit dan Afifah kembali bersama saling menguatkan dan bergandengan tangan untuk mengejar cita-citanya masing-masing.
___selesai___
Aduh, maaf yah aku benar-benar gak biasa buat naskah drama gini. Lagi pula ini benar-benar dadakan, dan durasinya dibatasi 20 menit.. maaf yah.
Kalau ada yang bisa ngasih masukan, tolong di komentarin. Thanks
*naskah drama ini buat kiki yang SMS kemaren, maaf yah dek jadinya segitu. Kalau jelek gak usah di pakai yah. Dan soal pemainnya yang min 15, aku bingung juga.. ini Cuma bisa 6 mungkin yang lain bisa jadi narator dan jadi figuran di ceritanya (misal, jadi temen2 di sekolah, atau jadi orang-ornag di pinggir jalan --__--“). Maaf yah kalau mengecewakan. Sukses yah buat acaranya!.
Selasa, 18 Januari 2011
The Place to Keep
sebelum mimpi
sebelum mimpi..
aku kembali membaringkan tubuhku, mencoba kembali membuat diriku nyaman. tapi tak bisa..
ini terjadi tiap malam sekarang, ah entah mengapa.. tapi perasaan ini selalu menghampiri.
perasaan tentang betapa dangkalnya ilmu, betapa kecilnya diri, betapa jauhnya dari mimpi.
ini menyiksa, bayangkan saja ketika setiap malam kau mengalami hal ini. mengetahui bahwa ilmumu masih teramat dangkal untuk diamalkan, mengetahui bahwa dirimu teramat kecil untuk berbuat besar, dam mengetahui bahwa mimpimu terlalu jauh untuk digapai..
mungkin aku pesimis atau mungkin aku hanya realistis.
tapi aku hanya tak mau berpuas diri,
aku masih terlampau jauh dari bayanganku.. dan aku khawatir tak bisa menangkapnya.
tapi aku tak boleh menyerah.. tak akan menyerah.
aku memejamkan mataku, seperti malam-malam sebelumnya, mulai berdo'a dan mulai berbisik pada hatiku..
aku menerima diriku apa adanya, dan aku tak keberatan dengan segala kekuranganku.. karna hanya dengan semua hal yang aku miliki inilah aku adalah aku..
hari ini, esok dan seterusnya.. biarkan rasa itu tetap ada, agar aku ingat bahwa aku adalah aku.. yang dangkal ilmunya, yang kecil dirinya dan yang jauh mimpinya.. juga aku yang tak akan menyerah atas semua kekurangan itu..
lalu aku mulai berjalan ringan menuju mimpiku,.
Minggu, 16 Januari 2011
Yang Pertama Bukan Yang Terakhir..
Jumat, 14 Januari 2011
Keterbatasan Tidak Membatasi..
Aku Anak Emas Ibuku.. (sebuah gagasan yang membekas meski belum selesai dibaca))
Kamis, 13 Januari 2011
Penonton VS Pemain
hm, ini order dari my big bro, walau ilmu untuk nulisnya cetek banget tapi harus tetep dilanjutkan, namanya juga belajar :)
check this out... kalau ada yang salah atau ingin ditambahkan silakeun dibenerin ^_^
penonton vs pemain
Masih inget pertandingan AFF beberapa waktu lalu? Masih inget insiden laser yang dilakukan oleh penonton Malaysia? eits, kita bukan mau ngebahas AFF dan laser-nya penonton malaysia, yang pasti pemain kita sudah melakukan yang terbaik yang mereka bisa, hidup indonenesia!
Bicara soal penonton, kita sendiri sebenarnya sudah sangat sering menjadi penonton, mulai dari jadi penonton sepak bola, penonton acara musik, penonton film, sampe penonton acara dangdutan *hayo ngaku!!
kalau ditanya apa itu artinya penonton pasti bisa jawab kan?
Penonton itu kalau menurut saya berarti orang yang menikmati, mengawasi, dan terlibat secara pasif dari suatu kegiatan. Tapi, bukan berarti penonton itu tidak penting,coba bayangkan permainan sepak bola tanpa penonton, acara musik tanpa penonton, film tanpa penonton, dan acara dangdut tanpa penonton? -_-"
Penonton bisa jadi penonton yang baik dan yang buruk, yang sportif dan yang curang. Penonton yang baik adalah penonton yang menikmati, mengawasi dan terlibat pasif dalam kegiatan serta memberikan feedback yang baik dan sportif juga. Misal, penonton sepak bola yang baik itu yang tidak menganggu pertandingan, yang tidak membenci pemain karena kalah, yang tidak hanya bisa ngedumel sendirian atau marah-marah gak jelas. Penonton yang baik justru akan menikmati pertandingan dengan tertib, tetap mendukung pemainnya, dan juga memberikan saran, dukungan dan tanggapan positif agar kelak pemain dapat bermain lebih baik dan penonton akan lebih menikmati pertandingan.
Lalu, coba misalkan hal tersebut pada diri sendiri dan di kehidupan sendiri, sudahkah kita menjadi penonton yang baik? dimanapun kita berada dan dalam kegiatan apapun yang kita ikuti.. Apakah kita cenderung hanya suka menonton tanpa menjadi penonton yang baik?
Sekarang kita beralih ke pemain..
Inget C. Gonzales? inget Irfan Bachdim? inget Arif Suyono? Nasuha? Markus?
Itu pemain timnas.. hehe
Pemain adalah orang yang berperan aktif dalam suatu kegiatan. berperan aktif di sini berarti adalah orang yang terlibat langsung, menikmati sekaligus menentukan semua yang terjadi dengan usahanya. :)
Kalau penonton ada yang baik dan ada yang buruk, pemain juga begitu. ada yang baik dan buruk serta ada yang curang dan ada yang sportif.
Karena dari awal sudah pake permisalan sepak bola, jadi kita bayangkan dirikita sebagai pemain sepak bola. Ketika kita menjalani pertandingan, apakah kita sudah berbuat semaksimal mungkin? sudahkah kita memanfaatkan peluang-peluang yang datang kepada kita?, sudahkah kita bermain sportif tanpa melakukan pelanggaran? lalu apakah kita sudah menerima dengan lapang dada bagaimana hasil pertandingan kita? dan yang tak kalah penting, bagaimana sikap kita terhadap penonton, sudahkah kita menerima masukan yang diberikan dan memaafkan semua hal jelek yang dilakukan penonton?
Hm, sekali lagi mari kita misalkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam kehidupan kita sendiri, sudahkah kita menjadi pemain yang baik?
Selesai soal renungannya soal baik dan buruk, sekarang waktunya pertanyaan
"kalau di suruh milih antara jadi penonton atau jadi pemain, kita pilih yang mana?"
Jawabannya bisa jadi penonton.. atau bisa juga jadi pemain..
Kita memilih jadi penonton saja ketika kita merasa tidak bisa terlibat langsung sebagai pemain, dan kita memilih menjadi pemain ketika kita yakin bahwa kitabisa! ingat sekarang penekannya pada kata bisa.
Coba kita lihat pada kehidupan kita, di sini kita berperan sebagai pemain atau penonton? jelas saja kita berperan sebagai pemain. Bagaimana mungkin kita hanya mau menjadi penonton? kita menonton hidup kita berjalan tanpa melakukan apapun, kita hanya mengawasi dan menikmatinya.. mau jadi apa kita?
Lalu coba kita renungkan pada kegiatan kita sehari-hari, pada aktivitas kita, pada pikiran dan kemauan kita... apa kita sudah cukup kriteria untuk dikatakan sebagai pemain? saya cuma ingin mengingatkan pada paragraf sebelumnya tentang mengapa kita memilih sebagai pemain, itu karena kita merasa kalau kita bisa. Jadi kuncinya hanya pada diri kita, apakah kita merasa bisa atau tidak, kita yakin pada diri kita atau tidak?
Jadi dalam kehidupan kita, dalam kegiatan kita, dalam mimpi kita... sebaiknya kita harus menumbuhkan rasa percaya diri dan yakin bahwa kita bisa dan mampu menjadi pemain! kita harus terlibat aktif dan tidak hanya berperan pasif sebagai penonton. Karena semuanya ada di tangan kita, usaha kita.
Kita tidak bisa menjadi penonton selamanya, karena penonton pun jika dia mau belajar dan berusaha untuk bisa kelak dia akan menjadi pemain. *Irfan Bachdim dulu juga cuma anak kecil yang sering menonton ayahnya bermain bola sebagai pemain bola di persema tapi sekarang ternyata irfan juga bisa menjadi pemain bola yang baik di persema. :)
"..kalau mau pintar belajar, kalau mau berhasil usaha.." - tuk bayang tulah (LASKAR PELANGI)-
Jadi setujukah bahwa mulai sekarang kita akan belajar bersama untuk menjadi pemain yang baik? Menjadi pemain yang menentukan kemenangan yang akan kita genggam bersama?! Semangat! KITA yakin KITA BISA!!
*Bila masih belum yakin bisa dan ingin menjadi penonton.. jadilah penonton yang baik. tapi, tetap ingatlah bila kita mau dan yakin bisa setiap penonton pasti bisa menjadi pemain!!
(Yuliana Indriani)