lengan kekarmu perlahan menggapai tiang halte itu,perlahan tetapi pasti kau melangkah menaiki satu persatu tangga,yah pelan..amat perlahan kau akhirnya hampir mencapai pintu halte itu. tapi kemudian deru bis terdengar lebih kencang dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan dirimu yang melambai-lambaikan tangan.
'hey! apa yang salah?ada apa ini? tidak kah kau lihat kakek tadi juga ingin menumpang? apa kau buta!' ingin sekali aku berteriak pada kondektur dan supir bis ini,walau kata-kata itu nyatanya tak keluar sama sekali dari bibirku. aku hanya diam dan tetap menatap kasihan kakek yang tertinggal di halte tadi.
pikiranku melayang pada sebuah artikel yang kubaca beberapa waktu yang lalu. sebuah sindiran tentang ketidakpedulian orang-orang jaman sekarang, disampaikan lewat kisah seorang kakek yg salah naik bis dan tak punya uang lebih. aku kembali merenungi kisah itu dan juga kejadian tadi.
ah, ini mengesalkan ketika aku harus mengakui bahwa mungkin aku mulai keracunan pola pikir orang jaman sekarang yang punya ketidakpedulian tingkat tinggi khususnya pada orang2 sekitar yang tak berdaya dan tak dikenal.
hm, artikel itu bilang harusnya kita merenung.. bagaimana kalau kakek itu adalah kakek kita? bagaimana kalau orang yg tak dipedulikan siapa pun itu adalah keluarga kita?
tapi aku tak punya..
bis berhenti di halte berikutnya, kulangkahkan kakiku keluar dari bis itu. perlahan aku berjalan menyusuri jalan setapak yang pernah aku lewati bersama sahabatku.
langkahku berhenti di depan sebuah pohon besar tempat aku pertama kali bertemu dengan sahabatku itu.
'kenapa kau sendiri disini?' aku diam ketika pertama kali dia menegur aku yg duduk sendirian.
'kau tak sedang kabur dari rumah kan? kau terlihat berantakan.' dia tanpa peduli bagaimana aku tak mengacuhkannya tetap saja menanyaiku banyak hal dan terlihat begitu peduli padaku.. aku rasa mulai saat itulah kami menjadi sahabat.
'kau harus pulang. kau punya keluarga..'
itu adalah kata-kata terakhirnya setelah mendengarkan semua ceritaku. yah..seorang berambut putih itu yg tak pernah aku kenal itu yang berhasil membuat aku pulang ke rumahku yg kacau itu.
dia.. dia bukan kakekku dan aku bahkan tak mengenalnya, tapi dia peduli padaku yg hancur saat itu.
aku mempercepat langkahku, dari kejauhan ku lihat seorang kakek terlihat letih menunggu di halte.
yah mungkin aku tak punya kakek untuk bisa membuat aku peduli,. tapi aku pernah belajar dari seorang sahabat tentang apa itu peduli..
'hey! apa yang salah?ada apa ini? tidak kah kau lihat kakek tadi juga ingin menumpang? apa kau buta!' ingin sekali aku berteriak pada kondektur dan supir bis ini,walau kata-kata itu nyatanya tak keluar sama sekali dari bibirku. aku hanya diam dan tetap menatap kasihan kakek yang tertinggal di halte tadi.
pikiranku melayang pada sebuah artikel yang kubaca beberapa waktu yang lalu. sebuah sindiran tentang ketidakpedulian orang-orang jaman sekarang, disampaikan lewat kisah seorang kakek yg salah naik bis dan tak punya uang lebih. aku kembali merenungi kisah itu dan juga kejadian tadi.
ah, ini mengesalkan ketika aku harus mengakui bahwa mungkin aku mulai keracunan pola pikir orang jaman sekarang yang punya ketidakpedulian tingkat tinggi khususnya pada orang2 sekitar yang tak berdaya dan tak dikenal.
hm, artikel itu bilang harusnya kita merenung.. bagaimana kalau kakek itu adalah kakek kita? bagaimana kalau orang yg tak dipedulikan siapa pun itu adalah keluarga kita?
tapi aku tak punya..
bis berhenti di halte berikutnya, kulangkahkan kakiku keluar dari bis itu. perlahan aku berjalan menyusuri jalan setapak yang pernah aku lewati bersama sahabatku.
langkahku berhenti di depan sebuah pohon besar tempat aku pertama kali bertemu dengan sahabatku itu.
'kenapa kau sendiri disini?' aku diam ketika pertama kali dia menegur aku yg duduk sendirian.
'kau tak sedang kabur dari rumah kan? kau terlihat berantakan.' dia tanpa peduli bagaimana aku tak mengacuhkannya tetap saja menanyaiku banyak hal dan terlihat begitu peduli padaku.. aku rasa mulai saat itulah kami menjadi sahabat.
'kau harus pulang. kau punya keluarga..'
itu adalah kata-kata terakhirnya setelah mendengarkan semua ceritaku. yah..seorang berambut putih itu yg tak pernah aku kenal itu yang berhasil membuat aku pulang ke rumahku yg kacau itu.
dia.. dia bukan kakekku dan aku bahkan tak mengenalnya, tapi dia peduli padaku yg hancur saat itu.
aku mempercepat langkahku, dari kejauhan ku lihat seorang kakek terlihat letih menunggu di halte.
yah mungkin aku tak punya kakek untuk bisa membuat aku peduli,. tapi aku pernah belajar dari seorang sahabat tentang apa itu peduli..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar